Membangun Demokrasi Lokal yang Sehat Pasca Putusan MK tentang Pemilu Dipisah

Guruh Muamar Khadafi
Ditulis oleh Guruh Muamar Khadafi diterbitkan Selasa 08 Jul 2025, 08:49 WIB
Pekerja mengangkat bilik suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Katapang, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Pekerja mengangkat bilik suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Katapang, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mulai 2029 merupakan keputusan monumental yang tidak bisa dibaca sekadar sebagai perubahan teknis tahapan pemilu.

Lebih dari itu, putusan ini adalah titik balik yang menuntut kita semua untuk menata ulang relasi antara negara dan warganya, terutama di tingkat lokal, dalam bingkai demokrasi.

Pemilu serentak lima kotak yang selama ini dipraktikkan memang menyatukan efisiensi logistik dan beban kerja administratif, namun di balik itu menyisakan kompleksitas yang justru menggerus kualitas dan partisipasi pemilu, khususnya dalam konteks daerah.

Jika kita ingin membangun demokrasi lokal yang sehat dan berakar, maka jeda waktu antara pemilu nasional dan lokal yang dihasilkan dari putusan ini harus dibaca sebagai peluang.

Momentum ini sepatutnya dimanfaatkan bukan hanya untuk merapikan jadwal, tetapi untuk mengoreksi secara mendasar praktik demokrasi lokal yang selama ini cenderung formalistik dan terpusat.

Gejala Kemunduran Partisipasi Politik Lokal

Kita bisa berkaca pada data dari Provinsi Jawa Barat—provinsi dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia. Dalam Pilkada terakhir, tingkat partisipasi pemilih menurun dari 74% menjadi 68,06%. Penurunan hampir 6% ini bukan hanya sekadar angka, melainkan cerminan dari beragam persoalan struktural dan kultural.

Studi Bakesbangpol Jawa Barat bahkan menegaskan bahwa penurunan ini erat kaitannya dengan meningkatnya apatisme, lemahnya kepercayaan pada elite politik lokal, serta minimnya literasi politik warga.

Masalahnya kian pelik karena lebih dari 50% pemilih di Jabar berasal dari generasi muda, yakni Generasi Z dan milenial. Mereka yang seharusnya menjadi pilar masa depan demokrasi, justru menunjukkan gejala kejenuhan dan keterasingan terhadap proses politik.

Politik dianggap tidak menyentuh kehidupan sehari-hari, sementara pemilu hanya dilihat sebagai rutinitas lima tahunan yang tidak berdampak langsung terhadap kesejahteraan.

Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari pengalaman panjang di mana elite lokal gagal membangun kedekatan emosional dan programatik dengan warganya. Banyak kandidat kepala daerah yang tidak dikenal secara substansial oleh pemilihnya.

Kampanye politik masih didominasi oleh baliho, janji populis, dan praktik transaksional. Semua ini membuat rakyat merasa jauh, bahkan terasing, dari proses politik yang mestinya menjadi milik mereka.

Demokrasi Lokal Tanpa Evaluasi

Pekerja mengangkat bilik suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Katapang, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Pekerja mengangkat bilik suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Katapang, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan lokal memang bisa dipahami secara teknokratik: untuk mengurangi beban logistik dan kompleksitas administrasi. Namun, ketika keputusan ini menghasilkan dampak berupa perpanjangan masa jabatan kepala daerah, maka pertanyaan mendasarnya adalah: siapa yang memberi mandat perpanjangan itu?

Dalam prinsip demokrasi, kekuasaan itu berasal dari rakyat dan dibatasi oleh waktu dan evaluasi periodik melalui pemilu. Ketika masa jabatan diperpanjang tanpa proses pemilihan, maka ada yang hilang dari prinsip akuntabilitas itu.

Rakyat kehilangan momentum untuk mengevaluasi kepemimpinan, sementara elite lokal memiliki ruang kekuasaan yang lebih panjang tanpa perlu mempertanggungjawabkan kinerjanya secara langsung.

Lebih berbahaya lagi jika perpanjangan ini menjadi preseden. Situasi darurat bisa menjadi dalih untuk melemahkan demokrasi prosedural. Kita tentu tidak ingin praktik demokrasi kita berubah menjadi demokrasi administratif, di mana pergantian kekuasaan hanya ditentukan oleh penyesuaian sistem, bukan kehendak rakyat.

