Menyoal Gagalnya Bandung Raya dalam Indeks Kota Hijau

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Minggu 19 Okt 2025, 11:00 WIB
Sampah masih menjadi salah satu masalah besar di Kawasan Bandung Raya. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Mildan Abdallah)

Sampah masih menjadi salah satu masalah besar di Kawasan Bandung Raya. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Mildan Abdallah)

UNIVERSITAS Indonesia (UI), melalui inisiatif UI Green City Metric, mengumumkan Kota Paling Berkelanjutan di Indonesia dalam ajang UI Green City Metric Award 2025. 

Tahun ini, ada sepuluh kota/kabupaten yang berhasil dinobatkan Paling Berkelanjutan. Kesepuluh kota/kabupaten itu adalah Kota Surabaya, Kota Madiun, Kota Semarang, Kota Medan, Kota Kediri, Kota Salatiga, Kota Banjarbaru, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Wonogiri, dan Kota Magelang. 

Sekurangnya ada enam kriteria yang dijadikan dasar untuk penilaian, yaitu penataan ruang dan infrastruktur, energi dan perubahan Iklim, tata kelola sampah dan limbah, tata kelola air, akses dan mobilitas, serta tata pamong (governance).

Sayangnya, dari daftar 10 Kota/Kabupaten Paling Berkelanjutan itu, tak ada satu pun perwakilan dari Bandung Raya -- Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, maupun Kabupaten Bandung Barat. Di UI GreenCityMetric Award 2025 itu, Kota Bandung sendiri hanya berhasil menyabet peringkat kedua sebagai Kabupaten/Kota Paling Berkelanjutan di bidang tata kelola akses dan mobilitas.

Tak masuknya Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat dalam daftar Kota/Kabupaten Paling Berkelanjutan tentu saja bukan sekadar catatan kecil di tabel pemeringkatan. Bisa jadi ini adalah salah satu tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan ruang dan sumber daya di Bandung Raya.

Indeks keberlanjutan seperti UI Green City Metric sejatinya bukan hanya lomba pemeringkatan, tetapi cermin dari konsistensi kebijakan lingkungan. Dari indeks tersebut bisa terlihat seberapa serius sebuah daerah menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian.

Patut dibaca ulang

Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Kegagalan Bandung Raya menembus daftar sepuluh besar Kota/Kabupaten Paling Berkelanjutan dalam UI Green City Metric 2025 patut dibaca pula bukan sebagai sekadar kekalahan simbolik, melainkan juga sebagai sinyal bahaya terkait pembangunan yang kian menjauh dari prinsip-prinsip keberlanjutan. 

Dalam dua dekade terakhir, kawasan metropolitan Bandung Raya tumbuh dengan kecepatan yang tidak diimbangi oleh kendali tata ruang yang kuat. Kota dan kabupaten di Bandung Raya berlomba membangun, tetapi sering lupa menata ulang fondasi ekologis yang menopang kehidupan warganya.

Lihat saja kawasan pinggiran seperti Lembang, Baleendah, Bojongsoang, Rancaekek atau Cileunyi yang berubah drastis menjadi permukiman padat, sementara area resapan air menyusut tajam. Di sisi lain, pembangunan vertikal di Kota Bandung meningkat, namun tidak disertai perencanaan mobilitas dan utilitas yang efisien. Buntutnya, kemacetan kronis, banjir tahunan, dan degradasi kualitas udara terus menghantui kawasan ini.

Menurut teori compact city yang dikemukakan Dantzig dan Saaty (1973), kota yang berkelanjutan seharusnya mengedepankan kepadatan terencana dengan dukungan transportasi publik dan ruang hijau memadai. Bandung Raya jelas belum menuju ke arah itu.

Ketidaksiapan dalam mengelola limbah dan air memperparah situasi. Sungai Citarum, yang mengalir melintasi jantung kawasan Bandung Raya, masih menjadi korban utama industrialisasi tak terkendali. Walau sudah ada program Citarum Harum, hasilnya masih belum signifikan karena lemahnya pengawasan dan koordinasi antarpemerintah daerah.

Kota Bandung dan sekitarnya juga masih mengandalkan sistem pengelolaan sampah yang reaktif, bukan preventif, yang ditandai dengan overload-nya TPA Sarimukti dan minimnya program waste to energy yang berfungsi optimal.

