Sejarah Vila Isola Bandung, Istana Kolonial Basis Pasukan Sekutu hingga jadi Gedung Rektorat UPI

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Selasa 29 Jul 2025, 17:08 WIB
Vila Isola Bandung yang menyimpan banyak sejarah. (Sumber: Villa Isola: Moderne Woning Architectuur In Ned. Indié)

Vila Isola Bandung yang menyimpan banyak sejarah. (Sumber: Villa Isola: Moderne Woning Architectuur In Ned. Indié)

AYOBANDUNG.ID - Di tikungan besar di Jalan Lembang, yang kini lebih dikenal sebagai kawasan Setiabudi, Bandung Utara, berdiri sebuah bangunan megah bergaya art deco yang tak lekang oleh waktu: Villa Isola. Ia tak sekadar rumah tinggal, bukan pula cuma simbol gaya hidup elite kolonial.

Bangunan ini adalah saksi bisu sejarah panjang Indonesia, dari era kejayaan pers Hindia Belanda hingga pertempuran revolusi kemerdekaan. Jejaknya membentang dari gemerlap pesta malam peresmian, dentuman meriam perang, hingga pekik semangat para guru masa depan.

Dalam risalahnya Villa Isola: Venesia Kecil di Bandung Utara, Rahmat Kurnia menyatakan villa Isola mulai dibangun pada Maret 1933 dan rampung pada Desember di tahun yang sama. Proyek ini melibatkan sekitar 700 pekerja dan berada di bawah supervisi biro konstruksi Algemeen Ingenieurs en Architecten (AIA). Sosok di balik desainnya adalah Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker, arsitek flamboyan kelahiran Banyubiru, Semarang, yang acap dibandingkan dengan Frank Lloyd Wright.

Bagi Schoemaker sendiri, Villa Isola bukan tugas mudah. "Villa Isola adalah salah satu penugasan arsitektur paling sulit yang pernah ditangani," tulis JC Van Dullemen dalam buku Arsitektur Tropis Modern yang dikutip Rahmat. Bangunan ini harus mengikuti kontur tanah, berpadu dengan lanskap Bandung utara yang berbukit, sekaligus tetap mempertahankan gaya tropis modern yang jadi ciri khas Schoemaker.

Tapi di balik tantangan arsitektural itu, berdiri seorang tokoh penting yang menjadi pemilik rumah: Dominique Willem Berretty, pendiri kantor berita ANETA (Algemeen Nieuws- en Telegraaf-Agentschap). Berretty memulai kariernya sebagai wartawan muda di Bataviaasch Nieuwsblad pada tahun 1910. Lewat ANETA yang didirikannya pada 1917, ia mengubah wajah jurnalistik di Hindia Belanda. Saat koran-koran masih mengandalkan telegram lamban dari Eropa, ANETA bisa menyampaikan berita secara cepat berkat jaringan koresponden global yang ia bangun sendiri.

Baca Juga: Salah Hari Ulang Tahun, Kota Bandung jadi Korban Prank Kolonial Terpanjang

Tak heran jika Berretty menjadi jurnalis paling berpengaruh di masa itu. Namun, kekuasaan membawa masalah. Pada 1930, ia diperiksa karena dituduh memonopoli informasi. Nama baiknya tercoreng. Dalam tekanan, Berretty memilih menjauh dari keramaian. Ia mencari pelarian di Bandung Utara. Maka lahirlah Isola. Nama yang diambil dari filosofi Berretty sendiri: M'isollo e vivo yang artinya "aku mengasingkan diri dan bertahan hidup".

Peresmian Villa Isola pada 21 Desember 1933 berlangsung megah. Surat kabar De Indische Courant melaporkan, "Pada Sabtu malam, vila Isola, rumah Bapak D. W. Berretty yang terletak di Lembangweg, diresmikan secara meriah." Tamu-tamu dari kalangan pers dan elite sosial memenuhi ruang biliar Isola. Mereka disambut dengan tur ke seluruh bagian rumah oleh Schoemaker: dari ruang tamu lapang, ruang kerja, kamar-kamar tamu, hingga taman atap yang diterangi dua obor besar.

