Hari Buruh yang diperingati setiap 1 Mei memiliki sejarah panjang yang bermula dari perjuangan buruh di Amerika Serikat pada abad ke-19. Salah satu peristiwa paling bersejarah adalah Tragedi Haymarket di Chicago tahun 1886, yang menjadi simbol perjuangan hak-hak pekerja, terutama soal jam kerja layak. Di Indonesia, peringatan ini akhirnya diakui sebagai hari libur nasional sejak tahun 2014, sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi kaum buruh dalam pembangunan bangsa.
AYOBANDUNG.ID — 4 Mei 1886, sekelompok buruh di Kota Chicago menggelar unjuk rasa damai untuk menuntut jam kerja yang lebih manusiawi.
Pada masa itu, buruh di Amerika Serikat harus bekerja 10 hingga belasan jam per hari selama enam hari dalam seminggu.
Kondisi ini mendorong munculnya berbagai gerakan buruh yang lebih besar untuk menuntut pemberlakuan jam kerja yang lebih adil, delapan jam sehari.
Namun unjuk rasa di Kota Chicago tersebut berakhir tragis karena aksi brutal yang berujung pada hilangnya nyawa pengunjuk rasa dan polisi.
Insiden tragis yang kemudian dikenal sebagai Haymarket Affair ini menjadi simbol perjuangan buruh di seluruh dunia dan cikal bakal ditetapkannya 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.
Kerusuhan ini bermula sehari sebelumnya, pada 3 Mei, saat aksi mogok kerja di pabrik McCormick Harvesting Machine Company yang direncanakan damai tak sesuai rencana.
McCormick sendiri adalah produsen alat pertanian modern.
Pada demo 3 Mei 1886, polisi diturunkan untuk melindungi para pekerja pengganti. Namun di sisi lain mereka mengintimidasi buruh yang sedang menjalankan aksi mogok. Akibat intimidasi tersebut, seorang buruh orang tewas dan lainnya luka-luka.
Sebagai respons terhadap tindakan brutal polisi, para pemimpin buruh menyerukan rapat umum di Lapangan Haymarket keesokan harinya.

Maka pada tanggal 4 Mei, aksi unjuk rasa kembali digelar di bawah pengawasan Wali Kota Chicago, Carter Harrison.
Namun saat unjuk rasa hampir selesai dan peserta mulai membubarkan diri, polisi datang dan memerintahkan kerumunan untuk segera meninggalkan lokasi.
Tiba-tiba, entah darimana datangnya sebuah bom molotov dilemparkan ke arah polisi oleh pelaku yang hingga kini tidak pernah teridentifikasi.
Polisi membalas dengan tembakan membabi buta ke arah kerumunan.
Akibatnya, diperkirakan empat hingga delapan pengunjuk rasa tewas dan puluhan lainnya luka.
Sedangkan dari aparat keamanan, tujuh nyawa polisi melayang dan puluhan lainnya luka-luka.
Tragedi ini memicu kepanikan besar di Amerika Serikat dan gelombang kebencian terhadap imigran serta aktivis buruh semakin mengental.
Untuk mempertanggungjawabkan aksi 3 dan 4 Mei, delapan orang tokoh gerakan buruh diadili, termasuk August Spies yang divonis hukuman mati
August Spies adalah seorang aktivis buruh keturunan Jerman-Amerika yang bekerja sebagai editor surat kabar buruh berbahasa Jerman bernama Arbeiter-Zeitung.
Dampak dari tragedi Haymarket ini sangat besar.
Organisasi buruh terbesar saat itu, Knights of Labor, kehilangan kepercayaan dari publik dan dicap sebagai organsiasi anarkis.
Banyak anggotanya akhirnya bergabung dengan organisasi baru yang lebih moderat seperti American Federation of Labor.
Meski penuh tragedi, peristiwa Haymarket justru menginspirasi perjuangan buruh di berbagai belahan dunia.
Pada tahun 1889, Kongres Buruh Internasional Kedua yang digelar di Paris menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional untuk mengenang perjuangan dan pengorbanan para buruh di Haymarket.
Penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional bergaung menginspirasi gerakan buruh di seluruh dunia.
Sebagai hasil dari gerakan tersebut, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dibentuk pada tahun 1919 untuk mendorong keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak-hak pekerja.