Ujungnya, Bandung Raya seolah terjebak dalam kegagapan manajemen ruang hidup. Ketika kota lain seperti Surabaya, misalnya, berhasil menanamkan prinsip ekonomi sirkular dan efisiensi energi, Bandung Raya masih berkutat pada proyek estetika perkotaan yang lebih menonjolkan simbol, bukan substansi.

Refleksi kolektif

Kendaaran terjebak kemacetan parah di Jalan Merdeka, Kota Bandung, Rabu 31 Juli 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Kendaaran terjebak kemacetan parah di Jalan Merdeka, Kota Bandung, Rabu 31 Juli 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

Indeks seperti UI Green City Metric sejatinya bukan hanya ajang prestise, tetapi instrumen refleksi kolektif. Ia menunjukkan sejauh mana sebuah kawasan mampu menerjemahkan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan menjadi tindakan konkret dan terukur. 

Bagi Bandung Raya, gagalnya menembus UI Green City Metric tahun ini seharusnya menjadi alarm keras bahwa bahwa visi kota cerdas dan hijau belum menemukan arah yang konsisten. Alarm itu bukan sekadar penanda kegagalan administratif, melainkan tanda bahwa model pembangunan yang dijalankan selama ini di Bandung Raya masih belum seimbang antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan ekologi. 

Karenanya, Bandung Raya membutuhkan rekonstruksi menyeluruh terhadap paradigma pembangunan, yakni perubahan cara pandang dari pembangunan yang ekonomis berorientasi proyek menjadi pembangunan yang ekologis berorientasi sistem.

Itu berarti setiap kebijakan, dari izin pendirian bangunan hingga rencana transportasi, harus diuji berdasarkan daya dukung lingkungan dan kapasitas sosial wilayahnya. Tanpa perubahan paradigma tersebut, pembangunan hanya akan menjadi tambal sulam kebijakan yang gagal menembus akar persoalan struktural.

Krisis tata ruang yang kini terjadi di Bandung Raya merupakan bukti nyata dari kegagalan pendekatan lama itu. Masalahnya kian kompleks karena diperparah oleh fragmentasi kewenangan antarwilayah.

Empat entitas administratif di Bandung Raya -- Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat -- kerap berjalan dengan agenda masing-masing tanpa koordinasi lintas batas. Akibatnya, pembangunan yang seharusnya terintegrasi menjadi terpecah, menciptakan kesenjangan layanan publik dan memperburuk kerentanan ekologis kawasan metropolitan ini.

Sejauh ini, tidak ada otoritas metropolitan yang mampu mengintegrasikan kebijakan transportasi, air, dan limbah secara menyeluruh. Padahal, ekosistemnya saling terhubung. Misalnya, limbah dari Cimahi bisa mengalir ke Sungai Citarum di Kabupaten Bandung, sementara kemacetan di Padalarang atau Lembang berdampak langsung pada mobilitas warga Kota Bandung.

Punya modal besar

Sungai Citarum lautan sampah. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Sungai Citarum lautan sampah. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Bandung Raya sebetulnya memiliki modal besar untuk berbenah dengan keberadaan universitas terkemuka, pusat riset, komunitas kreatif, hingga gerakan lingkungan akar rumput yang aktif. Namun, potensi itu sering tak terkonversi menjadi kebijakan yang sistemik.

Program penghijauan, kampanye hemat energi, atau pengelolaan sampah berbasis komunitas masih sporadis, tergantung pada siapa yang memimpin. Belum ada mekanisme keberlanjutan kelembagaan yang menjamin program tetap hidup meski pergantian kepala daerah terjadi.

Pada titik inilah pentingnya tata pamong atau governance sebagai fondasi utama pembangunan berkelanjutan. Kota atau kabupaten yang berkelanjutan hanya dapat tumbuh dari pemerintahan yang transparan, adaptif, dan partisipatif. Tak heran jika UI Green City Metric menempatkan aspek ini sebagai salah satu indikator utama, sebab tata pamong menentukan bagaimana sumber daya dikelola dan kebijakan dijalankan secara nyata di lapangan.

Sayangnya, di Bandung Raya, prinsip itu belum sepenuhnya hadir. Transparansi data lingkungan masih terbatas, koordinasi lintas instansi kerap lemah, dan partisipasi publik sering berhenti pada forum musrenbang yang bersifat seremonial. Padahal, di sinilah keterlibatan warga justru menjadi kunci yang sering terlewat.

