Bandung dalam narasi Kota Kembang berakar pada keeksotisan alam dan melimpahnya bunga yang tumbuh dengan subur saat pemerintahan kolonialisme Belanda. Sebagaimana dilansir dari ayobandung.com yang menyatakan bahwa istilah "Kota Kembang" tidak terkesan berlebihan karena faktanya merujuk pada dua makna sekaligus, bunga yang tumbuh subur di kota Priangan dan "Kembang" dalam artian perempuan sebagai lambang keindahan kota Bandung sendiri.
Meski pada masa pemerintahan Wali Kota Ridwan Kamil ikonik "Bandung Kota Kembang" kembali dibangun citranya dengan cara revitalisasi Alun-Alun Kota Bandung yang hari ini terdapat sejumlah tanaman bunga juga rumput sintesis. Revitalisasi terhadap taman-taman di Kota Bandung yang mulai dibenahi serta pemasangan pot gantung disejumlah kawasan di Kota Bandung.
Faktanya segala usaha untuk membangun kembali Kota Bandung sebagai Kota Kembang tidak berjalan dengan mulus. Sejauh ini penataan Alun-Alun Bandung sebagai pusat kota memang tetap mendapat perhatian lebih dari sejumlah pengurus salah satunya penutupan Alun-Alun Bandung dari 11 Agustus 2025 hingga 4 bulan ke depan untuk dilakukan sejumlah revitalisasi terhadap beberapa kerusakan fasilitas seperti kondisi lampu, tanaman dan beberapa perbaikan pada pagar.
Namun sejumlah pot gantung yang terpasang di sejumlah jalan di Kota Bandung, sebagian besar luput dari perhatian pengurus. Banyak bunga yang layu bahkan hilang dari pot. Sejumlah pot yang rusak dan hilang entah kemana. Meski penyiraman tanaman di sejumlah kawasan masih rajin dilakukan oleh sejumlah petugas tapi secara garis besar citra yang dibangun untuk mempertahankan julukan "Kota Kembang" tidak semudah yang diprogramkan. Belum lagi sejumlah taman yang tidak terawat akibat dari pembuangan sampah sembarangan menjadikan taman tak lagi indah tapi kumuh oleh sampah.
Bahkan Bandung pernah menjadi sorotan dari salah seorang Bule yang bergiat dalam isu sampah dan lingkungan hidup. Seorang blogger asal Bulgaria yang pada tahun 2014 isu ini muncul, dirinya sudah menetap di Kota Bandung. Inna mengkritik Kota Bandung terkait permasalahan sampah hingga memberikan julukan lain sebagai "The City of Pigs" saking kotornya.
Dilansir dari detik.com, kritik pedasnya tersebut disampaikan melalui blog pribadinya bernama venusgotgonorrhea. wordpres.com pada 16 Januari 2014. Melalui pengalamannya yang pernah bermukim di kawasan Setia Budi, Antapani dan Ujung Berung, dirinya sering menemukan permasalahan sampah yang luput dari perhatian seluruh pihak baik masyarakat atau pemerintahan setempat.
Sejauh dari penglihatan saya sebagai warga Kota Bandung permasalahan sampah memang belum pernah menemukan solusi nyata yang berkelanjutan untuk membenahi masalah terkait. Sejak SMP saya pernah sesekali mengunjungi kawasan Pasar Caringin yang luar biasa menimbun tumpukan sampah baik organik maupun non-organik dan kondisinya masih sama ketika KDM pernah melakukan kunjungan ke pasar tersebut beberapa waktu silam.
Selanjutnya kawasan Cibaduyut yang sering saya lalui sejak sekolah pun kerap tidak pernah hilang kebiasaannya untuk membuang sampah di pinggiran jalan atau toko sepatu yang berjajar. Kawasan yang seringkali dikunjungi oleh wisatawan di luar kota Bandung ini tidak membuat masyarakat sekitar berbenah untuk membuat citra sebagai lingkungan yang bersih dan nyaman. Hingga hari sejumlah sampah masih terlihat menumpuk di sejumlah titik yang tak hanya menimbulkan aroma tidak sedap tapi pemandangan yang mengganggu keelokan penglihatan. Sejumlah sampah ini pun turut menyumbang saat hujan deras melanda dan banjir datang secara tiba-tiba.
Selanjutnya kawasan Citarum yang melintasi sejumlah titik di Kab. Bandung bahkan bukan lagi sumber kehidupan tapi lautan sampah yang kian hari makin memadati kawasan sungai. Saat pagi hari tiba banyak motor yang melintas berhenti sejenak untuk membuang sejumlah sampah ke Citarum. Tanpa rasa bersalah dan malu, mereka kembali melajukan motor meski ada sejumlah masyarakat yang juga melihat kejadian tersebut.
