EPY KUSNANDAR alias Muslihat alias Kang Mus,i Rabu, 3 Desember 2025, lalu telah meninggalkan kita menghadap Yang Mahakuasa. Kepergiannya tidak saja ditangisi keluarganya dan keluarga besar “Preman Pensiun”, tetapi juga menjadi duka mendalam bagi jutaan para penggemarnya.
Di usia 61 tahun, Kang Mus--aktor watak kelahiran Garut itu--menyusul bosnya, Kang Bahar alias Kang Didi Petet, seniornya, yang sudah “pergi” terlebih dahulu--meninggal 15 Mei 2015 di usia 58 tahun--ke alam baka. Jika dicari di Youtube, ada beberapa adegan atau dialog keduanya di video “Preman Pensiun” episode lawas yang sangat menyentuh. Adegan itu memperlihatkan bagaimana kepemimpinan Kang Bahar yang tegas dan berwibawa serta kesetiaan Kang Mus sebagai anak buah sekaligus pelaksana di lapangan.
Meskipun keduanya preman, tapi tindakannya kadang-kadang di beberapa adegan “berhati emas”. Dalam tiga dialog di bawah ini, diperlihatkan bagaimana Kang Bahar membela serta memuliakan perempuan dan bagaimana seharusnya adab seorang suami kepada istrinya. Diakhiri adegan yang dinilai “sasmita” oleh netizen di mana Kang Mus ingin “ikut menyusul” kepada Kang Bahar.
Dialog 1
Suatu hari Istri mendiang Kang Maman Suherman menghadap Kang Bahar. Sambil menangis, istri Kang Maman mengadukan nasibnya yang mengalami KDRT ke Kang Bahar.
“Kenapa muka kamu?” tanya Kang Bahar.
“Dipukul suami saya,” jawab istri Kang Maman.
“Kenapa dipukul?”
Istri Kang Maman menjelaskan: “Saya meninggalkan rumah, tapi saya sudah bilang sama suami saya. Sudah minta izin. Saya tahu, kalau suami saya gak kasih izin, saya gak mungkin pergi. Saya ada urusan jadi panitia reuni SMA. Waktu saya mau pergi rapat di rumah teman, saya mampir ke tukang bakso sama teman SMA dulu.
“Laki-laki, dia bilang lapar, kebetulan masih ada waktu pulangnya. Waktu keluar dari tukang bakso, tahu-tahu ada Kang Maman. Saya dipaksa pulang. Saya coba jelasin, tapi Kang Maman gak percaya. Saya malah dipukul. Terus saya kabur. Saya takut Kang Maman pasti nyari saya.”
“Kenapa kamu gak pulang ke rumah orang tua kamu?”
“Kang Maman pasti nyusul.”
“Kenapa gak lapor polisi?”
“Saya takut urusannya jadi panjang.”
Mendengar penjelasan Istri Kang Maman, Kang Bahar segera menelpon Kang Mus, “Si Maman. bawa ke sini!”
“Saya sudah telepon si Maman, tapi gak bisa. Di tempat dia biasa kumpul juga gak ada, tapi pasti dia ketemu.”
“Cari si Maman bawa ke sini.”
“Urusan Si Maman dan soal pedagang kaki lima yang mau digusur Pemkot biar saya yang handle.”
“Cari si Maman bawa ke sini.”
“Akang gak percaya sama saya?”
“Bukan soal pedagang kaki lima, tapi si Maman mukul istrinya. Cari dia, bawa ke saya.
Kang Mus baru sadar kalau salah paham.
Rupanya Kang Maman sedang curhat kepada Ujang.
“Kenapa Kang Kok kelihatannya sedih gitu?” tanya Ujang.
“Iya emang saya lagi sedih. Jang. Saya tuh sudah tanya istri saya siapa laki-laki itu? Dia bilang teman sekolahnya dulu. Saya tanya kamu selingkuh atau enggak? Dia bilang enggak, tapi saya enggak percaya, Jang. Terus saya paksa ngaku.”
“Dia ngaku?”
“Enggak, lalu saya pukul. Dia kabur.. Tapi saya takut. Takut Istri saya minta cerai. Kalaupun istri saya salah, saya mah mau maafin dia tapi saya takut istri saya gak mau maafin saya Saya nyesel sudah mukul dia. Saya takut kehilangan dia, Jang. Kamu tahu enggak sih cinta saya sama dia tuh seperti apa? Luar biasa tahu.”
Lagi asyik curhat. Datang Kang Mus. Lalu, Kang Maman dibawa Kang Mus menghadap Kang Bahar.
Di markas Preman di bilangan Kiaracondong, Kang Bahar berdiri tegak. Di hadapannya berdiri membungkuk Kang Mus dan Kang Maman.
“Dulu, saya pernah membaca sebuah syair yang sampai sekarang saya masih Ingat,” kata Kang Bahar. “Perempuan diciptakan dari tulang rusuk pria. Bukan dari kepalanya untuk dijadikan atasannya, bukan dari kakinya untuk dijadikan alasnya, tapi dari sisinya untuk dijadikan teman hidupnya. Dia dekat dengan lengan untuk dilindungi dan dekat dengan hati untuk dicintai. Kamu tahu tulang rusuk ada di mana, Maman? Ka dieu, saya n kasih tahu di mana tempatnya.”
Kang Maman maju mendekatiKang Bahar.
“Buk! Buk! Buk!”
“Tolong dia,” kata Kang Bahar kepada Kang Mus. “Mungkin tiga tulang rusuknya patah. Bawa ke Cimande!”

Dialog 2
Suatu waktu Kang Mus sedang menghadap Kang Bahar. Tiba-tiba teleponnya berdering. Kang Mus mengeluarkan hp nya. Dilihat sebentar, tapi dimatikan lagi.
“Kenapa ga diangkat? Kenapa ga diangkat?” tanya Kang Bahar
“Istri saya,” jawab Kang Mus bergetar.
“Kenapa ga diangkat?” Kang Bahar marah.
“Nanti aja.”
“Siapa tahu ada yang penting.”
“Ga ada.”
“Dari mana kamu tahu ga ada? Kamu kan belum angkat teleponnya?”
“Biarin aja.”
“Itu istri kamu. Barangkali dia ada perlu sama kamu. Angkat teleponnya?” Kang Bahar semakin marah.
Sudah terlanjur di-reject.
“Telepon balik. Telepon balik.” Perintah Kang Bahar.
“Iya, Kang, maaf. Sebentar.”
Dialog 3
Suatu waktu, Kang Mus menghadap Kang Bahar. Ia menyampaikan niatnya untuk pensiun dari dunia preman. Banyak netizen menyebut dialog ini sebagai “sasmita” kepergian Kang Mus yang akan menyusul Kang Bahar.
“Kamu baru saja menyelesaikan banyak masalah di bisnis ini. Saya ingatkan ke kamu ini belum selesai. Justru baru saja dimulai,” kata Kang Bahar.
“Kang, saya mau ikut Akang menempuh jalan baru.”
“Kamu punya jalan sendiri,” jawab Kang Bahar sambil berlalu. (*)