Pembangunan berkelanjutan sejatinya bukan proyek teknokratik semata, melainkan gerakan sosial yang menumbuhkan kesadaran kolektif untuk menjaga ruang hidup bersama. Surabaya bisa menjadi contoh, ketika pemerintah kota berhasil menggerakkan partisipasi warga dalam pengelolaan sampah dan konservasi energi. Ini membuktikan bahwa keberlanjutan hanya mungkin terwujud jika pemerintah dan masyarakat berjalan seirama.

Menata transportasi

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu 5 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu 5 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Khusus dalam hal transportasi, Bandung Raya perlu segera menata ulang orientasi transportasinya. Sejauh ini, sektor transportasi adalah penyumbang terbesar emisi karbon di kawasan ini. Tanpa sistem mobilitas yang efisien, Bandung Raya bakal terus terjebak dalam lingkaran kemacetan, polusi, dan kehilangan produktivitas ekonomi yang signifikan.

Penting pula untuk melihat dimensi energi dan perubahan iklim. Bandung Raya masih sangat bergantung pada energi fosil, sementara adopsi energi terbarukan seperti surya atau mikrohidro berjalan lambat. Di sisi lain, potensi pengembangan energi bersih cukup besar, terutama di daerah perbukitan Bandung Barat dan Selatan. 

Jika dibandingkan, kota-kota yang menembus peringkat atas dalam UI Green City Metric seperti Surabaya dan Semarang telah menerapkan sistem smart governance yang memungkinkan data lingkungan dipantau secara real-time. Bandung Raya perlu belajar dari pendekatan berbasis data seperti ini untuk membangun kebijakan yang responsif dan berbasis bukti (evidence-based policy). Tanpa data akurat, sulit mengukur keberhasilan atau kegagalan program keberlanjutan secara objektif.

Pada akhirnya, absennya Bandung Raya dari daftar Kota Paling Berkelanjutan berdasar UI Green City Metric tahun ini agaknya menandakan adanya kesenjangan antara visi dan implementasi kebijakan di Bandung Raya. Kondisi ini seharusnya menjadi titik balik untuk mereformulasi strategi pembangunan yang lebih ekologis, integratif, dan berpihak pada keseimbangan lingkungan, sehingga mengembalikan Bandung Raya ke jalur kawasan hijau yang sesungguhnya. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:02 WIB

Bandung untuk Mobil Pribadi atau Bandung untuk Warga?

Kota yang terlalu banyak bergantung pada kendaraan adalah kota yang rentan.
Warga bersepeda di kawasan Alun-alun Bandung. (Sumber: Arsip pribadi | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 10 Des 2025, 20:02 WIB

Ketika Pekerja Kehilangan Rasa Aman: PHK Menguak Luka Sosial yang Jarang Terlihat

Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial.
Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 19:51 WIB

Karya Anak Muda Bandung yang Hadirkan Identitas dalam Brand Fashion Berjiwa Bebas

Brand lokal ini membawa semangat bebas dan berani, mewakili suara anak muda Bandung lewat desain streetwear yang penuh karakter.
Tim urbodycount menata koleksi kaos edisi terbaru di atas mobil sebagai bagian dari proses pemotretan produk di Buahbatu Square Jl.Apel 1 NO.18, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) (Sumber: Rahma Dewi | Foto: Rahma Dewi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 18:19 WIB

Soerat Imadjiner oentoek Maurenbrecher

Sebuah inspirasi unutk Wali Kota Bandung dan wakilnya, demi kemajuan Bandung.
Suasana Jalan Asia Afrika (Groote Postweg) Kota Bandung zaman kolonial Belanda. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 17:34 WIB

Sibuk Romantisasi Tak Kunjung Revitalisasi, Angkot Kota Bandung 'Setengah Buntung'

Kritik dan Saran terhadap Wali Kota Bandung terkait revitalisasi angkot Bandung.
Angkot Kota Bandung yang mulai sepi peminat di Dipatiukur, (7/12/2025). (Foto: Andrea Keira)
Ayo Jelajah 10 Des 2025, 17:03 WIB

Hikayat Terminal Cicaheum, Gerbang Perantau Bandung yang jadi Sarang Preman Pensiun

Sejarah Terminal Cicaheum sebagai pintu perantau Bandung. Terminal ini hidup abadi lewat budaya populer Preman Pensiun saat fungsi aslinya perlahan menyusut.
Suasana Terminal Cicaheum, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 16:26 WIB

Untuk Siapa Sebenarnya Sidewalk Diperuntukkan?