Hari Buruh Pertama Kali Diperingati di Indonesia
Berbagai peristiwa buruh di mancanegara tersebut, akhirnya tereskalasi di Indonesia setelah 30 tahun tragedi Haymarket.
Peringatan Hari Buruh di Indonesia pertama kali dilakukan pada masa kolonial Belanda.
Catatan sejarah menyebutkan bahwa sejak tahun 1920-an, kaum buruh di Hindia Belanda sudah memperingati 1 Mei dengan berbagai aksi dan kegiatan, terutama yang dimotori oleh serikat buruh kiri seperti Serikat Buruh Komunis.
Versi lainnya menyebutkan peringatan Hari Buruh pertama kali dilakukan di Indonesia pada 1 Mei 1918.
Kala itu, peringatan tersebut diselenggarakan di Semarang oleh organisasi buruh bernama Serikat Buruh Kung Tang Hwee, yang didominasi oleh buruh dari kalangan Tionghoa dan pribumi.
Aksi ini menjadi tonggak penting dalam sejarah gerakan buruh di Hindia Belanda, karena menandai awal kesadaran kolektif kaum pekerja akan hak-hak mereka.
Semarang, yang pada awal abad ke-20 merupakan salah satu pusat industri dan pelabuhan penting, menjadi lokasi strategis bagi tumbuhnya gerakan buruh.
Serikat Kung Tang Hwee menyuarakan tuntutan akan jam kerja yang manusiawi, upah layak, dan kondisi kerja yang lebih baik.
Meski skalanya masih kecil dan bersifat lokal, peringatan tersebut menjadi inspirasi bagi gerakan buruh di kota-kota lain.
Pada masa awal kemerdekaan, muncul beberapa partai yang mewakili suara buruh seperti Partai Buruh Indonesia (PBI) yang aktif pada era 1940-an hingga 1950-an.
Meski kemudian tenggelam karena dinamika politik, semangat tersebut tetap hidup di kalangan serikat pekerja.
Namun setelah pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, pemerintahan Orde Lama mulai membatasi ruang gerak organisasi buruh radikal.
Puncaknya terjadi di masa Orde Baru, ketika rezim Soeharto menghapus peringatan Hari Buruh karena dianggap memiliki muatan ideologi komunisme.
Peringatan 1 Mei pun sempat dilarang, dan gerakan buruh diawasi ketat oleh negara.
Setelah jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998, reformasi membuka ruang bagi kebebasan berserikat dan menyuarakan hak-hak buruh.
Pascareformasi, tuntutan buruh makin menguat, dan banyak aktivis buruh menyadari bahwa perjuangan di jalanan perlu diimbangi dengan perjuangan di parlemen.
Maka, pada tahun-tahun berikutnya, mulai muncul inisiatif untuk menghidupkan kembali Partai Buruh sebagai wadah politik pekerja.
Sejak saat itu, gerakan buruh mulai kembali memperingati 1 Mei dengan aksi unjuk rasa dan kampanye menuntut kesejahteraan yang lebih baik, seperti kenaikan upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang manusiawi.
Setiap tahun, ribuan buruh dari berbagai serikat di Indonesia turun ke jalan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung.
Aksi ini menjadi ajang menyuarakan aspirasi, sekaligus memperingati solidaritas global kaum pekerja.

Perkembangan penting terjadi pada tahun 2013, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menetapkan 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional.
Keputusan ini dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2013, sebagai bentuk pengakuan negara terhadap kontribusi dan perjuangan kaum buruh.
Maka mulai tahun 2014, 1 Mei resmi menjadi hari libur nasional di Indonesia.
Puncaknya, pada tahun 2021, sejumlah federasi serikat buruh besar di Indonesia seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan lainnya secara resmi membentuk Partai Buruh yang dipimpin oleh Said Iqbal.
Menurut data KPU, kepengurusan Partai Buruh saat ini sudah tersebar di 38 provinsi dengan total jumlah anggota sebanyak 567.233 orang.
Pada pemilihan legislatif tahun lalu, Partai Buruh tak sanggup menembus tembok DPR karena tidak mendapatkan kursi satupun.
Tahun ini adalah peringatan Hari Buruh Internasional ke-136 dan bukan sekadar peringatan belaka, tapi momen panjangnya jalan perjuangan kaum pekerja memperjuangkan haknya dari masa ke masa.