Malam itu, suasana panggung Teater Pena Jurnalistik berjalan seperti biasa. Lampu yang hangat memberikan cahaya semu di Bale Teras Sunda, para pemain masuk memberikan penampilan sesuai karakternya, dan penonton duduk dengan antusias menyaksikan pertunjukan berjudul Para Pencari Loker.
Hingga sebuah suara keras memecah ritme, “bruk” sebuah pintu properti tiba-tiba jatuh tepat di tengah adegan. Seketika ruangan tersentak. Namun bukannya runtuh, momen itu justru menjelma menjadi salah satu detik paling hidup dalam pertunjukan tersebut.
Insiden itu terjadi begitu cepat ketika tas seorang pemain menyenggol properti berbentuk pintu di hadapan penonton. Sesaat panggung seolah membeku. Namun Mujiburrahman Dinejad, yang dikenal sebagai Nejad, salah satu talent yang tak membiarkan diam menelan cerita.
“Wah, ibu kos pasti marah sama gua,” dengan refleks cepat ia melemparkan kalimat yang tak tertulis di naskah. Penonton pun seketika kembali terseret masuk ke dalam suasana cerita.
Nejad mengaku kejadian itu benar-benar membuatnya kaget.
“Yang pasti kaget, shock,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa sejak sebelum tampil, sutradara sudah mewanti-wanti agar pintu itu digunakan dengan hati-hati. Namun nasib berkata lain, tas yang ia bawa menyenggol pintu, dan insiden pun terjadi.
Meski begitu, improvisasi muncul secara spontan. “Sebagai aktor, kita sudah masuk ke dunia cerita. Saya posisinya sebagai anak kos yang merusak barang ibu kos. Jadi spontanitas saya ya harus seperti itu,” jelasnya. Ia juga mengakui bahwa keberhasilan improvisasinya terbukti dari reaksi penonton. Banyak yang memuji ketenangannya, bahkan mengira kejadian itu merupakan bagian dari naskah.
Menurut Nejad, tekanan terbesar justru datang dari dirinya sendiri karena ini adalah pertama kalinya ia tampil dalam teater. Namun ia memilih bertahan dalam karakter tanpa jeda.
“Apa pun yang terjadi di atas panggung sudah milik kita para aktor,” katanya.
Rifaldy, pemain lain yang berada tak jauh dari lokasi kejadian, mengaku pikirannya saat itu juga spontan. Dengan gaya lugas, ia sempat mencaci kecerobohan Nejad, tetapi setelah melihat improvisasi tersebut, ia justru merasa salut atas profesionalisme yang ditunjukkan.
Menurutnya, improvisasi itu tidak berlebihan meski karakter Nejad dikenal ceroboh. Ia menambahkan bahwa dari perspektif pemain, momen jatuhnya properti tersebut adalah detik yang tegang karena berpotensi merusak ritme pemain dan penonton. Namun ketika melihat penonton tertawa, ia sadar bahwa situasinya tidak seburuk yang ia bayangkan.
Rifaldy sempat terpikir untuk ikut berimprovisasi, tetapi dialognya tidak masuk ke alur cerita sehingga ia memilih menahan diri. Baginya, strategi antisipasi tetap penting karena kejadian semacam ini bisa terjadi kapan saja. Ia meyakini momen tersebut akan dikenang sebagai salah satu highlight penting malam itu.
“Barang jatuh itu otomatis menarik perhatian penonton. Pasti jadi momen yang di-highlight,” katanya.
Dari sisi penonton, emosi bercampur antara kaget dan kagum. Firmansyah, salah satu penonton, mengaku sempat mengira pertunjukan akan berhenti.
“Wah, kata aku teh, kayaknya ini Teater Pena bakal diulang,” ujarnya.
Namun ia terkejut ketika melihat para pemain tetap melanjutkan adegan dengan profesional.

Menurut Firmansyah, improvisasi Nejad justru membuat pertunjukan terasa lebih hidup. Ia bahkan menilai spontanitas tersebut setara dengan aktor profesional yang memiliki jam terbang tinggi.
“Kirain itu ada di naskah, ternyata nggak direncanain,” katanya sambil tertawa.
Baginya, meski kejadian itu merupakan kecelakaan panggung, momen tersebut tetap menjadi highlight pertunjukan karena jarang terjadi. Penilaian akhirnya pun mantap, “10/10.”
Insiden kecil itu tak hanya memperlihatkan kerentanan panggung, tetapi juga ketajaman insting para pemain Teater Pena. Sebuah pintu yang jatuh berubah menjadi pemantik kreativitas. Improvisasi yang lahir dalam hitungan detik mencerminkan bagaimana aktor bekerja cepat, terhubung dengan karakter, dan mampu menyelamatkan ritme pertunjukan.
Nejad menutup pengalamannya dengan rasa bangga. Ia tidak hanya berhasil menjaga alur cerita, tetapi juga meninggalkan kisah tersendiri di balik layar Teater Pena.
“Selain jadi bahan candaan, itu juga jadi pembelajaran buat semua orang agar lebih hati-hati,” ujarnya.
Pada akhirnya, malam itu membuktikan satu hal: kadang momen terbaik dalam teater bukan yang sempurna, melainkan yang paling jujur, spontan, dan tidak terduga. (*)
