Hikayat Jalan Braga yang Konon Pernah Dijuluki Jalan Culik

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Minggu 22 Jun 2025, 10:11 WIB
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)

Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)

AYOBANDUNG.ID - Ada kalanya nama jalan tidak datang dari langit, tapi dari tapak kaki pedati. Begitu juga Jalan Braga. Sebelum dikenal sebagai surga swafoto anak Instagram dan jalur sakral para pecinta kopi, jalan ini hanyalah jalur tanah biasa yang dilintasi kuda dan kereta pengangkut hasil bumi. Jauh dari wangi espresso dan pamer outfit harian.

Pada awal abad ke-19, Braga masih berupa jalan kecil yang menyusur pinggir sungai, menyambungkan daerah yang kini dikenal sebagai Dayeuhkolot (dulunya Krapyak), Alun-Alun Bandung, Coblong, hingga ke Maribaya. Ia adalah jalur logistik zaman dulu, semacam tol primitif tempat lalu-lalang pedati yang membawa hasil bumi, utamanya kopi.

Sudarsono Katam dalam bukunya Nostalgia Bragaweg Tempo Doeloe 1930-1950, jalan setapak ini awalnya dikenal sebagai Karrenweg yang kalau diterjemahkan secara seadanya berarti Jalan Pedati. Dan memang benar, karena jalan ini lebih sering dilalui pedati ketimbang manusia. Di masa itu, belum ada GrabFood, tapi sudah ada kopi yang dibawa dari gudang (yang sekarang jadi Taman Balai Kota) menuju Grote Postweg alias Jalan Raya Pos.

Braga, saat itu, belum menjanjikan tempat nongkrong, apalagi pacaran. Ia lebih banyak dilalui oleh orang-orang berkeringat, bukan berparfum.

Perihal nama Braga sendiri punya berbagai versi. Kalau nama manusia saja bisa punya lima arti tergantung siapa yang ngomong, nama jalan tentu lebih rumit.

Versi pertama datang dari M.A. Salamoen. Ia menyebut bahwa ‘Braga’ berasal dari kata Sunda “baraga”, yang berarti jalan kecil di tepi sawah. Cocok. Kanan-kiri Braga memang dulunya sawah, bukan butik dan coffee shop.

Versi kedua datang dari penulis dan budayawan Haryoto Kunto. Ia berpendapat kata “Braga” berasal dari “ngabaraga” yang artinya menapaki jalan kecil. Tapi ia juga tidak menutup kemungkinan bahwa kata itu berasal dari “ngabar raga” alias memamerkan tubuh. Warga tempo dulu yang suka berjalan-jalan di Braga katanya seperti sedang memamerkan tubuh—bukan dalam konteks vulgar, tapi lebih ke gaya-gayaan. Intinya, Braga sudah jadi ajang “show off” sejak zaman kolonial.

Tapi jangan buru-buru percaya. Ada versi ketiga. Sudarsono Katam menyebut bahwa pada tahun 1882, berdirilah kelompok teater Toneel Vereniging Braga di kawasan ini. Didirikan oleh Pieter Sijthoff, seorang Asisten Residen Priangan, grup seni ini cukup populer di kalangan masyarakat.

Gara-gara itu, masyarakat kemudian lebih suka menyebut kawasan ini sebagai Bragawegatau jalan menuju tempat pentas kesenian. Nama Braga pun menempel dan akhirnya dilegalkan oleh pemerintah kolonial. “Mungkin perubahan nama Karrenweg menjadi Bragaweg diawali melalui bahasa lisan masyarakat Bandung pengagum ketenaran Toneel Braga,” tulis Katam.

Tapi, tidak semua kenangan Braga penuh tepuk tangan. Pada suatu masa, Braga dikenal juga dengan nama Jalan Culik. Saat malam turun dan lampu belum banyak, jalan ini gelap, sepi, dan menyeramkan. Cocok buat tempat uji nyali. Dalam gelap itu, cerita-cerita horor mengendap, entah benar atau hanya hasil imajinasi warga yang terlalu sering nonton sinetron misteri.

