Pro Kontra Siswa Bengal Jabar Dikirim ke Barak Tentara

Hengky Sulaksono Gilang Fathu Romadhan Restu Nugraha Sauqi
Ditulis oleh Hengky Sulaksono , Gilang Fathu Romadhan , Restu Nugraha Sauqi diterbitkan Selasa 06 Mei 2025, 16:10 WIB
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi berbincang dengan sejumlah siswa di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi. (Foto: Tim KDM)

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi berbincang dengan sejumlah siswa di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi. (Foto: Tim KDM)

AYOBANDUNG.ID - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) tengah menggagas program pembinaan bagi siswa bermasalah di barak militer. Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyampaikan rencana ini pada 27 April 2025 lalu. Ia menyebut, siswa yang memiliki perilaku menyimpang akan dibina selama enam bulan di lingkungan militer tanpa mengikuti pendidikan formal. Program ini disusun bersama Kodam III/Siliwangi.

“Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” kata Dedi di hadapan awak media.

Wacana tersebut segera menuai respons beragam. Lembaga pemantau militer dan HAM, Imparsial, menilai kebijakan ini sebagai bentuk militerisasi ranah sipil yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Imparsial juga mengkritik keterlibatan TNI dalam pembinaan siswa, mengingat institusi tersebut tidak memiliki mandat untuk mendidik warga sipil, apalagi anak-anak.

Dalam pernyataan resminya, Imparsial menyebut bahwa pelibatan TNI untuk mengatasi persoalan kenakalan remaja mencerminkan sikap inferioritas sipil terhadap militer yang berbahaya bagi kehidupan demokrasi. Mereka juga mengingatkan bahwa dalam enam bulan terakhir, setidaknya terdapat lima kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI terhadap masyarakat sipil.

“Pelibatan TNI untuk menjawab persoalan ‘siswa nakal’ jelas menyalahi fungsi TNI itu sendiri,” demikian pernyataan resmi Imparsial.

Dari perspektif pendidikan, kritik juga disuarakan. Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, menyebut pendekatan tersebut tidak sejalan dengan prinsip pedagogi, yaitu ilmu mendidik yang berangkat dari kebutuhan dan karakter anak. Menurutnya, "TNI bukan obat segala masalah."

Cecep juga menilai bahwa konsep pendidikan pendahuluan bela negara, seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, lebih cocok dibanding wajib militer.

"Levelnya bukan pendidikan militer, lebih seperti Resimen Mahasiswa di kampus,” ujarnya.

Untuk mendukung pelaksanaan, Pemprov Jabar menyiapkan anggaran sebesar Rp6 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman menyampaikan dana itu dialokasikan untuk 900 peserta.

Pelajar yang mengikuti program akan menjalani rutinitas ala asrama militer, termasuk pelatihan baris-berbaris, olahraga pagi, makan teratur, dan ibadah bersama. Meskipun demikian, pihak penyelenggara tetap menyisipkan waktu sekitar dua jam setiap hari untuk pembelajaran formal layaknya di sekolah.

Kategori siswa yang dikirim diatur dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 43/pk.03.04/KESRA. Mereka yang tercatat sering tawuran, mabuk, merokok, bermain gim berlebihan, menggunakan knalpot brong, atau terlibat pelanggaran perilaku lainnya akan digembleng di Dodik Bela Negara. Namun pengiriman hanya dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari orang tua atau wali siswa.

Untuk menjaring data siswa bermasalah, Pemprov Jabar bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan aparat kepolisian. Kapolrestabes Bandung mengatakan bahwa data disaring dan diverifikasi sebelum pelajar dikirim ke lokasi pelatihan.

Digempur Kritik, Program Berlanjut

Di tengah kritik yang muncul, Dedi tetap mempertahankan wacana tersebut. Saat meninjau pelatihan di Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III/Siliwangi di Lembang, Bandung Barat, 5 Mei 2025, ia menyatakan siap menerima semua masukan dari lembaga-lembaga seperti Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak, hingga DPR RI. Namun, ia menegaskan program ini tetap akan berjalan.

“Dalam setiap kebijakan pasti ada pro dan kontra. Dari semua itu saya belajar dan mengasah ketajaman berpikir saya sebagai pemimpin,” ujar Dedi, Senin, 5 Mei 2025.

Ia juga menganggap pendekatan militer ini justru bisa mencegah pelanggaran HAM di tingkat keluarga. Menurutnya, jika perilaku anak bermasalah dibiarkan, orang tua maupun masyarakat bisa menjadi korban berikutnya.

“Kalau dibiarkan, akan ada pelanggaran HAM berikutnya. HAM orang tua dilanggar anak, HAM warga lain yang merasa terancam karena perilaku anak-anak itu. Itu juga harus dilindungi,” katanya.

