Sejarah Pertempuran Rawayan 1946, Gugurnya 43 Pemuda saat Bandung Terbelah Dua

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Rabu 13 Agu 2025, 06:02 WIB
Tentara pribumi dengan senjata senapan mesin karabin Madsen dari KNIL. (Sumber: Wikimedia)

Tentara pribumi dengan senjata senapan mesin karabin Madsen dari KNIL. (Sumber: Wikimedia)

AYOBANDUNG.ID - Bandung pada tahun 1946 adalah kota yang baru saja terbakar amarah. Peristiwa Bandung Lautan Api—24-25 Maret 1946—membuat pasukan Republik mundur sejauh 11 km dari pusat kota. Mereka meninggalkan Bandung dalam kobaran api, bukan karena putus asa, melainkan karena tekad: lebih baik membakar kota daripada menyerahkannya utuh kepada Belanda.

Pasukan pejuang kemudian menyebar ke luar kota. Di selatan Bandung, kekuatan ini terhimpun di bawah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MPPP). Markas MPPP berada di Baleendah-Ciparay, menjadi pusat koordinasi antara TNI dan berbagai laskar rakyat. Di sinilah strategi perang gerilya disusun, sambil mengawasi garis demarkasi yang memisahkan wilayah Republik dengan Belanda.

Buku Monumen Perjuangan di Jawa Barat mencatat Jembatan Rawayan adalah salah satu titik rawan di wilayah tersebut. Bukan kebetulan jika jembatan ini menjadi rawan. Letaknya persis di garis demarkasi yang sudah disepakati Sekutu yang membonceng Belanda dan Republik kala itu. Kesepakatan yang membagi wilayah itu memang sudah dibuat: sebelah utara Sungai Cisangkuy dan Citarum dikuasai Belanda, sebelah selatan dipegang Republik.

Kesepakatan pembagian Bandung menjadi dua wilayah ini muncul stelah tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan warga Bandung untuk meninggalkan kota dan menyerahkan senjata yang telah dirampas dari Jepang. Ultimatum pertama menyebutkan bahwa penduduk harus mengosongkan Bandung Utara dan pindah ke selatan, dengan batas waktu dua hari yaitu pada 29 November 1945. Bagi penduduk yang tidak segera pergi, mereka akan ditangkap.

Sebagai konsekuensi, Bandung resmi terbagi dua. Bagian utara dianggap daerah Sekutu, sedangkan bagian selatan menjadi wilayah Republik Indonesia. Garis pemisahnya adalah rel kereta api yang membujur dari barat ke timur, termasuk Jembatan Rawayan yang menjadi garis pembelah di Sungai Cisangkuy. Pembagian ini dimaksudkan untuk menghindarkan bentrokan senjata antara pasukan pejuang dengan pasukan Sekutu, yang saat itu sudah sangat panas akibat ketegangan dan konflik yang menguat seiring kedatangan NICA.

Jembatan Rawayan sendiri menghubungkan Desa Kiangroke dengan Desa Cangkuang, Kecamatan Banjaran.

Baca Juga: Pemberontakan APRA Westerling di Bandung, Kudeta yang Percepat Keruntuhan RIS

Bagi para pejuang, batas ini hanyalah ilusi. Pasukan TNI dan laskar rakyat kerap melakukan serangan mendadak. Salah satu yang terkenal adalah aksi Moh. Toha yang meledakkan gudang amunisi di Dayeuhkolot pada 11 Juli 1946. Balasannya pun keras. Pada 31 Juli 1946, pasukan Belanda menerobos Citarum dan menduduki Banjaran selama delapan jam.

Wilayah Banjaran dan Dayeuhkolot menjadi ajang saling serang. Pagi ini Republik yang menyerang, sore nanti giliran Belanda. Pasukan di daerah ini selalu harus siap tempur. Peran mata-mata sangat vital. Informasi tentang pergerakan lawan bisa berarti hidup atau mati.

Di tengah situasi seperti itu, datanglah Senin pagi, 28 Ramadhan 1365 H atau 26 Agustus 1946. Pasukan Republik bergerak menuju sekitar Jembatan Rawayan. Gabungan kekuatan itu terdiri dari kesatuan TRIKA pimpinan Kapten Kadarusno dan Polisi Tentara di bawah Kapten Gandawijaya. Mereka bergerak mengikuti pematang sawah, mungkin sambil mengandalkan pengetahuan medan.

Tapi, tanpa mereka sadari, Belanda telah lebih dulu tahu rute mereka. Pasukan musuh, lengkap dengan persenjataan, sudah menunggu. Sekitar pukul 08.00 pagi, suasana yang mungkin tenang hanya sesaat sebelumnya pecah oleh “rentetan bunyi tembakan”. Tembakan itu dibalas, dan pertempuran pun pecah.

Belanda sudah mengepung rapat. Pasukan Republik melawan sekuat tenaga, tetapi tak bisa menembus lingkaran. Persenjataan musuh jauh lebih unggul. “Banyak di antara mereka gugur di medan tempur, sebagian lagi berhasil meloloskan diri,” demikian catatan peristiwa itu.