Jalan Braga tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Jalan Braga tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)

Jalan Braga Hari Ini: Tempat Gaul, Jejeran Kafe, dan Jejak Sejarah

Sekarang, Braga bukan lagi jalan pedati. Ia sudah beralih fungsi: dari jalur logistik jadi catwalk gaya hidup. Di akhir pekan, tempat ini penuh sesak dengan pejalan kaki, fotografer amatir, wisatawan domestik, dan anak muda Bandung yang ingin “healing” tanpa harus ke Lembang.

Bangunan tua di sepanjang jalan ini berdiri kokoh, seperti enggan menyerah pada zaman. Gedung DENIS yang dulunya Bank Hindia Belanda kini menjadi Kantor Pusat Bank BJB. Di sinilah dahulu, para pejuang menyobek bendera Belanda dan menyisakan warna merah putih. Mirip kejadian di Hotel Majapahit, Surabaya. Bedanya, di sini tidak ada adegan lompat pagar.

Lalu ada Gedung Merdeka. Dulunya Societeit Concordia, tempat dansa-dansi dan pertemuan orang Belanda. Tahun 1955, gedung ini jadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika—peristiwa penting yang bikin dunia tahu Indonesia bukan cuma pulau-pulau cantik. Ada juga Gedung Majestic yang dulunya bioskop, kini difungsikan untuk pameran dan pertunjukan seni. Semua ini adalah saksi bisu perubahan Bandung, dan tentu saja Braga.

Tapi sejarah saja tidak cukup buat menarik kaum rebahan. Maka muncul Braga City Walk. Mall modern yang nyempil di tengah bangunan kolonial. Buka dari jam 10 pagi hingga 10 malam, tempat ini punya restoran, bioskop, dan toko baju. Akhir pekan, siap-siap berdesakan. Mall ini seperti oase kekinian di tengah nuansa lawas.

Belum lagi kafe-kafe yang bertebaran. Kopi Toko Djawa misalnya. Toko buku legendaris yang bermetamorfosis jadi coffee shop tanpa kehilangan jiwa lamanya. Di sini, kamu bisa minum hazelnut latte atau green tea sambil menghirup aroma sejarah. Letaknya di Braga No. 81, dengan harga menu sekitar Rp30.000-an.

Kalau mau yang agak nyentrik, mampirlah ke JurnalRisa Coffee di No. 45. Punya konsep horor—dikelola oleh Risa Saraswati, penulis dan youtuber dunia mistis. Salah satu menunya bahkan dinamai Es Kopi Khayalan Hendrick. Harga kopinya tetap sekitar Rp30.000-an.

Braga juga surga para pelukis jalanan. Mereka memajang karya di trotoar: dari potret wajah, lanskap, hingga lukisan imajinatif. Tak sedikit wisatawan yang berhenti, memilih lukisan, lalu berpose seolah sedang mengapresiasi seni, meskipun tujuan utamanya tetap: konten Instagram.

Braga bukan sekadar jalan. Ia adalah panggung tempat masa lalu dan masa kini saling sapa. Ia menyimpan aroma kopi, jejak pedati, bunyi sepatu kets, serta bisik-bisik sejarah yang enggan pergi. Dari jalan pedati ke jalur pejalan kaki yang sibuk, Braga menunjukkan satu hal: Bandung bisa berubah tanpa kehilangan jati dirinya.

Jika Jakarta dikenal dengan kemacetan dan Surabaya dengan semangat perangnya, maka Bandung punya Braga: jalanan tempat waktu menari. Tempat di mana kolonialisme, kemerdekaan, seni, dan swafoto bertemu dalam satu ruang bernama sejarah.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 23 Jun 2025, 14:03 WIB

Cerita Ahsan Menemukan Sankimo, Inovasi Asal Bandung yang Jadi Jalan Ihtiar Melestarikan Bumi