Dedi menilai keterlibatan militer dalam pendidikan bukanlah hal baru. Ia menyebut banyak prajurit TNI mengajar di sekolah-sekolah di daerah terpencil seperti Papua. Militer juga kerap dilibatkan dalam pelatihan baris-berbaris, kegiatan Pramuka, hingga pendidikan calon pegawai negeri.

“Di Papua, TNI ngajar di SD, SMP. Di Taruna Nusantara, TNI juga mengajar. Jadi bukan hal baru,” terangnya.

Ia juga mengklaim bahwa program ini justru mendapat antusiasme tinggi dari masyarakat. Menurutnya, banyak orang tua yang justru menitipkan anaknya secara sukarela.

“Orang tua lihat tayangan objektif dari media, akhirnya banyak yang berbondong-bondong nitip anaknya. Anggap saja ini pendidikan kebangsaan dan kepemimpinan,” kata Dedi.

Pelajar SMA di barak militer Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan ini. Menurutnya, Pemerintah Kota Bandung akan ikut mengawasi agar pelaksanaan berlangsung aman dan transparan.

“Program ini dirancang untuk membina kedisiplinan dan karakter positif, terutama bagi siswa dengan catatan pelanggaran seperti narkoba, tawuran, dan masalah lainnya,” kata Farhan.

Efektifkah Pendidikan Gaya Tentara?

Gagasan ini bukan hal baru. Di Amerika Serikat, program serupa dikenal dengan istilah boot camp, dan telah diterapkan sejak awal 1980-an sebagai alternatif hukuman bagi pelaku kejahatan, termasuk remaja bengal. Konsepnya sederhana: meniru pelatihan dasar militer dengan harapan membentuk kedisiplinan, tanggung jawab, dan perubahan perilaku.

Dalam program ini, peserta dibagi ke dalam regu atau peleton, tinggal di barak seperti tentara, dan menjalani rutinitas ketat berupa baris-berbaris, kerja fisik, serta pengawasan dari pelatih bergaya militer. Beberapa di antaranya dilengkapi juga dengan layanan rehabilitasi seperti konseling kelompok dan pasca-program (aftercare).

Latar belakang munculnya boot camp tak lepas dari kekecewaan publik terhadap sistem peradilan pidana pada era 1960–1970-an. Kala itu, meningkatnya angka kejahatan dan ketidakpercayaan pada program rehabilitasi serta vonis bersyarat membuat publik menuntut hukuman yang lebih tegas.

Boot camp hadir sebagai solusi bagi koreksi sipil bernuansa militer: terlihat keras, tetapi berdurasi singkat dan relatif hemat tempat dan biaya. Program pertama dibuka di Georgia dan Oklahoma pada 1983 untuk orang dewasa, lalu disusul dengan program pertama untuk remaja di Louisiana pada 1985. Hingga pertengahan 1990-an, puluhan negara bagian dan bahkan sekolah mulai menerapkan versi mereka masing-masing.

Popularitas boot camp tak berjalan tanpa kritik. Para akademisi dan praktisi mempertanyakan apakah struktur semi-militer itu benar-benar cocok untuk rehabilitasi remaja. Kritik yang mengemuka antara lain bahwa boot camp gagal menyentuh akar penyebab kenakalan, seperti lingkungan sosial dan trauma psikologis.

Gaya pelatihan yang mengandalkan disiplin keras, penghinaan terencana, serta tekanan fisik dinilai lebih cocok untuk militer, bukan remaja yang sedang dalam masa tumbuh-kembang. Secara ideologis, pendekatan ini dianggap bertolak belakang dengan prinsip pemulihan dan pendidikan yang selama ini dijunjung tinggi dalam sistem peradilan anak.

Lalu, bagaimana dengan efektivitasnya? Hasil analisis terhadap puluhan dokumen dan studi ilmiah di sejumlah boot camp AS menunjukkan bahwa program ini—terutama yang ditujukan untuk remaja di bawah 18 tahun—tidak berdampak signifikan dalam menurunkan angka residivisme atau pengulangan tindak pidana pesertanya.

Dari 23 studi yang secara khusus meneliti boot camp bagi remaja nakal, mayoritas (14 studi) menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara peserta boot camp dan kelompok kontrol dalam hal kecenderungan melakukan pelanggaran ulang. Bahkan, empat studi menunjukkan peningkatan angka residivisme setelah menjalani program. Meski ada lima studi yang mencatat penurunan, pola ini tidak konsisten dan tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar bahwa boot camp efektif sebagai alat rehabilitasi.

Yang menarik, sebagian studi menunjukkan bahwa kehadiran layanan rehabilitasi seperti konseling, pelatihan keterampilan, atau layanan aftercare, berpotensi memperbaiki hasil program. Empat dari lima studi yang mencatat penurunan residivisme menyertakan elemen rehabilitatif di dalamnya. Sebaliknya, tiga dari empat studi yang menemukan peningkatan residivisme justru tidak menyertakan komponen tersebut.

