Paradoks Pembangunan PLTA Upper Cisokan: Energi Terbarukan, Ruang Hidup Terabaikan

Hengky Sulaksono Restu Nugraha Sauqi
Ditulis oleh Hengky Sulaksono , Restu Nugraha Sauqi diterbitkan Jumat 02 Mei 2025, 13:28 WIB
Lokasi tambang andesit di Gunung Karang, Desa Karangsari, Kecamatan Cipongkor. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Lokasi tambang andesit di Gunung Karang, Desa Karangsari, Kecamatan Cipongkor. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

AYOBANDUNG.ID - Di atas kertas, namanya terdengar mulia: energi baru dan terbarukan. Ramah lingkungan, bersih, berkelanjutan. Tapi di Gunung Karang, Kabupaten Bandung Barat, energi ini tidak hadir dalam wujud matahari yang hangat atau angin sepoi-sepoi. Ia datang dalam rupa dinamit, debu, dan deru ekskavator. Ia menyisakan bukan hanya bolong di tanah, tapi juga lubang di hati warga.

Energi ini katanya menyelamatkan bumi. Tapi di Karangsari dan Sarinagen, ia lebih dulu merusak rumah dan mengusir emak-emak dari dapur. Bukan karena mereka ingin pindah haluan jadi aktivis, tapi karena baju mereka tak bisa lagi dijemur. Debu dari batu yang digiling beterbangan, menempel di pakaian yang mestinya harum sabun, bukan aroma andesit.

Di ruang-ruang seminar pembangunan, energi ini dielu-elukan sebagai simbol peradaban masa depan. Di Gunung Karang, ia lebih mirip monster dari zaman purba yang mengunyah bukit dan meludahkannya dalam bentuk longsor. Listrik masa depan itu ternyata butuh tumbal masa kini.

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Upper Cisokan digadang-gadang sebagai solusi energi hijau bagi Jawa-Bali. Tapi bagi emak-emak di lereng gunung, proyek ini cuma bikin genting beterbangan dan kaca jendela bergetar seperti sedang konser metal. Bahkan kalaupun itu energi bersih, tak seharusnya membersihkan warga dari tanah kelahiran mereka.

Senin pagi, 28 April 2025. Matahari baru setinggi galah. Sejumlah emak-emak dari Desa Karangsari dan Sarinagen menyerbu lokasi tambang batu andesit di Gunung Karang. Aksinya bukan kirab budaya, bukan juga program PKK. Ini adalah bentuk protes keras warga.

Lia, 52 tahun, dengan suara serak akibat debu, mengaku jengkel. "Kami tadi mayoritas ibu-ibu spontan mendatangi lokasi tambang minta blasting dan penggilingan batu dihentikan. Kita minta dampak debu dan getaran dituntaskan dulu, kalau itu sudah selesai baru proyek boleh jalan lagi," katanya.

Debu batu beterbangan, masuk ke sela genting, menempel di lantai, merusak pakaian bersih yang dijemur. "Gilingan batu ini terbang kemana-mana terbawa angin. Kami minta ini bisa diminimalisir supaya tak lagi masuk ke rumah dan pakaian yang sedang dijemur," lanjut Lia.

Tapi bukan cuma debu. Blasting alias ledakan bikin kaca rumah bergetar, tembok retak, genting beterbangan. Sudah seperti sedang tinggal di wilayah perang.

"Sudah hampir satu tahun ini berjalan, kami sudah beberapa kali sampaikan agar tanggulangi dulu dampak, tapi mereka gak mengindahkan. Puncaknya hari ini, warga terpaksa demo ke lokasi," ujar Lia. Satu tahun bersabar. Dan akhirnya meledak juga—bukan cuma batu, tapi juga kesabaran emak-emak.

Sejumput Problema PLTA

PLTA Upper Cisokan adalah proyek besar yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dan ditujukan untuk menyuplai energi bersih berkapasitas 1.040 megawatt ke wilayah Jawa-Bali. Secara dokumen, ini adalah langkah untuk mencapai target bauran energi baru dan terbarukan sebesar 25% pada tahun 2025.