Banyak sejumlah penjual makanan yang memproduksi limbah sampah basah setiap hari justru ikut membuangnya ke area kosong penyangga jembatan. Sampah memang tidak jatuh ke sungai tapi menimbulkan aroma tidak sedap saat terpapar panasnya matahari. Selain itu juga menjadi pemandangan yang tidak elok terlihat saat sejumlah pejalan kaki melintasi jembatan Citarum.
Lahirnya Pandawara Group di Kota Bandung
Pandawara Group merupakan sekumpulan pemuda yang berasal dari Kota Bandung. Kumpulan dari lima pemuda yaitu Gilang, Ikhsan, Rifqi, Rafly dan Agung yang berteman sejak SMA ini pada mulanya memiliki keresan akan Kota Bandung. Di mana permasalahan sampah berdampak secara langsung bagi kehidupan yaitu banjir. Atas dasar tersebut awalnya mereka membersihkan sampah di sekitar selokan dan sungai terdekat dari tempat tinggal.
Dilansir dari tempo.com, awalnya Pandawara hanya menggunakan peralatan sederhana dengan modal pribadi untuk membersihkan lingkungannya.
Kemudian setelah membaik Pandawara mulai melakukan ekspansi ke sejumlah wilyah terdekat di Jawa Barat yaitu Sukabumi.
Pandawara sadar bahwa kehidupan di era digital memang menuntut untuk memperlihatkan aksi nyata melalui media sosial agar semakin banyak masyarakat yang tergugah khususnya perihal isu sampah dan lingkungan.
Hal ini terbukti ketika Pandawara group berhasil meng-influence beberapa pemuda di kota lain untuk melakukan aksi yang sama.
Meski beberapa orang yang mengikuti jejak Pandawara ada yang masih bertahan tapi ada juga yang menghilang tak melakukan keberlanjutan.
Sejauh ini Pandawara sudah melakukan usaha untuk menjaga lingkungan dengan baik. Usahanya tersebut membawa jauh terhadap penghargaan dan apresiasi dari Tiktok Awards tahun 2023 dengan tiga kategori yaitu Changemakers of The Year, Creator of The Year dan Rising Star of The Year.
Pandawara juga sempat mendapatkan penghargaan dari detikJabar Awards pada 2023 sebagai penggiat perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup.
Selain itu Pandawara juga mendapatkan Indonesia Green Awards pada 2024 dengan penghargaan Ecostar of The Year.
Terlepas dari semua itu, apakah lantas menjadikan Bandung sebagai kota yang bebas dari sampah ? faktanya hingga hari ini jutaan sampah masih membanjiri kota Bandung. Dilansir dari tempo.com, Menurut Kepala Bidang Pengelolaan Sampah di Kota Bandung yaitu Salman Faruq mengatakan bahwa hingga hari ini penumpukan sampah sudah mencapai 4000 ton. Jumlah ini kian menaik jika tidak ada upaya apapun yang bisa dilakukan.
Lantas mengapa Pandawara Group yang berasal dari Kota Bandung sebagai pemuda yang membawa perubahan terhadap lingkungan justru tidak berdampak pada kota Bandung?
Apa salah Pandawara? Jelas bukan karena permasalahan sampah adalah tugas kita bersama.
Pandawara sebagai penggagas yang memulai dan memberikan contoh baik dan kita sebagai warga Kota Bandung wajib bersinergi untuk menuntaskan pr yang sudah menggunung ini. Bahu-membahu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
Kesadaran Masyarakat yang Perlu Ditumbuhkan

Pandawara adalah contoh dari segelintir pemuda yang tinggal di Kota Bandung yang peduli terhadap isu-isu lingkungan dan permasalahan sampah. Lantaskah karena mereka penggagas kemudian masyarakat tetap berpangku tangan karena merasa itu adalah tugas Pandawara.
Saya berkata demikian karena banyak sekali saya temui komentar-komentar pada sejumlah akun Pandawara group di media sosial yang justru menumpahkan tanggung jawab permasalahan sampah kepada mereka. Beberapa komentar seperti meminta Pandawara datang untuk membersihkan sejumlah sungai yang kotor dan menyelesaikan permasalahan sampah.
Berarti ada mis-persepsi terhadap pola pikir sebagian masyarakat yang menganggap permasalahan lingkungan menjadi tanggung jawab beberapa pihak saja. Pola pikir semacam ini sudah jelas harus di edukasi menuju perbaikan bahwa tugas menjaga lingkungan adalah tugas bersama.
