AYOBANDUNG.ID – Bagi Bobotoh, terutama di era 1990 hingga 2000-an, nama Asep Sumantri tentu bukanlah sosok asing. Ia adalah salah satu pemain yang turut mengantarkan Persib Bandung meraih berbagai gelar juara dalam sejarahnya.
Pria yang akrab disapa Ujeb ini pernah membawa Persib menjadi juara dalam dua peran berbeda—saat masih aktif sebagai pemain, dan ketika menjabat sebagai asisten pelatih.
Sebagai pemain, Asep berhasil mempersembahkan tiga gelar juara, yakni pada era Perserikatan 1989/1990, 1993/1994, serta Liga Indonesia pertama 1994/1995.
Saat menjadi asisten pelatih, Asep kembali mengukir prestasi dengan membawa Persib menjuarai Indonesia Super League (ISL) 2014 bersama pelatih kepala Djadjang Nurdjaman. Di luar lapangan, Asep juga mencatatkan pencapaian membanggakan dengan meraih gelar Doktor Ilmu Sosial.
Prestasi yang diraih Asep tentu tidak datang begitu saja. Ia menapaki jalan panjang dalam dunia sepakbola dan pendidikan. Lahir di Bandung, 20 Januari 1970, Asep mulai bermain bola sejak usia 8 tahun bersama PS Propelat Bandung, berlatih di Stadion Siliwangi yang kemudian menjadi rumah kedua baginya.
"Pertama bermain sepakbola usia 8 tahun, latihan di Propelet bukan SSB (sekolah sepakbola) dulu PS belum ada SSB, sekitar tahun 1978 latihannya dulu di Stadion Siliwangi 8 tahun sampai 10 tahun, dulu kan enggak ada kompetisi 8 sampai 10 tahun," kata Asep.
Meski belum ada kompetisi resmi saat itu, Asep terus berlatih hingga akhirnya di usia 12 tahun ia menjadi anak gawang dalam pertandingan yang melibatkan legenda Persib, Adjat Sudrajat. Selain itu, ia sering menyaksikan langsung laga-laga Persib bersama sang ayah.
"Waktu usia 12 tahun jadi anak gawang saat Adjat Sudrajat bertanding di Siliwangi. Jadi dulu selain latihan atau gak jadi anak gawang, sering diajak nonton Persib juga sama bapak di tribun utara," kenangnya.

Karier Asep mulai bersinar di usia 15 tahun saat terpilih mewakili Jawa Barat pada kejuaraan Haornas, dan berhasil meraih juara nasional. Ia kemudian kembali ke Propelat dan mengikuti sejumlah kompetisi, termasuk Piala Djarum mewakili Kota Bandung.
"Di usia 14 tahun menuju 15 ada Haornas usia 16 tahun, saya kepilih untuk mewakili Jabar saat itu pelatihnya Agus WS dan Budiharto juara nasional saat itu bareng bersama Heri Setiawan," ucapnya.
"Setelah main di Propelat saat itu pelatihnya Pak Nandar Iskandar enggak lama kompetisi-kompetisi saya dipanggil untuk ikut Piala Djarum di Kota Bandung pelatihnya Encas Tonif, Piala Djarum," ujarnya.
Tahun 1988, saat berusia 18 tahun, Asep resmi bergabung dengan tim utama Persib dan langsung dimainkan pada turnamen Piala Persija. Ia mengisi posisi gelandang bertahan menggantikan Iwan Suko yang sudah pensiun.
"Sekitar tahun 88 kebetulan Iwan Suko sudah tidak main, saya masuk. Pas saya masuk di Persib itu main di Piala Persija. Saat itu langsung inti sekitar umur 18 jadi gelandang bertahan," katanya.
Selain bermain di turnamen-turnamen, Asep juga sempat memperkuat tim PON Jawa Barat yang saat itu diperkuat banyak pemain Persib dan Persita Tangerang. Setelah itu, ia kembali ke Persib dan ikut membawa tim menjuarai Perserikatan 1989/1990.
"Balik lagi ke Persib main lagi di turnamen beberapa turnamen dan kompetisi perserikatan saya langsung inti saat itu gelandang bertahan dan juara," ucapnya.
Sejak awal bergabung, Asep menjadi andalan di lini tengah Persib. Namun mulai 1992, ia mulai berbagi peran dengan Yudi Guntara. Ia tetap jadi bagian penting tim saat Persib menjuarai Perserikatan 1993/1994 dan Liga Indonesia 1994/1995.