Kepedulian terhadap lingkungan muncul dari keresahan kecil yang berulang. Itulah yang dialami Akhsan Hakim, warga Cibaduyut, Kota Bandung.
Inovasi produk kantong urinoir Sankimo (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 23 Jun 2025, 13:49 WIB

Mengintip Kajian Ustazah Halimah Alaydrus di Mesjid Agung Cianjur

Kajian Ustazah Halimah Alaydrus sering kali mendapat perhatian dari masyarakat seluruh kota.
Kondisi Masjid Agung Cianjur, Minggu, 22 Juni 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 23 Jun 2025, 12:39 WIB

Sudut Lain 1 Suro: Tradisi Sunyi, Bukan Teror Malam Hari

Haruskah kita percaya bahwa pada malam 1 Suro adalah setan-setan berkeliaran?
Bagi banyak orang Jawa, inilah malam 1 Suro, sebuah malam yang sering disalahpahami khalayak umum. (Sumber: Pexels/Alex P)
Ayo Netizen 23 Jun 2025, 10:28 WIB

'Brain Rot' dan Bioskop 10 Menit di Media Sosial

Menonton video ringkas menjadikan kita terbiasa dengan sesuatu yang dipersingkat hingga memicu brain rot.
Brain Rot Illustration (Source: Canva | Photo: Made by Canva)
Ayo Netizen 23 Jun 2025, 08:30 WIB

Menelusuri Rasa Sepi dalam Buku Things Left Behind

Medsos seharusnya menimbulkan kehangatan. Namun faktanya di era ini banyak yang merasa kesepian
Buku Things Left Behind Karya Kim Sae Byoul | Jeon Ae Won. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 22 Jun 2025, 21:01 WIB

Efisiensi atau Eksistensi? Membandingkan Gaya Hidup Fungsional dan Hedonistik

Gaya hidup fungsional ataukah hedonis kamu ini?
Mau hidup seefisien mungkin atau hidup sebebas mungkin (Sumber: Pexels/Afta Putta Gunawan)
Ayo Netizen 22 Jun 2025, 18:16 WIB

Lilin Aromaterapi yang Meracuni Diam-Diam, Menenangkan sekaligus Mematikan

Sisi gelap lilin aromaterapi yang menenangkan dengan mengandung senyawa yang sangat berbahaya.
Ada bahaya di balik lilin aromaterapi. (Sumber: Pexels/George Becker)
Ayo Netizen 22 Jun 2025, 15:23 WIB

Narasi Damai untuk Iran dan Israel

Perang antara Israel dengan Palestina tidak pernah ada kata damai. Sekarang Iran turun tangan.
Peta yang memuat Timur Tengah, Asia Barat, dan Afrika, dengan Iran dan Israel di dalamnya. (Sumber: Pexels/Anthony Beck)
Ayo Biz 22 Jun 2025, 14:49 WIB

Mengintip Pembuatan Comring Padalarang, Camilan Rakyat yang Bikin Nggak Berhenti Ngunyah

Di sebuah ruangan sederhana di Kampung Campakamekar, Padalarang, aroma minyak panas dan singkong goreng mengepul udara. Puluhan warga tampak sibuk, mencetak satu per satu bulatan comring, camilan trad
Proses pembuatan Comring Padalarang (Foto: Ist)
Ayo Netizen 22 Jun 2025, 12:39 WIB

Membedah Kritik dan Aktivisme dalam Iklan Satir #SaveRajaAmpat HMNS

Mari bahas iklan satir HMNS yang mengadvokasikan Raja Ampat, kritikan netizen, dan brand activism.
Pemandangan Udara Kepulauan Raja Ampat. (Sumber: Pexels/Angke Widya)
Ayo Jelajah 22 Jun 2025, 10:11 WIB

Hikayat Jalan Braga yang Konon Pernah Dijuluki Jalan Culik

Dulu cuma jalan setapak di pinggir sawah, sekarang jadi panggung pamer gaya. Inilah kisah jalan Braga yang berubah dari sunyi jadi ramai.
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)
Ayo Netizen 22 Jun 2025, 08:54 WIB