Interiornya memukau: lampu gantung ala Venesia, perabot mahal, dan lukisan-lukisan karya seniman India dan Eropa. Salah satu lukisan besar menggambarkan lanskap dari sisi timur Isola. Dalam satu ruangan bawah tanah yang luas, diputar film dokumenter pembangunan vila ini. Ruang itu seolah berubah menjadi bioskop pribadi. Para tamu menonton dokumenter berjudul Isola, menyaksikan transformasi tanah kosong menjadi bangunan megah hanya dalam sembilan bulan.

Jamuan makan menyusul. Meja makan yang mampu menampung 60 orang penuh dengan perbincangan, tawa, dan toast bersulang. "Untuk Tuan Berretty, untuk Isola, untuk ANETA, dan untuk putri mereka," kata salah satu tamu. Perayaan berlangsung hingga dini hari, hingga ayam jantan berkokok.

Tetapi masa tinggal Berretty di rumah impiannya tidak panjang. Pada 20 Desember 1934, saat tengah menjalankan tugas ke Irak, pesawat yang ditumpanginya jatuh. Berretty tewas, dan jenazahnya dikebumikan di Baghdad. Villa Isola pun menjadi yatim.

Setahun berselang, vila itu disewa oleh P.J. van Es, Direktur Hotel Savoy Homann, dan dijadikan Hotel Isola. Namun saat Perang Dunia II pecah, bangunan ini disita oleh pemerintah Hindia Belanda dan dijadikan markas militer di bawah komando Mayjen J.J. Pesman. Tak lama kemudian, ketika Jepang merebut Jawa, bangunan ini berubah fungsi lagi. Sekitar tahun 1943 atau 1944, Villa Isola disulap menjadi museum perang oleh Jepang, bernama Djawa Sakusen Kinenkan. Jenderal Terauchi kabarnya turut hadir saat peresmiannya.

Baca Juga: Jejak Kapal Cicalengka di Front Eropa Perang Dunia II

Salah satu ruangan di Vila Isola (Sumber: Villa Isola: Moderne Woning Architectuur In Ned. Indié)
Salah satu ruangan di Vila Isola (Sumber: Villa Isola: Moderne Woning Architectuur In Ned. Indié)

Dari Pertempuran Hingga Jadi Kampus Guru

Saat Jepang kalah pada 1945, kekosongan kekuasaan dimanfaatkan oleh pejuang-pejuang muda. Villa Isola untuk pertama kalinya dikuasai pribumi. Bangunan itu dijadikan markas oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Batalyon Bandung Utara. Para pemuda mempertahankan Isola dalam sebuah pertempuran yang kemudian dikenal sebagai Battle of Tjigoledang.

Letupan di Istana Beretty ini juga terjadi kala Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI)—gabungan pasukan Sekutu Inggris dan Belanda—datang ke Indonesia. Tujuannya resmi: mengurus tawanan perang dan menjaga ketertiban. Tapi kenyataannya, mereka membantu Belanda untuk kembali menguasai Hindia. Di Bandung, AFNEI merebut kawasan Isola. Laporan De Volkskrant dan Het Dagblad menyebut bahwa Hotel Isola berhasil diduduki oleh pasukan Ghurka dari Resimen Ketiga.

"Pihak Indonesia menggunakan penghalangjalan dan senapan mesin sedang. Isola akhirnya diduduki oleh pasukan dari batalion ketiga resimen ketiga Senapan Ghurka," tulis Het Dagblad, 21 Desember 1945.

Selama bulan-bulan berikutnya, kawasan sekitar Isola jadi titik panas. Pada Januari 1946, terjadi kontak senjata di sepanjang Jalan Lembang. Ghurka diserang dari jarak 800 meter. Bulan Februari, sebanyak 40 pejuang bersenjata yang mengancam posisi Ghurka dibubarkan paksa dengan tembakan artileri. Operasi demi operasi dilakukan, dari pembenahan saluran air hingga pembersihan jalan menuju sumber mata air. Beberapa pemuda Indonesia ditangkap. Bahkan, 20 warga Myanmar yang ditemukan di sekitar kawasan Isola pun diangkut ke luar kota.

Pertempuran di kawasan ini menjadi bagian dari rangkaian ketegangan yang memuncak pada peristiwa Bandung Lautan Api, 24 Maret 1946, ketika rakyat Bandung memilih membumihanguskan kota ketimbang menyerah pada Belanda.