Tapi, di balik jargon energi bersih dan transisi ramah lingkungan, proyek ini menyisakan banyak persoalan serius di tingkat akar rumput.

Yang paling menonjol adalah dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar lokasi proyek. Gunung Karang, yang menjadi salah satu lokasi penambangan batu andesit untuk proyek, merupakan kawasan yang selama ini jadi sumber air bersih bagi warga di dua desa.

Gunung ini menyimpan sejumlah mata air yang digunakan warga secara turun-temurun. Warga membangun bak penampung air sederhana dan mengalirkan air ke rumah masing-masing dengan pipa, karena kawasan tempat tinggal mereka memang terkenal sulit mendapatkan air tanah.

Dimulainya aktivitas tambang membuat warga resah. Mereka khawatir pengerukan batu nanti akan berdampak langsung pada kelestarian mata air. Ada tujuh titik penampung air yang ditemukan Gunung Karang. Air ini tidak hanya penting untuk kebutuhan harian, tetapi juga menyirami puluhan hektare sawah. Apabila mata air terganggu, keberlangsungan pertanian warga juga terancam.

Warga meminta agar proyek tambang tidak dilanjutkan sebelum ada jaminan bahwa mata air tetap aman. Mereka tak ingin menjadi korban dari proyek yang dijalankan tanpa mitigasi.

Kekhawatiran warga juga diamini oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat. Direktur Walhi Jabar, Wahyudin Iwank, menyebut proyek ini dari awal sudah tidak transparan, termasuk dalam dokumen perizinan dan kajian dampaknya terhadap lingkungan.

Pembukaan akses jalan proyek saja sudah dilakukan secara serampangan, sehingga memicu longsor saat musim hujan. Walhi mendesak agar proyek ini dihentikan sementara sampai ada kepastian mitigasi dampak lingkungan dan hak-hak warga terpenuhi.

“Lihat saja, jalan menuju proyek ini kerap longsor karena sejak awal ugal-ugalan. Tak kajian lingkungan secara serius,” kata Iwank.

Sementara itu, di kawasan lain yang langsung bersinggungan dengan proyek bendungan, dampaknya lebih nyata. Kampung Lembur Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Rongga, menjadi salah satu lokasi paling terdampak.

Kampung ini terletak sangat dekat dengan proyek PLTA Upper Cisokan, bahkan sebagian wilayahnya direncanakan akan ditenggelamkan untuk menjadi bagian dari bendungan. Sejak akhir 2022, warga sudah harus terbiasa dengan pemandangan ekskavator dan truk proyek yang hilir mudik, serta suara ledakan dari pengerjaan terowongan.

Bagi Waning, 50 tahun, salah satu warga Kampung Lembur Sawah, proyek ini bukan hanya soal perubahan pemandangan atau kerusakan alam, melainkan juga penggusuran ruang hidup.

Ia dan keluarganya dipaksa melepas rumah, sawah, dan kebun yang menjadi sumber kehidupan. Sebagian besar warga sudah eksodus ke kampung-kampung tetangga seperti Babakan Bandung dan Tegalalaja, bahkan ada yang berpindah hingga ke Cianjur.

Data yang dihimpun per September 2024, dari sekitar 70 kepala keluarga, masih ada 27 yang bertahan karena belum mendapatkan ganti rugi atau tak memiliki cukup dana untuk pindah.

Waning termasuk yang bertahan. Meski rumah dan sawahnya sudah masuk area pembebasan, ia tak sanggup membangun kehidupan baru hanya dengan Rp200 juta ganti rugi. Uang itu tampak besar di atas kertas, tetapi dalam kenyataan tidak cukup untuk membeli lahan baru, membangun rumah, serta memulai pekerjaan baru.

Waning, 50 tahun, memungut sisa material bangunan yang tergusur proyek PLTA Cisokan untuk dipakai jadi bangun rumahnya di Kampung Lembur Sawah, Desa Sukaresmi. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Selain digusur, warga yang bertahan di Lembur Sawah juga menghadapi masalah akses air. Karena pembangunan jalan ke proyek memotong aliran air ke sawah, para petani kehilangan sumber irigasi yang selama ini menopang sistem tanam mereka. Yang dulunya bisa panen tiga kali setahun, kini bergantung pada musim hujan.