Tak hanya itu bahkan setelah sungai dibersihkan oleh Pandawara, dalam beberapa bulan pemantauan kembali-- sungai kembali kotor dan masyarakat sekitar aliran sungai tetap melakukan aktivitas membuang sampah sembarangan.
Belum lagi beberapa penghalang sampah yang sempat di pasang oleh Pandawara hilang dicuri oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Alat yang dipasang guna untuk menghalangi sampah agar tidak sampai ke laut justru menuai ironi. Tindakan pencurian tersebut kembali menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.
Saya sangat setuju bahwa hal mendasar yang perlu dilakukan masyarakat dan pemerintah setempat untuk membenahi permasalahan di Kota Bandung adalah menumbuhkan kesadaran dan kebaikan kecil dalam kehidupan sehari-hari pada lini terkecil yaitu keluarga.
Sesederhana mulai mengubah pola konsumsi terhadap penggunaan produk plastik yang menjadi permasalahan limbah. Mulai dari beralihnya penggunaan minuman kemasan menjadi tumbler yang bisa digunakan berulang kali dalam jangka waktu yang lama. Ibu-ibu rumah tangga yang mulai mengurangi penggunaan produk sachet seperti sampho, sabun, kecap, minyak kelapa dan produk bumbu instan lainnya.
Selanjutnya masyarakat mulai memaksimalkan sejumlah limbah produk rumah tangga untuk melakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Terlihat klise dan lebay tapi hal ini memang langkah realistis yang bisa dilakukan dalam jangka waktu dekat. Sampah organik bisa diupayakan menjadi pupuk dan jika berhasil mengelolanya bisa menjadi nilai ekonomi yang berguna untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari.
Sementara produk anorganik bisa dikumpulkan melalui program Salman ITB yang mengajak masyarakat untuk mengumpulkan sampah anorganik melalui program Sedekah Sampah Indonesia dengan menyediakan boks sampah di lingkungan masjid. Hasil pengumpulan sampah tersebut digunakan untuk tujuan mulia keberlangsungan operasional masjid Salman dengan menjualnya ke bank sampah terdekat. Bahkan program serupa juga banyak tersebar di Kota Bandung hanya saja pemanfaatanya belum dimaksimalkan. Padahal kegiatan ini bisa membantu mengurangi limbah juga bisa mendulang nilai ekonomi.
Setelah kesadaran masyarakat tumbuh maka tahap selanjutnya adalah peran pemerintah untuk melakukan dua hal yaitu edukasi pengolahan sampah dan monitoring serta penerapan kebijakan yang ketat terhadap penyelesaian sampah di Kota Bandung.
Sejauh ini memang edukasi sudah dilakukan pemerintah melalui berbagai media dan turun langsung ke lapangan. Hanya saja untuk meningkatkan kesadaran masyarakat memang butuh waktu dan tidak akan mudah selesai dalam bulan atau tahunan. Pentingnya tidak hanya edukasi tapi monitoring ke sejumlah masyarakat untuk tetap mempertahankan habits yang sudah dibangun juga penting.
Selanjutnya perlu ada kebijakan atau peraturan yang tegas kepada masyarakat atau pejabat yang tidak mentaati peraturan perihal penyelesaian sampah. Misalnya terpasang cctv yang aman dari tindak pencurian untuk memantau sejumlah titik yang seringkali menjadi tempat pembuangan sampah. Melalui data yang didapatkan dari cctv tindak tegas selanjutnya adalah melakukan sejumlah sanksi baik berupa uang atau sanksi sosial yang membuat masyarakat enggan melakukan kesalahan yang sama.
Untuk Bandung yang maju dan berkelanjutan tidak bisa diselesaikan oleh sejumlah kelompok atau beberapa pejabat. Tapi ini peran dan tugas bersama mulai dari lingkup kecil keluarga, masyarakat luas, pengusaha, pemilik pabrik dan sejumlah pemerintah. Membentuk kebiasaan baik memang tidak mudah dan memerlukan perjalanan yang panjang. Tapi jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? jika tidak dimulai dari diri sendiri dari siapa lagi? Dan jika tidak dimulai dari perubahan kecil maka perubahan besar tidak akan pernah terjadi.
Kita sebagai warga Kota Bandung justru sudah memiliki previlage yaitu hadirnya Pandawara Group sebagai media untuk berkolaborasi, yang selanjutnya tugas kita bersama untuk menyukseskan Bandung yang maju dan berkelanjutan. (*)