Pendidikan Politik dan Literasi Kritis

Untuk membangun demokrasi lokal yang sehat, maka aspek substansi harus menjadi perhatian utama. Salah satu cara yang paling strategis adalah melalui pendidikan politik yang membumi dan relevan. Pendidikan politik bukan sekadar menjelaskan proses pemilu, tetapi menyentuh aspek nilai, kesadaran kritis, dan etika partisipatif.

Dalam konteks Jawa Barat, pendekatan pendidikan politik berbasis nilai budaya lokal menjadi jalan tengah yang potensial. Budaya Sunda yang menjunjung tinggi musyawarah, kolektivitas, dan sopan santun bisa dijadikan pintu masuk untuk menanamkan nilai-nilai demokrasi deliberatif.

Pendekatan ini menghindari jargon-jargon demokrasi Barat yang mungkin terasa asing dan menggantinya dengan narasi yang akrab dan mengakar dalam kehidupan sehari-hari.

Upaya ini tidak bisa berdiri sendiri. Dibutuhkan sinergi antara Bakesbangpol, Dinas Pendidikan, organisasi masyarakat, kampus, hingga komunitas-komunitas pemuda. Generasi muda, terutama Gen Z, tidak bisa didekati dengan cara-cara lama. Mereka lahir dalam dunia digital dan terbiasa dengan komunikasi visual, cepat, dan personal.

Oleh karena itu, media sosial, konten kreatif, dan festival demokrasi harus menjadi bagian dari strategi besar pendidikan politik ke depan.

Menyiapkan Regenerasi

Salah satu tantangan terbesar demokrasi lokal saat ini adalah kemandekan regenerasi politik. Putusan MK yang memperpanjang masa jabatan kepala daerah justru berisiko mempersempit ruang tumbuhnya pemimpin baru. Tanpa pemilu, tanpa kompetisi, tanpa ruang untuk tampil, anak-anak muda akan kesulitan masuk dalam orbit politik daerah.

Kita perlu menciptakan ruang regenerasi yang sehat dan terbuka. Partai politik daerah harus dibenahi agar menjadi tempat kaderisasi, bukan sekadar kendaraan elektoral.

Pemuda harus didorong masuk dalam forum-forum partisipatif, seperti Musrenbang, forum anak muda desa, hingga keterlibatan dalam penyusunan kebijakan publik daerah. Proses ini bukan hanya soal mencetak pemimpin, tetapi membangun warga yang sadar hak dan tanggung jawabnya dalam kehidupan berbangsa.

Sementara itu, pemerintah daerah bisa memanfaatkan masa perpanjangan ini untuk memperkuat tata kelola partisipatif. Pelibatan publik dalam evaluasi program, transparansi anggaran, serta pelayanan berbasis aspirasi warga bisa menjadi jalan untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah lokal. Jika tidak, maka masa perpanjangan ini akan terasa seperti masa kekuasaan tanpa rakyat.

Antisipasi Kelemahan

Pekerja mengangkat bilik suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Katapang, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Pekerja mengangkat bilik suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Katapang, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Putusan MK harus menjadi pemantik perbaikan sistemik. Keputusan ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa perencanaan lanjutan. Pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama untuk menyusun peta jalan demokrasi lokal yang baru. Jangan sampai pemilu lokal hanya dipindah waktunya, tapi penyakit lamanya tetap dibawa.

Kelemahan dalam sistem pemutakhiran data pemilih, minimnya edukasi menjelang pemilu, rendahnya kualitas kampanye, dan tidak berjalannya forum demokrasi lokal seperti DPRD, semua harus ditangani secara bersamaan. Momentum jeda antara 2024 hingga 2029 harus dimanfaatkan untuk membenahi ekosistem demokrasi lokal secara menyeluruh.

Apalagi jika melihat potensi partisipasi pemilih muda yang terus tumbuh, maka inilah saatnya membangun infrastruktur demokrasi yang responsif terhadap kebutuhan mereka. Bukan hanya secara fisik, tapi juga secara substansial. Demokrasi harus hadir di sekolah, di komunitas, di dunia digital, dan dalam budaya keseharian warga.

Titik Tolak

Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemisahan pemilu harus menjadi titik tolak reformasi demokrasi lokal. Kita tidak bisa lagi bersembunyi di balik alasan teknis atau efisiensi administratif. Demokrasi sejati bukan sekadar prosedur, tetapi relasi yang sehat antara negara dan rakyatnya.