"Karena dibuat jalan ke proyek bendungan di area hutan, sumber air ke sawah jadi terhalang jalan. Otomatis sawah gak ada sumber air,” kata Ketua RW 01 Lembur Sawah, Asep Suherman.

Proyek ini disebut-sebut dibiayai oleh pinjaman dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), dengan nilai mencapai 610 juta. Sayangnya, duit sebanyak itu tidak mampu menutup ragam persoalan di lapangan. Ganti rugi hanya diberikan untuk tanah, itupun terkesan sekenanya. Pendampingan bagi warga terdampak? Ada, tapi jangan tanya soal keseriusannya.

Permasalahan lain yang tak kalah besar adalah kerusakan hutan. PT PLN telah mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) seluas 409 hektar untuk proyek ini. Sesuai aturan, mereka wajib mengganti dua kali lipat lahan hutan yang digunakan, yakni 818 hektar. Namun laporan Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat menunjukkan bahwa hingga Desember 2021, PLN baru menyediakan sekitar 152 hektar lahan pengganti. Bahkan lahan pengganti itu pun belum ditanami ulang, sehingga fungsinya sebagai kawasan hutan belum kembali.

Perubahan fungsi hutan ini sangat merisaukan. Kawasan Cisokan merupakan habitat berbagai flora dan fauna langka, seperti macan tutul, trenggiling, kukang Jawa, dan surili. Kini, satwa tersebut makin sulit ditemui, diduga karena terganggu suara alat berat dan rusaknya habitat. Yang lebih sering turun justru babi hutan dan monyet, yang mulai mencari makan ke kebun warga karena sumber makannya di hutan terganggu.

”Sejak 6 bulan terakhir babi dan monyet sering masuk ke kebun. Mungkin karena lokasi cari makannya terganggu jadi turun ke kebun,” kata Rohmat, 55 tahun, petani hutan asal Desa Sukaresmi.

Pembangkit Listrik Baru, Emang Perlu?

Pada tahun 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kelebihan pasokan listrik (oversupply) di sistem Jawa-Bali sebesar 4 gigawatt (GW), turun dari 7 GW pada tahun sebelumnya. Artinya, meskipun ada penurunan, masih terdapat surplus energi yang signifikan.​

Proyeksi pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan energi di masa depan tetap menjadi pertimbangan. ESDM memprediksi bahwa pertumbuhan permintaan listrik sekitar 5-6% per tahun, sehingga kelebihan pasokan ini diperkirakan akan terserap dalam 2-3 tahun ke depan.

Problem listrik luber ini mulai muncul setelah pemerintah meluncurkan program pembangunan pembangkit listrik 35 GW yang dimulai sejak 2015. Program ambisius itu diluncurkan pemerintah didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi 7-8% per tahun.

Waktu itu, optimisme nasional memang sedang di atas langit. Semua terasa mungkin. Tapi seperti semua hal yang terlalu percaya diri, kenyataan datang membawa kertas ujian.

Ekonomi Indonesia ternyata cukup tahu diri. Tumbuhnya sabar, sekitar 5% saban tahun. Kadang lebih rendah. Tapi pembangunan pembangkit sudah kadung jalan. Seperti orang pesan nasi padang satu talenan, padahal yang makan cuma dua orang. Hasilnya? Listrik luber. Melimpah. Nangkring di gardu, tak tahu mau ke mana.

PLN, yang mestinya senyum dapat pasokan stabil, malah megap-megap. Soalnya, mereka harus tetap membayar listrik yang tak dipakai. Itu namanya take or pay. Artinya: kalau listriknya dipakai, PLN bayar. Kalau enggak dipakai? Tetap bayar.