Kang Dedi Mulyadi: Antara Panggung Konten, Kontroversi, dan Janji Kesejahteraan

Mengenal Kang Dedi Mulyadi, politisi nyentrik yang dekat dengan rakyat lewat konten, aksi kontroversial, dan kebijakan berani demi kesejahteraan masyarakat.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 21 Jun 2025, 17:52 WIB

Ina Cookies, Cerita dari Dapur Ibu Hamil yang Kini Menghidupi Seribu Karyawan

Siapa sangka dari kegagalan bisnis ekspor jahe dan kondisi keuangan yang jungkir balik, lahir merek kue kering legendaris yang berdiri lebih dari tiga dekade, Ina Cookies.
Siapa sangka dari kegagalan bisnis ekspor jahe dan kondisi keuangan yang jungkir balik, lahir merek kue kering legendaris yang berdiri lebih dari tiga dekade, Ina Cookies. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 21 Jun 2025, 15:33 WIB

Kisah Michelle dan Kopi Q: Dari Secangkir Kualitas hingga Sajian Laut yang Menyejahterakan

Kopi Q, yang awalnya hanya sebuah kedai kopi mungil pada 2012, kini menjelma menjadi ruang kuliner otentik yang membawa misi sosial dan cita rasa dalam satu piring.
Kopi Q, yang awalnya hanya sebuah kedai kopi mungil pada 2012, kini menjelma menjadi ruang kuliner otentik yang membawa misi sosial dan cita rasa dalam satu piring. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 21 Jun 2025, 09:20 WIB

Batik Komar, Menangkap Visualisasi Bandung ke dalam Sehelai Kain

Di tengah dominasi batik Cirebon, Garut, dan Tasikmalaya, Bandung mulai menunjukkan geliatnya dalam dunia batik dengan memadukan nilai sejarah, budaya lokal, dan gaya urban modern.
Motif Batik Bandung dari Batik Komar (Foto: Ayobandung.com)
Ayo Netizen 20 Jun 2025, 20:23 WIB

Cupola ID Braga, Cafe Hidden Gem di Tengah Kota Bandung

Siapa kira di tengah kota bandung terdapat sebuah cafe hidden gem yang memiliki konsep alam bernama Cupola ID Braga.
Suasana Outdoor Cafe Cupola ID Braga. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 20 Jun 2025, 18:05 WIB

Branding Nama Bandung Barat dan Dilema Arah Mata Angin

Di era digital, nama adalah keyword. Nama yang kuat dan khas akan lebih mudah ditelusuri, dikenali, dan disematkan citra tertentu.
Stasiun KA Padalarang, salah satu bangunan ikonik dan bersejarah di Bandung Barat. (Sumber: Djoko Subinarto | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 20 Jun 2025, 16:42 WIB

Dari Dapur Uwa Ida ke Meja Nusantara: Sepotong Cinta dalam Setiap Kue J&C Cookies

Di balik setiap gigitan kue kering dari J&C Cookies, tersembunyi kisah seorang perempuan bernama Uwa Ida yang menyalakan api pertama dari dapur keluarga.
CEO J&C Cookies, Jodi Janitra, dan General Manager J&C Cookies, Cindy Rizma. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Jun 2025, 15:02 WIB

Mengeja Anomali, Merayakan Imajinasi

Momen sederhana (ngalagu) bersama anak-anak ini seakan jadi pengingat melawan lupa, atas dunia yang mereka nyanyikan dengan riang gembira.
Salah satu karakter anomali brainrot, Tralalero tralala. (Sumber: Istimewa)
Beranda 20 Jun 2025, 14:17 WIB

Relokasi yang Tak Kunjung Datang: Kado Pahit di Ulang Tahun Bandung Barat bagi Korban Bencana

Hari jadi Bandung Barat bagi mereka bukan perayaan, tapi pengingat getir akan hak dasar yang belum juga dipenuhi: tempat untuk pulang.
Acih di rumahnya yang rusak akibat tanah bergerak. Janji pemerintah untuk merelokasi rumahnya hingga kini belum terwujud. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)