Oleh karena itu, perpanjangan masa jabatan kepala daerah bukan sekadar soal waktu. Ia adalah pertaruhan besar bagi legitimasi pemerintahan daerah. Jika selama masa perpanjangan ini tidak ada upaya serius untuk membangun partisipasi, literasi, dan regenerasi politik, maka yang kita hasilkan hanyalah kekuasaan yang kosong.

Kita membutuhkan demokrasi lokal yang hidup: yang berakar pada nilai, yang tumbuh dari bawah, dan yang menjawab kebutuhan zaman. Putusan MK bisa menjadi awal dari perubahan itu—asal kita tidak menjadikannya akhir dari akuntabilitas rakyat. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Guruh Muamar Khadafi
Analis Kebijakan Ahli Muda, Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional Lembaga Administrasi Negara
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 02 Sep 2025, 18:26 WIB

Bukan Sekadar Nostalgia: Elizabeth Menjawab Tren Fesyen Generasi Baru

Elizabeth memasuki babak baru, untuk menjaga relevansi brand di tengah perubahan gaya hidup dan selera konsumen yang semakin dinamis.
Koleksi tas dari brand lokal Elizabeth. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 02 Sep 2025, 16:58 WIB

Menemukan Keindahan dan Rasa di Emmy’s Kitchen, Oase Kuliner Estetik di Tengah Tren Kafe Bandung

Bernuansa shabby chic vintage, Konsep Emmy’s Kitchen menggabungkan elemen klasik Eropa dan taman bunga, magnet bagi pencinta estetika.
Area indoor Emmy’s Kitchen bertema European classic. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 02 Sep 2025, 16:00 WIB

AYO NETIZEN September 2025 Usung Tema HUT Kota Bandung, Total Hadiah Rp1,5 Juta!

Program AYO NETIZEN dari Ayobandung.id mengangkat tema besar HUT Kota Bandung 2025.
Program AYO NETIZEN dari Ayobandung.id mengangkat tema besar HUT Kota Bandung 2025. (Sumber: Pexels/Anna Nekrashevich)
Ayo Biz 02 Sep 2025, 15:58 WIB

Cikopi Mang Eko: Dari Bandung ke Asia Tenggara, Menyulut Semangat Kopi Lokal

Keputusan Mang Eko untuk terjun ke bisnis kopi bukan sekadar mengikuti tren. Ia melihat kopi sebagai komoditas yang tak lekang oleh waktu.
Muchtar Koswara akrab dipanggil Mang Eko, pemilik dari brand UMKM Cikopi Mang Eko. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 02 Sep 2025, 14:38 WIB

Musisi Flamboyan yang Peduli Budaya Sunda Itu Telah Pergi

Kang Acil Bimbo alias Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah meninggal dunia.
Jaka, Samsudin, Acil dari grup Trio Bimbo di Majalah Varianada Edisi 86 Tahun 1972. (Sumber: Wikimedia Commons)
Ayo Netizen 02 Sep 2025, 13:40 WIB

Mie Kocok Bandung dalam Cerita Negeri Wakanda

Sekecil apapun itu, semembahayakan itu, suara keadilan harus terus digaungkan. Sekali pun lewat makanan yang kamu sedang nikmati saat ini.
Mie Kocok Bandung Buatan di Rumah (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 02 Sep 2025, 12:18 WIB

Mengungkap Rahasia di Balik Cita Rasa Kopi Otentik

Owner BJR Coffee, Dinda Gemilang mengungkapkan bahwa kunci pengolahan kopi berkualitas terletak pada proses roasting. Menurutnya, tahap ini sangat menentukan cita rasa yang akan muncul dari secangkir
Biji Kopi di Kedai Kopi Banjaran (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 02 Sep 2025, 11:08 WIB

Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Bandung dulu dijuluki surga dalam pembuangan, tempat buangan pegawai VOC di pedalaman Priangan. Jadi kota besar berkat kopi dan sejarah kolonialisme.
Keramaian Jalan Raya Pos bagian timur di Bandung di era kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Biz 02 Sep 2025, 11:07 WIB

Mengenal Dapros, Kerupuk Tradisional dengan Bentuk Unik dan Citarasa Khas

Di meja makan orang Indonesia, kerupuk hampir selalu hadir sebagai pelengkap. Di antara ragam jenisnya, ada satu yang masih bertahan hingga kini meski dibuat dengan cara tradisional, yaitu kerupuk dap
Ilustrasi Foto Dapros. (Foto: Dok. Shopee)
Ayo Biz 02 Sep 2025, 09:38 WIB