Selepas revolusi dan pergolakan, Villa Isola kembali sunyi. Ia sempat terlantar, hingga akhirnya pada awal 1950-an—sekitar 1951 hingga 1954—bangunan ini dibeli oleh pemerintah Indonesia dengan harga satu setengah juta rupiah. Proses jual-beli itu, menurut beberapa kabar, diwakili oleh Gerda Berretty, anak dari Aline Elodie Maria Berends, istri Berretty.

Baca Juga: Dari Gurun Pasir ke Kamp Konsentrasi, Kisah Tragis Keluarga Berretty Pemilik Vila Isola Bandung

Tahun 1955 menjadi penanda babak baru. Villa Isola secara resmi dijadikan kampus Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Kampus ini kemudian berkembang dan berganti nama menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung, dan sekarang dikenal sebagai Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Bangunan yang dulu jadi tempat pengasingan diri seorang jurnalis kini menjadi pusat pendidikan guru. Dari tempat bersulang elite pers kolonial, menjadi tempat mahasiswa menimba ilmu. Di sanalah Isola menemukan bentuknya yang paling abadi: tempat belajar, bukan hanya mengenal huruf, tapi juga mengenang sejarah.

Dan begitulah, Isola bukan hanya bangunan art deco megah yang berdiri di utara Bandung. Ia adalah catatan sejarah Indonesia dalam bentuk arsitektur. Dari simbol kemewahan kolonial, saksi perang dan darah, hingga ruang bagi ilmu pengetahuan tumbuh. Ia memang tak banyak bicara, tapi dindingnya menyimpan cerita yang tak lekang oleh waktu.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 18 Sep 2025, 20:46 WIB

Ketika Kuliner dan Visual Berpadu Resto Estetik Menjadi Destinasi Favorit

Generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, menjadikan kafe dan restoran sebagai latar konten, ruang ekspresi, bahkan simbol gaya hidup.
Bukan sekadar tempat bersantap, resto estetik kini menjadi destinasi wisata tersendiri. (Sumber: Instagram @Teuan.id)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 20:01 WIB

Filsafat Seni Islam

Tak ada salahnya membicarakan filsafat seni dalam agama Islam.
Ilustrasi karya seni yang islami. (Sumber: Pexels/Andreea Ch)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 19:15 WIB

Komunitas Semut Foto Membangun Ekosistem Kreatif yang Menggerakkan Peluang Bisnis

Tanpa batas usia, tanpa syarat keanggotaan, dan tanpa biaya, KSF berdiri sebagai ruang inklusif yang merayakan keberagaman dalam seni visual.
Tanpa batas usia, tanpa syarat keanggotaan, dan tanpa biaya, KSF berdiri sebagai ruang inklusif yang merayakan keberagaman dalam seni visual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 18:14 WIB

Geliat Industri Printing IKM Jawa Barat di Tengah Ekonomi Lesu: Antara Inovasi dan Ketahanan

Di tengah bayang-bayang pelemahan ekonomi nasional, geliat industri printing skala kecil dan menengah (IKM) di Jawa Barat justru menunjukkan ketahanan.
Permintaan terhadap produk custom printing, print-on-demand, dan desain ramah lingkungan terus meningkat, membuka peluang baru bagi pelaku UMKM yang mampu beradaptasi dengan tren pasar. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 17:53 WIB

Muak, Muda, dan Miskin di Bandung

Bandung berlari cepat sementara kita tertinggal.
Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 14:34 WIB

Nostalgia Kaulinan Urang Sunda Zaman Baheula

Beberapa permainan anak di zaman dulu memiliki banyak manfaat untuk melatih daya sensorik dan motorik juga membangun kerjasama dan strategi.
Siswa mengikuti kegiatan permainan tradisional di SDN 164 Karangpawulang, Jalan Karawitan, Kota Bandung, Kamis 5 Desember 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 18 Sep 2025, 13:18 WIB

Sejarah Bandung dari Kinderkerkhof sampai Parijs van Java

Tak banyak yang tahu, sejarah Bandung pernah identik dengan kuburan anak-anak Belanda. Lalu bagaimana ia bisa disebut Parijs van Java?
Lukisan Situ Patenggang Ciwidey di Kabupaten Bandung karya Franz Wilhelm Junghuhn tahun 1856. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 12:35 WIB