"Jadi saat itu inti terus, kemudian 1992 itu sering gantian sama Yudi Guntara yang masuk dan perserikatan terakhir juara kemudian Liga 1 Liga pertama itu di situ inti gantian sama Yudi sama Asep Munir, terus berjalan sampai akhirnya juara lagi di Liga 1 itu Alhamdulillah," ungkapnya.
Setelah mengantar Persib juara di tiga era, Asep memutuskan pensiun menjelang Liga Indonesia ketiga pada 1998. Ia menolak tawaran dari beberapa klub lain dan memilih fokus bekerja serta menjadikan Persib sebagai satu-satunya klub profesional yang pernah ia bela.
"Berhenti sebagai pemain itu 98 pas mau Liga ke-3 saat itu berhenti total. Meskipun saat itu banyak yang menawari Barito, PKT, Pelita tapi karena fokusnya itu sudah bekerja, saat itu transisi pelatih dari Risnandar ke Nandar," katanya.
Tahun 2000-an, Asep kembali ke dunia sepakbola sebagai pelatih. Ia meniti karier dari Persib U-15, lalu menjadi pelatih kepala Persib Junior, hingga akhirnya menjadi asisten pelatih tim senior dan ikut membawa Persib menjuarai ISL 2014.
"Jadi asisten U-15 kemudian jadi pelatih kepala di Persib Junior juara Jawa Barat naik lagi asisten 21 naik lagi jadi pelatih kepala 21 baru ditarik ke senior sama Pak Djadjang," jelasnya.
Namun, setelah musim 2017, Asep memutuskan untuk mundur karena alasan kesehatan dan fokus bekerja sebagai ASN di Pemerintah Kota Bandung.
"Sampai terakhir di situ sama Persib juara di Persib dan pas Pak Djadjang pindah itu saya masih di Persib sih sama Dejan, cuma saya waktu itu kondisinya sakit jadi berhenti," ungkapnya.
Asep menilai, puncak kariernya sebagai pemain adalah saat membawa Persib meraih tiga gelar besar, ditambah kesuksesan di ISL 2014 sebagai asisten pelatih.
"Ya kalau karir pemain yang jadi pemainnya itu 90 sama 94 karena saya masuk itu Persib juara di Perserikatan terkahir juara dan Liga pertama juara pokoknya sangat berkesan itu pas jura, kalau pas jadi asisten pas 2014 itu juara juga, Alhamdulillah," katanya.
Di luar sepakbola, Asep juga menaruh perhatian besar pada pendidikan. Ia resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Sosial dari Universitas Pasundan Bandung pada 2024 lalu.
"Jadi begini dulu saya itu jarang sekolah, orang tua memberi pesan kepada saya 'Sep pemain bola mah isuk pageto ereun, tapi ilmu mau sampai kamana ge bisa dipake moal lengit, peperiheun dulu tara sakola jadi sok sekarang sakola', jadi itu motivasinya pas beres sepakbola fokus sambil kerja dan pendidikan," jelasnya.
Saat ini, Asep aktif sebagai ASN di Kota Bandung dan juga mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STIAI) Syamsul Ulum, Sukabumi. Ia masih terlibat di sepakbola meski tidak secara intens.
"Aktivitas saya sekarang ASN di Kota Bandung, sambil ngajar di STIA Syamsul Ulum, jadi memanfaatkan ilmu yang saya dapat. Kalau, sepakbola masih suka ngelatih tapi bukan tim kaya instasi misalnya nyuruh ngelatih. Kalau main bola langsung jarang, tapi tetap memantau mengamati juga tentang sepakbola dan Persib," jelasnya.

Pada pertengahan tahun lalu, Asep menjalani Sidang Terbuka Promosi Doktor di Program Ilmu Sosial Pascasarjana Universitas Pasundan dan lulus dengan indeks prestasi memuaskan.
Sidang yang dipimpin tujuh Guru Besar tersebut menetapkan Asep sebagai lulusan ke-154 program doktor Unpas. Gelar ini melengkapi deretan prestasi Asep yang sebelumnya dikenal sebagai legenda sepakbola.
Momen bersejarah itu disaksikan langsung oleh kedua orang tuanya, mantan Wali Kota Bandung sekaligus Ketua Umum Persib 2004–2008 Dada Rosada, eks pelatih Persib Djadjang Nurdjaman, serta legenda Persib lainnya seperti Ganjar Nugraha dan Yudi Guntara.
Bagi Asep, semua pencapaian ini tidak lepas dari doa serta dukungan penuh keluarga, termasuk orang tua dan anak-anaknya. (Arif Rahman)