Lomie Imam Bonjol, Kuliner Legendaris Favorit BJ Habibie

Lomie sudah melekat menjadi identitas kuliner Bandung. Hidangan mie berkuah kental ini kerap disajikan hangat bersama kangkung, menciptakan rasa gurih yang cocok dinikmati saat cuaca dingin.
Foto Lomie Imam Bonjol, Kuliner Favorit BJ Habibie. (Foto: GMAPS)
Ayo Netizen 02 Sep 2025, 09:16 WIB

Sejarah Rugbi di Indonesia, Bandung Dianggap Kota Pelopor

Rugbi, "olahraga kasar untuk pria terhormat" ini, sudah denyut sejak dulu khususnya di Kota Bandung.
Ilustrasi dua tim rugbi yang tengah bertanding. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: PierreSelim)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 20:26 WIB

Screamous: Ketika Streetwear Menjadi Kanvas Kolaborasi Dunia

Didirikan awal tahun 2000-an, Screamous lahir dari semangat anak muda Bandung yang ingin menyuarakan identitas melalui fashion.
Koleksi kolaborasi Screamous x Usugrow. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 20:14 WIB

Kota Bandung, Tren, dan Ironi Kolonialisme

Kota penuh perhatian. Ada budaya pop juga sejarah melawan penjajahan. Indah tapi juga penuh masalah.
Tukang becak di Kota Bandung. (Sumber: Pexels/Try Sukma Wijaya)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 19:35 WIB

Dari Kandang ke Kedai, Spill&Bites dan Rasa yang Meresap

Spill&Bites dan ide bisnis mereka mengolah peluang dari hulu ke hilir, dari peternakan hingga meja makan.
Spill&Bites, hasil evolusi dari industri peternakan ayam yang melihat peluang lebih besar di dunia makanan cepat saji. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 18:01 WIB

Dari Bank ke Dapur: Andri dan Daimata yang Meracik Peluang dari Pedasnya Sambal Lokal

Daimata adalah misi Andri untuk mengangkat kuliner lokal, sambal khas Indonesia agar bisa dinikmati siapa saja, kapan saja, tanpa kehilangan cita rasa aslinya.
Andri Ganamurti selaku Owner dari brand Daimata, produk UMKM sambal dalam kemasan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 17:41 WIB

Bursa Digital, Pajak Karbon, dan Agenda Keberlanjutan dalam APBN

Pajak karbon dan bursa digital dapat menjadi alat penting dalam agenda keberlanjutan dalam APBN.
Ilustrasi Lingkungan (Sumber: Pixabay.com | Foto: Pixabay)
Ayo Jelajah 01 Sep 2025, 15:52 WIB

Sejarah Hari Jadi Kota Bandung, Kenapa 25 September?

Bandung pernah rayakan ulang tahun 1 April, tapi kini 25 September jadi tanggal resmi berdirinya kota. Penetapan 25 September 1810 lahir dari riset sejarah panjang.
Alun-alun Bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 15:19 WIB

Apakah Damkar Representasi Pahlawan Sesungguhnya Negeri Ini?

Fenomena "minta tolong ke damkar" sedang ramai di masyarakat.
Nyatanya Damkar Lebih Dipercaya Masyarakat (Sumber: Pexels/Muallim Nur).
Ayo Biz 01 Sep 2025, 14:05 WIB

Sajikan Biji Kopi Kabupaten Bandung, BJR Coffee Tawarkan Kualitas Citarasa yang Konsisten

Berawal dari hobi, Dinda Gemilang sukses membangun bisnis kopi dengan brand Kopi BJR. Bahkan konsumen Dinda berasal dari berbagai daerah di luar Bandung.
Kopi BJR (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 01 Sep 2025, 13:16 WIB

Jejak Sejarah Gempa Besar di Sesar Lembang, dari Zaman Es hingga Kerajaan Pajajaran

Sejarah gempa besar di Sesar Lembang ungkap potensi magnitudo 7. Gempa raksasa purba ini sudah terlacak sezak Zaman Es akhir hingga Kerajaan Pajajaran di abad ke-15.
Ilustrasi gempa besar akibat Sesar Lembang di Bandung di abad ke-15.