Penduduk sekitar panik. Laki-laki bersembunyi, meninggalkan rumah. Justru para ibu yang pertama mendekat ke lokasi usai suara tembakan mereda. Dari Kampung Pataruman, Sukesih, Eras, dan Darsih datang, mengangkat satu per satu jenazah pejuang dari tengah sawah. Alat yang mereka gunakan bukan tandu resmi, melainkan tangga bambu dan badodon—alat tangkap ikan dari bambu.

Jumlah korban mencapai 43 pejuang gugur. Mayoritas berusia sekitar 20 tahun—usia yang biasanya masih sibuk memikirkan masa depan, tapi mereka memilih mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan. Sebagian besar dari pasukan TRIKA, satu dari Polisi Tentara, dan seorang warga sipil bernama H. Sarbini. Banyak yang dipercaya berasal dari Tasikmalaya.

Jenazah mereka dibawa ke Balai Desa Kiangroke dan markas TRI di Kampung Tarigu sebelum keesokan harinya diangkut dengan truk ke Pangalengan. Mereka dimakamkan di Ciwidara dan Cinere—tanah dingin pegunungan yang kini menjadi tempat abadi anak-anak muda itu.

Bandung Lautan Api. (Sumber: Wikimedia)
Bandung Lautan Api. (Sumber: Wikimedia)

Tugu Peringatan Perjuangan Rawayan Dua Kali Dibangun

Dua puluh lima tahun setelah pertempuran, Kiangroke belum melupakan peristiwa itu. Pada 21 April 1971, diadakan musyawarah antara kepala desa, para tokoh veteran, dan Camat Banjaran. Kepala Desa saat itu menyetujui ide membangun monumen. Alasannya sederhana: di banyak tempat lain sudah ada tugu peringatan pertempuran 1945, sementara di Kiangroke—yang punya kisah heroik sendiri—belum ada.

Bangunan monumen pertama dibuat pada 21 November 1979 di dekat Jembatan Rawayan. Namun, lokasinya terlalu sempit untuk upacara, sehingga pada 1981 diputuskan membangun monumen baru di lokasi yang lebih representatif: depan lapangan sepak bola Desa Margahurip (pecahan dari Kiangroke).

Pembangunan monumen kedua dimulai pada 28 Oktober 1981, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Biayanya dari hasil kas desa dan swadaya masyarakat. Lima tiang besar meruncing melambangkan bambu runcing, senjata rakyat yang sederhana tapi mematikan. Lima tiang lebih kecil dihiasi bekas peluru mortir—lambang kekuatan militer Belanda. Kombinasi ini seakan menggambarkan ketimpangan kekuatan pada 26 Agustus 1946, tapi juga keteguhan hati melawan.

Baca Juga: Sejarah Vila Isola Bandung, Istana Kolonial Basis Pasukan Sekutu hingga jadi Gedung Rektorat UPI

"Telah gugur 43 kesatria Pahlawan Bangsa ketika mempertahankan kemerdekaan melawan tentara Belanda di sekitar Sasak Rawayan pada hari Senin tanggal 26-8-1946. 28 Ramadhan 1365," demikian tertulis dalam prasasti tugu peringatan.

Kini, Monumen Perjuangan Rawayan berdiri di pinggir jalan, mudah dijangkau siapa saja yang ingin mengenang. Lokasinya strategis untuk peringatan hari-hari besar, seperti 17 Agustus atau Sumpah Pemuda. Lebih dari sekadar tumpukan batu dan besi, ia adalah penanda bahwa di tanah ini, 43 anak muda pernah memilih mati berdiri daripada hidup berlutut.

Bagi warga Kiangroke, monumen itu adalah warisan. Bagi sejarawan, ia adalah sumber cerita tentang bagaimana perang kemerdekaan bukan hanya terjadi di kota besar, tapi juga di pematang sawah desa yang mungkin tak terkenal di peta.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 21 Nov 2025, 17:55 WIB

Blogger BDG Menjaga Semangat Kota Bandung Lewat Cerita dan Komunitas

Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta.
Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:27 WIB

Melihat Tuturan 'Arogan' dari Kacamata Linguistik

Esai ini membedah percakapan anggota DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, dengan peserta pada suatu forum SPPG di Bandung.
Jikapun ada masyarakat yang bersikap arogan pada pemerintah atau pejabat lantas memangnya kenapa? (Sumber: Ilustrasi oleh ChatGPT)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:02 WIB

Mewujudkan Kota Bandung yang Ramah bagi Wisata Pedestrian

Trotoar-trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pedestrian beralih fungsi menjadi tempat parkir kendaraan, khususnya roda dua.
Pengerjaan revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Lombok Kota Bandung pada Jumat, 26 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:43 WIB

Sanghyang Kenit: Surga Wisata Alam Bandung Barat, Tawarkan Banyak Wahana dalam Satu Destinasi

Salah satu destinasi yang semakin populer adalah Sanghyang Kenit, sebuah kawasan wisata alam yang terletak di Cisameng, Kecamatan Cipatat.
tebing batu unik di Sanghyang Kenit yang dialiri arus sungai deras, menciptakan pemandangan alam yang khas dan menarik perhatian pengunjung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Nada Ratu Nazzala)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)