Situasi ini bukan hanya salah perhitungan. Tapi salah perhitungan yang mahal.Pada tahun 2023, margin cadangan listrik di Jawa-Bali mencapai 44%, jauh di atas standar ideal 20-30%. Situasi ini bikin PLN harus membayar listrik walau tidak terpakai, entah sampai kapan.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Jelajah 03 Agu 2025, 08:37 WIB

Sejarah Tahu Sumedang, Warisan Cita Rasa Tionghoa hingga Era Cisumdawu

Tahu Sumedang lahir dari tangan imigran Tiongkok di awal 1900-an dan berkembang jadi kuliner khas yang melegenda hingga hari ini.
Tahu Sumedang, kuliner legendaris dari Jawa Barat. (Sumber: Peter | Foto: Flickr)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 19:02 WIB

Dari 1968 ke Hari Ini, Warisan Rasa di Sepiring Gado-gado Tengku Angkasa

Gado-gado Tengku Angkasa bertahan hingga kini, menyuguhkan sepiring kisah sejak 1968 yang tak pernah kehilangan makna.
Gado-gado Tengku Angkasa bertahan hingga kini, menyuguhkan sepiring kisah sejak 1968 yang tak pernah kehilangan makna.
Ayo Biz 02 Agu 2025, 17:09 WIB

Menenun Inspirasi dari Barang Bekas, Kisah Tuti Rachmah dan Roemah Tafira

Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi.
Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi. (Sumber: Roemah Tafira Handycraft)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 16:07 WIB

Antara Tren dan Nilai, Cara Anggia Handmade Merancang Busana yang Bermakna

Di tengah arus dinamis industri busana muslim, Anggiasari Mawardi hadir dengan pendekatan yang tak sekadar mengikuti tren.
Di tengah arus dinamis industri busana muslim, Anggiasari Mawardi hadir dengan pendekatan yang tak sekadar mengikuti tren. (Sumber: Anggia Handmade)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 08:18 WIB

Jaket Super Ekslusif dari Bandung Ini Tak Pernah Kehilangan Popularitas

Dari sebuah kamar kos berukuran dua kali dua meter di Bandung, lahir sebuah brand fashion yang kini dikenal luas oleh pecinta jaket eksklusif, Rawtype Riot. Bahkan jaket ini sempat menjadi buah bibir
Jaket Rawtype Riot (Foto: Dok. Rawtype Riot)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 07:26 WIB

Menikmati Sajian Kuliner Sunda dan Petualangan Seru di Selatan Bandung

Jika biasanya kuliner hadir sebagai pelengkap destinasi wisata, hal sebaliknya justru ditawarkan Bale Bambu. Berlokasi di jalur utama Soreang–Ciwidey, tempat makan ini menjadikan pengalaman wisata
Ilustrasi -- Nasi Liwet Sunda (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 01 Agu 2025, 21:29 WIB

Saat Uang Kotor Disulap Jadi Sah: Bisa Apa Hukum Indonesia?

Seperti kasus korupsi di Pemkab Bandung Barat, uang korupsi direkayasa jadi macam uang bersih melalui tindak pidana pencucian uang.
 (Sumber: Refika Aditama | Foto: Refika Aditama)
Ayo Netizen 01 Agu 2025, 20:26 WIB

Surga Kuliner Jajanan SD di Kawasan UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pemburu kuliner jajanan SD wajib datang ke Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Kawasan Jajanan UIN Sunan Gunung Djati Bandung (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 18:51 WIB

49 Tahun Bersama Canting, Kisah Hidup dalam Lembar Batik

Di tangan Sipon, malam panas yang menari di atas kain bukan sekadar teknik, melainkan warisan yang menyatu dengan detak hidupnya.
Di tangan Sipon, malam panas yang menari di atas kain bukan sekadar teknik, melainkan warisan yang menyatu dengan detak hidupnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Agu 2025, 16:08 WIB

Gempa Bumi yang Memicu Letusan Gunung Api di Lembah Suoh 

Air Panas alami keluar di lembah Suoh, di antara dua patahan yang sejajar, dengan gerakan di garis patahan yang saling berlawanan.
Kawah Keramikan, dasarnya yang rata, seperti lantai yang dialasi keramik. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 14:22 WIB