Tapi, korelasi ini tidak selalu konsisten. Sebanyak 12 dari 14 studi yang menunjukkan tidak ada perubahan berarti dalam residivisme ternyata juga berasal dari boot camp yang menyertakan unsur rehabilitasi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keberadaan konseling atau pelatihan saja belum cukup. Dengan kata lain, menambahkan layanan rehabilitatif ke dalam kerangka disiplin militer tidak otomatis membuat program lebih efektif, terutama jika pendekatannya tidak benar-benar dirancang untuk menjawab kebutuhan individu peserta.

Untuk boot camp yang mencakup pelaku dewasa dan remaja secara bersamaan, hasilnya juga tidak jauh berbeda. Dari 24 studi yang dianalisis, 13 menunjukkan tidak ada efek terhadap residivisme. Hanya sembilan studi yang mencatat adanya penurunan, dan tiga justru menunjukkan peningkatan risiko pelanggaran ulang.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 20 Sep 2025, 20:11 WIB

Kiat Sukses Manfaatkan Platform Digital untuk Dongkrak Pendapatan UMKM

Pemanfaatan platform digital terbukti menjadi kunci kesuksesan bagi banyak pelaku UMKM di Bandung. Tiga brand lokal, yakni NVSR, ASNH, dan Hoops, menjadi contoh nyata bagaimana keberanian berinovasi
Staf NVSR sedang melakukan Live Streaming produk di platform digital. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Biz 20 Sep 2025, 10:36 WIB

Risol Bandung, Cemilan Paling Hits dan Bikin Ketagihan

Bicara soal jajanan di Kota Kembang memang tak ada habisnya. Salah satu camilan yang selalu punya tempat di hati warganya adalah risol. Camilan berkulit tipis dengan tekstur renyah ini kini hadir deng
Ilustrasi Risol (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 20 Sep 2025, 09:22 WIB

Toko Jamu Babah Kuya, Warisan Obat Herbal Sejak Abad 19

Di balik kesibukan kawasan Pasar Baru, berdiri sebuah toko tua yang masih setia menjaga tradisi pengobatan herbal. Cat kuning di bangunannya menjadi penanda keberadaan Toko Jamu Babah Kuya, yang sudah
Toko Jamu Babah Kuya (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 21:25 WIB

Budaya Overworked di Kalangan Milenial dan Gen Z: Fleksibilitas yang Menyamar Jadi Tekanan

Teknologi yang semestinya memudahkan menjadi sumber tekanan baru. Email, WhatsApp, dan platform kerja digital membuat batas antara jam kerja dan waktu pribadi menjadi kabur.
Fenomena overworked alias bekerja melebihi jam kerja normal kian marak, terutama di kalangan milenial dan Gen Z yang mendominasi industri kreatif dan digital. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 19 Sep 2025, 20:14 WIB

Duo Bandung Kembali ‘Mengguncang’ China

Fajar Alfian dan Muhammad Shohibul Fikri, diharapkan mampu menunjukkan aksi brilian lagi di China.
Fajar Alfian (depan) Muhammad Shohibul Fikri (belakang). (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 19:57 WIB

Cashless dan Cita Rasa, Ketika UMKM Kuliner Menyatu dengan Teknologi

FKB menjadi panggung kolosal bagi ratusan UMKM kuliner sekaligus laboratorium hidup bagi transformasi digital yang semakin meresap ke sendi-sendi ekonomi lokal.
Fenomena cashless di FKB bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal inklusi. Banyak pelaku UMKM yang sebelumnya mengandalkan transaksi tunai kini mulai terbiasa dengan sistem digital.
Ayo Jelajah 19 Sep 2025, 19:17 WIB

Jejak sejarah Perlawanan Rakyat Bandung terhadap Kerja Paksa Koi Era Kolonial

VOC mengubah kopi jadi kewajiban paksa. Bagaimana rakyat Bandung dan Priangan menemukan cara cerdas hingga getir untuk melawan penindasan?
Potret pribumi pekerja kopi di Jawa tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 19:06 WIB

Ledakan Klinik Estetik di Bandung: Antara Tren, Teknologi, dan Filosofi Cantik Bertanggung Jawab

Geliat klinik estetik di Bandung menunjukkan pertumbuhan signifikan, menjawab kebutuhan masyarakat urban yang semakin sadar akan pentingnya perawatan kulit.
Geliat klinik estetik di Bandung menunjukkan pertumbuhan signifikan, menjawab kebutuhan masyarakat urban yang semakin sadar akan pentingnya perawatan kulit. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 19 Sep 2025, 18:21 WIB