Someah, Seunggah, jeung Bangkawarah

Yang paling seunggah saat menerima tamu, terutama geugeuden, ingin  menghidangkan bakakak, padahal waktunya mendadak. Alih-alih sidak!
Kirab Budaya Hari Jadi Ke-80 Provinsi Jawa Barat ini diikuti sedikitnya 250 peserta dari 27 kabupaten/kota. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 12:35 WIB

Peran Jaket Riding Saat Motoran, Bukan Hanya Cegah Masuk Angin

Jaket riding adalah perlengkapan penting bagi pengendara motor yang dirancang khusus untuk memberikan perlindungan sekaligus kenyamanan selama berkendara. Fungsinya tidak hanya sebagai penahan angin
Ilustrasi Jaket Riding. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 10:17 WIB

Si Cantik Boemi Tirta, Kain Lukis Asal Bandung yang Menembus Dunia

Boemi Tirta berdiri atas gagasan Enneu Herliani (52), seorang perempuan yang menyalurkan hobi melukis menjadi bisnis kreatif. Sebelum meluncurkan merek ini, Enneu lebih dulu dikenal lewat Rumah Sandal
Produk Kain Lukis Boemi Tirta. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 09:34 WIB

Kedai Mochilok, Tempat Jajan Cilok Kekinian yang Bikin Kamu Ketagihan

Di Bandung ada banyak tempat makan unik, salah satunya Mochilok. Kedai ini merupakan sebuah tempat yang menyajikan cilok versi modern.
Makanan Tradisional Cilok (Foto: Freepik)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 09:03 WIB

Pentingnya Revitalisasi Sekolah demi Peningkatan Layanan Pendidikan

Menindaklanjuti pelaksanaan revitalisasi sekolah, yang merupakan prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen)
Menindaklanjuti pelaksanaan revitalisasi sekolah, yang merupakan prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). (Sumber: Unsplash/Husniati Salma)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 20:02 WIB

Elipsis ... Cara Pakai Tiga Titik sebagai Tanda Baca

Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan.
Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan. (Sumber: Pexels/Suzy Hazelwood)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 18:14 WIB

Sejarah Julukan Garut Swiss van Java, Benarkah dari Charlie Chaplin?

Dari Charlie Chaplin sampai fotografer Thilly Weissenborn, banyak dituding pencetus Swiss van Java. Tapi siapa yang sebenarnya?
Foto Cipanas Garut dengan view Gunung Guntur yang diambil Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 18:12 WIB

Jejak Rasa Kota Kembang: Menyelami Sejarah dan Tantangan Kuliner Legendaris Bandung

Bicara Bandung bukan hanya udara sejuk dan panorama pegunungan yang memikat, tapi juga salah satu pusat kreativitas dunia kuliner yang tumbuh subur.
Setiap jajanan legendaris Bandung menyimpan jejak sejarah, budaya, dan perjuangan para pelaku UMKM. (Sumber: Instagram @batagor_riri)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 16:26 WIB

Berdaya di Tengah Derita, Cara Santi Safitri Menulis Ulang Takdir Masyarakat Jalanan

Kepedulian tak mengenal batas ruang dan waktu. Ia bisa tumbuh dari kejenuhan, dari ketidakpastian, bahkan dari rasa tak berdaya.
Kegiatan para anggota dari Komunitas Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika dalam usaha konveksinya. (Sumber: Dok. KPM Dewi Sartika)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 16:07 WIB

Kadedemes, dari Krisis Pangan menuju Hidangan Penuh Makna

Kadedemes adalah olahan makanan yang berasal dari kulit singkong.
Kadedemes Kuliner Warisan Suku Sunda (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 15:13 WIB

Dari Simbol Status ke Ruang Ekspresi Diri, Generasi Muda Kini Menyerbu Lapangan Golf

Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif.
Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 14:06 WIB

Lamsijan, Mang Kabayan, dan Langkanya Ilustrator Karakter Kesundaan

Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. 
Komik Lamsijan. Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. (Sumber: Istimewa | Foto: Istimewa)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 12:36 WIB

Sejarah Stadion Si Jalak Harupat Bandung, Rumah Bersama Persib dan Persikab

Stadion kabupaten yang diresmikan 2005 ini kini jadi simbol Bandung. Rumah Persib, Persikab, Bobotoh, dan bagian dari sejarah sepak bola.
Stadion Si Jalak Harupat di Soreang yang jadi markas Persib Bandung dan Persikab. (Sumber: Pemkab Bandung)