Rupa-rupa Hijab Lokal dari Bandung, Nyaman dan Enak Dipandang

Hijab atau jilbab sudah menjadi fashion item yang melekat dalam kehidupan sehari-hari para Muslimah. Selain untuk menutup aurat, keberadaannya juga bisa mempercantik tampilan wajah.
Ilustrasi Hijab (Foto: Freepik)
Ayo Jelajah 01 Agu 2025, 14:19 WIB

Sejarah Lyceum Kristen Bandung, Sekolah Kolonial yang jadi Saksi Bisu Gemerlap Dago

Het Christelijk Lyceum atau Lyceum Kristen Bandung adalah sekolah kolonial bergaya Eropa di Dago, menyimpan jejak sejarah pendidikan Hindia Belanda dan kisah para alumninya.
Foto siswa Het Christelijk Lyceum Bandung di Dago 1951/52 (Sumber: javapost.nl)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 14:03 WIB

Makeupuccino, di Mana Belanja Makeup Bertemu Momen Me-Time

Makeupuccino bukan hanya toko kosmetik, tapi juga ruang nyaman untuk bersantai, berbagi cerita, dan merayakan kecantikan dalam segala bentuknya.
Makeupuccino bukan hanya toko kosmetik, tapi juga ruang nyaman untuk bersantai, berbagi cerita, dan merayakan kecantikan dalam segala bentuknya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 01 Agu 2025, 13:09 WIB

Mengapa Tanah di Cekungan Bandung Terus Ambles? Cerita dari Rancaekek dan Bojongsoang

Hasil penelitian ini mengungkap alasan utama di balik fenomena yang membuat tanah di Cekungan Bandung terus ambles.
Persawahan di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Google map)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 12:46 WIB

Kolaborasi Bukan Kompetisi, Semangat Baru Fashion Lokal dari Bandung

Di tengah persaingan global, produk brand lokal asal Kota Kembang menunjukkan kepercayaan diri dan kualitas yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Di tengah persaingan global, produk brand lokal asal Kota Kembang menunjukkan kepercayaan diri dan kualitas yang tak bisa dipandang sebelah mata. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 12:19 WIB

Kecimpring Babakan Bandung: Usaha Camilan Tradisional yang Terus Bertahan

Kampung Babakan Bandung, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, memiliki aktivitas pagi yang unik. Denting suara hiruk pikuk bukan berasal dari kendaraan atau pasar, melainkan da
Kecimpring Babakan Bandung (Foto: Ist)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 11:46 WIB

Warung Bakso Klasik di Lengkong Kecil, Selalu Jadi Magnet Pecinta Kuliner Sejak 1994

Di sudut Jalan Lengkong Kecil No. 88, Paledang, Bandung, terdapat sebuah warung bakso sederhana. Namanya sudah melekat kuat dalam ingatan banyak warga, yaitu Mie Bakso Mang Idin.
Bakso Mang Idin (Foto: Ist)
Ayo Jelajah 01 Agu 2025, 07:53 WIB

Sejarah Seni Tari Jaipong yang Kemunculannya Diwarnai Polemik

Sejarah jaipong tak lepas dari Suwanda di Karawang dan Gugum Gumbira di Bandung. Tarian ini kini jadi ikon budaya Sunda dan Indonesia.
Tari Jaipongan asal Jawa Barat. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 18:06 WIB

Dari Remaja ke Keluarga, Evolusi Gaya Hidup di Balik Brand 3Second

Berawal dari semangat kreatif Kota Bandung, 3Second berkembang menjadi lebih dari sekadar merek fashion lokal.
Berawal dari semangat kreatif Kota Bandung, 3Second berkembang menjadi lebih dari sekadar merek fashion lokal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 31 Jul 2025, 17:30 WIB

Dua Operasi Caesar yang Mengubah Stigma

Dua kelahiran, dua pengalaman berbeda, yang mengubah stigma tentang BPJS Kesehatan.
Shafa (baju krem kiri) dan Athiya, dua anak dari Rika Muflihah yang selamat lahir berkat operasi caesar. (Sumber: Ayobandung.id)