Menelusuri Keresahan Hati Seniman lewat Karya Selasar Sunaryo Art Space

Keresahan bisa dituangkan dalam bentuk apa pun, salah satunya adalah lukisan dan pahatan yang bertemu di Selasar Sunaryo Art Space.
Sejuta Mata Karya Sunaryo (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 16:25 WIB

3 Kunci Penting Jika Ingin Nyemplung ke Bisnis Fashion

Perjalanan sebuah usaha kecil menengah (UMKM) kerap diwarnai oleh cerita jatuh bangun. Dari keterbatasan modal, tekanan persaingan, hingga tantangan teknologi, semua menjadi bagian dari proses
Produk NVSR (Foto: Instagram NVSR)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 15:04 WIB

Tas Jinjing Wanita, Bukan Hanya Sekedar Gaya

Tas wanita berfungsi sebagai wadah praktis untuk membawa barang-barang pribadi, mulai dari dompet, ponsel, kunci, hingga perlengkapan kosmetik dan kebutuhan kerja. Namun, tas ini tidak hanya sebatas
Ilustrasi Tas Wanita. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 19 Sep 2025, 14:30 WIB

Baso Mang Tatang, Detinasi Kuliner Wajib Saat Berkunjung ke Al-jabbar

Setelah beribadah atau berwisata di Masjid Raya Al-Jabbar, banyak pengunjung memilih singgah ke sebuah warung bakso yang sedang naik daun, Baso Mang Tatang. Lokasinya hanya sekitar 900 meter dari masj
Masjid Al-Jabbar (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Jelajah 19 Sep 2025, 13:05 WIB

Sejarah Dongeng Si Kabayan, Orang Kampung Pemalas yang Licin dan Jenaka

Sejarah Si Kabayan lahir dari dongeng lisan di sawah Priangan. Kini ia dikenal di seluruh Indonesia lewat buku, film, dan sinetron.
Sampul dongng SI Kabayan terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Ayo Netizen 19 Sep 2025, 11:54 WIB

Bandung dan Sebagian Sistem Administrasi Pendidikan yang Masih Semrawut

Banyak sisi gelap Kota Bandung yang belum diketahui masyarakat, salah satunya adalah kejamnya dunia pendidikan.
Sisi Gelap Sistem Administrasi Perguruan Tinggi di Kota Bandung (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Beranda 19 Sep 2025, 09:36 WIB

Berlari Menantang Batas: Egi dan Gita Buktikan Disabilitas Tak Halangi Prestasi

Meski begitu, ia berharap kesetaraan tersebut terus dijaga, sebab baik atlet disabilitas maupun non-disabilitas sama-sama mengharumkan nama daerah dan negara.
Egi adalah penyandang disabilitas low vision netra, sebuah gangguan penglihatan permanen. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 19 Sep 2025, 07:26 WIB

Kegiatan Literasi yang Membangun Nalar Kiritis Siswa

Halaman-halaman dari setiap bacaan atau episode, menjadi jembatan dan penerangan mimpi, membuka imajinasi.
Foto Kegiatan Membaca Komprehensif SMPN 1 Kasokandel (Foto: Muhammad Assegaf)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 20:46 WIB

Ketika Kuliner dan Visual Berpadu Resto Estetik Menjadi Destinasi Favorit

Generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, menjadikan kafe dan restoran sebagai latar konten, ruang ekspresi, bahkan simbol gaya hidup.
Bukan sekadar tempat bersantap, resto estetik kini menjadi destinasi wisata tersendiri. (Sumber: Instagram @Teuan.id)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 20:01 WIB

Filsafat Seni Islam

Tak ada salahnya membicarakan filsafat seni dalam agama Islam.
Ilustrasi karya seni yang islami. (Sumber: Pexels/Andreea Ch)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 19:15 WIB

Komunitas Semut Foto Membangun Ekosistem Kreatif yang Menggerakkan Peluang Bisnis

Tanpa batas usia, tanpa syarat keanggotaan, dan tanpa biaya, KSF berdiri sebagai ruang inklusif yang merayakan keberagaman dalam seni visual.
Tanpa batas usia, tanpa syarat keanggotaan, dan tanpa biaya, KSF berdiri sebagai ruang inklusif yang merayakan keberagaman dalam seni visual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 18:14 WIB

Geliat Industri Printing IKM Jawa Barat di Tengah Ekonomi Lesu: Antara Inovasi dan Ketahanan

Di tengah bayang-bayang pelemahan ekonomi nasional, geliat industri printing skala kecil dan menengah (IKM) di Jawa Barat justru menunjukkan ketahanan.
Permintaan terhadap produk custom printing, print-on-demand, dan desain ramah lingkungan terus meningkat, membuka peluang baru bagi pelaku UMKM yang mampu beradaptasi dengan tren pasar. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)