Keberadaan trotoar yang layak dan aman dapat mendorong masyarakat untuk lebih banyak berjalan kaki serta mengurangi kemacetan dan polusi.
Trotoar di Jalan Braga yang dipenuhi PKL. (Foto: Author)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:30 WIB

Sarana Bus Trans Metro Jabar Terus Meningkat, Halte Terbengkalai Tak Diperhatikan Wali Kota Bandung?

Di balik itu Metro Jabar Trans banyak disukai warga, beberapa halte malah dibiarkan terbengkalai.
Prasarana halte di daerah Mohamad Toha yang terlihat banyak coretan dan kerusakan tak terurus menyebabkan ketidaknyamanan bagi penumpang, pada 30 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nufairi Shabrina)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:13 WIB

Penumpukan Sampah di Ujung Berung Sudah Tidak Terkendali, Warga Mulai Kewalahan

Artikel ini membahas tentang kondisi kebersihan yang ada di Kota Bandung terutama di Ujung Berung.
Penumpukan sampah terlihat berserakan di di Jalan Cilengkrang, Kawasan Ujung Berung, pada Senin, 1 Desember 2025 pukul 07.30 WIB. (Foto: Sumber Muhamad Paisal). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Muhamad Paisal)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:37 WIB

Masa Depan Bandung Antara Julukan Kota Kreatif dan Problematika Urban

Kota Bandung telah lama dikenal sebagai kota kreatif atau dengan julukan Prestisius (Unesco City of Design).
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk tapi juga ruang hidup yang terus berdenyut dengan  semangat pluralisme dan kreativitas. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Titania Zalsyabila Hidayatullah)
Beranda 10 Des 2025, 12:37 WIB

Belasan Jurnalis Dalami Fungsi AI untuk Mendukung Kerja Redaksi

Inisiatif ini ditujukan untuk memperkuat kemampuan jurnalis Indonesia, khususnya dalam verifikasi digital lanjutan, investigasi, serta pemanfaatan berbagai teknologi AI generatif.
Training of Trainers (ToT) "AI for Journalists".
di Hotel Mercure Cikini, Jakarta.
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:22 WIB

Cager, Bager, Bener: Filosofi Sopir Online Bandung di Jalanan Kota

Mengutamakan profesionalisme serta nilai-nilai saling menghormati agar perjalanan tetap nyaman dan aman setiap hari.
Seorang driver online tengah tersenyum ramah menunggu penumpangnya di tengah keramaian jalanan, menerapkan nilai cageur, bager, bener dalam layanan transportasi – Bandung, Sabtu (01/11/2025) (Foto: Bunga Kemuning A.D)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 10:29 WIB

Batagor dan Baso Cuankie Serayu, Kuliner Sederhana yang Selalu Ramai di Cihapit

Batagor dan Cuankie Serayu masih mempertahankan daya tariknya hingga kini.
Suasana Antre Batagor dan Baso Cuankie Serayu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Miya Siti Nurimah)
Beranda 10 Des 2025, 09:42 WIB

Jomlo Menggugat: Saat Urusan Personal Berubah Jadi Persoalan Sosial

Di berbagai fase hidupnya, perempuan tetap saja berhadapan dengan ekspektasi sosial yang meminta mereka mengikuti nilai-nilai yang sudah lama tertanam.
Ilustrasi (Sumber: Pixabay | Foto: congerdesign)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 08:44 WIB

Akhir Pekan di Bandung Bukan Wisata, tetapi Ujian Kesabaran di Tengah Arus Padat

Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan
Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan. (Dok. Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 07:41 WIB

Knalpot Bising: Dari Keluhan Masyarakat hingga Harapan Kota Tenang

Knalpot bising masih mengganggu warga Bandung. Razia yang tidak konsisten membuat pelanggar mudah lolos.
Suara bising nan kencang memantul di jalanan hingga membuat kita tak terasa tenang. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 20:00 WIB

Beban Hidup Mencekik dan Tingginya Pengangguran Bukti Kegagalan Wali Kota Bandung?

Kenaikan biaya hidup dan syarat kerja tidak masuk akal memperparah 100 ribu pengangguran di Bandung.
Tingginya angka pengangguran memaksa warga Bandung beralih menjadi pekerja serabutan. (Sabtu, 06 Desember 2025). (Sumber: Penulis | Foto: Vishia Afiath)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 19:53 WIB

Tanggapan Wisatawan tentang Kualitas Fasilitas Bandros di Bandung

Kritik serta saran mengenai fasilitas bandros yang ada di Kota Bandung.
Bandros di Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis)