Kabel Pabeulit yang Tak Cuma Soal Estetika Bandung

Hengky Sulaksono Mildan Abdalloh
Ditulis oleh Hengky Sulaksono , Mildan Abdalloh diterbitkan Minggu 04 Mei 2025, 18:42 WIB
Warga melintas di dekat kabel yang ada di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Warga melintas di dekat kabel yang ada di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Sore itu Bandung mendung, seperti biasa. Tapi kali ini mendungnya bukan karena awan tebal yang menggantung di langit, melainkan karena kabel-kabel hitam yang berjuntaian di udara seperti akar-akar dari pohon beringin tua yang lupa bahwa dia seharusnya menempel di tanah, bukan menggantung di atas kepala orang lewat.

Bandung, kota yang konon katanya kreatif itu, menyuguhkan pemandangan yang luar biasa absurd di mata siapa pun yang berani mendongak. Kabel di Bandung adalah bentuk seni kontemporer paling jujur. Ia hadir tanpa kurator, tanpa konsep.

Dari kawasan Jalan Braga yang jadi pusat estetika, hingga wilayah timur yang saban pagi-sore dijejali kemacetan, kabel-kabel tidak sekadar bergelantungan. Pemandangan ini bukan fiksi. Di simpang Jalan Aceh–Merdeka, kabel udara menumpuk seperti undangan grup WhatsApp keluarga. Di Simpang Sumatera–Aceh, lebih parah lagi: 12 tiang berjajar rapi.

Di Jalan Padasuka, Retno, pengguna jalan yang tiap hari berjibaku dengan macet dan kabel, mengatakan tiang listrik di bahu jalan menyebabkan motor dan mobil harus mepet ke tengah jalan. Setiap pagi jadi titik kemacetan. Tapi itu masih bisa dilalui. Yang tidak bisa dilalui adalah rasa cemas saat malam hari.

“Tiangnya kan warna item, kalo malam itu suka tidak kelihatan. Jadi kalau bawa motor agak ke pinggir bisa-bisa nabrak tiang,” katanya.

Sudah lebih dari 5 tahun tiang itu berdiri di situ. Tidak ada yang tahu siapa yang menanamnya. Mungkin ia muncul begitu saja, seperti jamur di musim hujan.

Bergeser ke Kabupaten Bandung, pemandangan tak jauh beda. Di Jalan Sukamenak, Kecamatan Margahayu, kabel terlihat menggulung seperti mi instan gagal rebus. Beberapa bahkan menempel di rumah warga. Ada yang menjuntai rendah di pinggir jalan. Lalu di Jalan Raya Laswi, Ciparay, kabel-kabel menyentuh rumah, seperti tamu tak diundang yang masuk lewat atap.

“Sudah lama seperti ini, tidak tahu juga ini kabel milik siapa,” ujar Mulyana, warga Ciparay.

Bandung bukan Paris, tentu saja, meskipun ia dijuluki Paris van Java. Tapi bahkan kota-kota yang penuh kenangan kolonial dan bangunan art deco-nya itu pun berhak untuk tak terlihat seperti papan sirkuit raksasa hasil eksperimen mahasiswa teknik elektro semester 3 yang kehabisan ide tugas akhir.

Tentu, siapa pun bisa mengatakan bahwa ini soal estetika. Tapi apakah estetika satu-satunya korban di sini?

Sudah Telan Korban Jiwa

Faktanya, persoalan kabel pabeulit ini bukan sekadar soal estetika belaka. Ini bukan tentang foto Instagramable yang terganggu tiang listrik. Ini tentang hidup dan mati.

Pada 25 Februari 2024 malam, Dodih (59), warga biasa yang hanya ingin sampai rumah, tewas tersangkut kabel yang menjuntai di Jalan Peta–Kopo. Lehernya terlilit kabel seperti jerat pemburu. Tidak ada sinetron yang bisa menuliskan naskah segelap itu. Ia jatuh. Ia meninggal di tempat. Kabel itu tidak punya nama. Tidak punya surat tugas. Tapi ia adalah pelaku.

“Tersangkut kabel di bagian leher, terjatuh. Korban meninggal di tempat,” kata Kapolsek Bojongloa Kidul, Kompol Ari Purwanto, kala itu.

Pada September 2023, seorang pengendara motor di Dayeuhkolot juga tewas dalam situasi serupa. Kabel menjuntai rendah, nyawa melayang. Tapi bahkan setelah 2 nyawa hilang, kabel tetap menggantung di tempat yang sama. Tidak ada yang benar-benar berubah.

Ironisnya, kabel-kabel yang membunuh itu justru seperti benda mati yang kebal hukum. Tak bisa diadili, tak bisa dimintai tanggung jawab. Kabel bisa membunuh, lalu melenggang lagi ke tiang berikutnya.

Yang lebih menyedihkan adalah, setelah kejadian-kejadian itu, tidak banyak yang berubah. Tiang-tiang tetap berdiri, tak semua kuat. Bahkan beberapa tampak miring, seolah ikut menunduk atas beban kesalahan yang belum ditebus.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Kesemrawutan kabel-kabel yang menelan korban nyawa ini sempat direspons pemangku kepentingan. Diskominfo Kabupaten Bandung bilang, pemerintah sudah tidak mengizinkan pemasangan kabel udara untuk jaringan baru. Semua harus lewat fiber optik di dalam tanah. Tapi kabel lama ini tetap dibiarkan bergelayut.

“Itu jaringan lama. Tidak bisa juga ditertibkan, karena secara aturan masih boleh,” kata Kepala Diskominfo Kabupaten Bandung, Yosep Nugraha.

Regulasi katanya masih digodok. Mungkin nanti ada Perbup. Mungkin juga Perda. Tapi hingga regulasi itu hadir, warga hanya bisa berharap kabel-kabel itu tidak jatuh dan mengulangi tragedi.

PLN sendiri mengaku mengikuti prosedur. Kabel mereka, katanya, tak pernah tergulung. Kalau ada yang menjuntai, itu karena faktor eksternal: layangan, pohon tumbang, atau mungkin kesengajaan oknum. Mereka juga bilang, kabel listrik punya standar ketinggian: 6 meter untuk jalan besar, 4–5 meter untuk jalan kecil.

“Kalau kami PLN pada dasarnya ikut kebijakan pemkot setempat. Termasuk soal kebijakan ducting untuk menurunkan kabel udara,” kata Manajer Komunikasi & TJSL PLN UID Jabar, Dindin Mulyadin.

Sementara itu, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) punya rencana besar. Tahun 2025 akan jadi tahun relokasi kabel, terutama di kota-kota besar seperti wilayah Jabodetabek. Akan ada penataan. Akan dipindahkan ke dalam tanah. Apjatel menyebut akan ada konsep tiang bersama. Satu tiang untuk semua operator.

Regulasi Dilalaikan?

Pakar perancangan arsitektur dari ITB, Heru Wibowo Poerbo, mengingatkan bahwa ada 2 prinsip dasar dalam perancangan ruang publik. Prinsip yang sederhana tapi kerap dilupakan: keselamatan dan kesehatan.

“Jadi diutamakan bahwa apa pun yang ada di ruang umum itu tidak akan mencelakai atau mencederai masyarakat yang beraktivitas di sana,” katanya.

Jalan umum dan trotoar adalah bagian dari ruang hidup kota. Tapi ruang ini sering disalahgunakan. Di beberapa ruas jalan, kabel bergelantungan rendah, siap menjerat kepala pengendara motor yang apes. Di tempat lain, kabel-kabel itu melilit tiang yang sama sekali tak didesain untuk menopang beban berlebih.

Secara hukum, persoalan ini sebenarnya sudah selesai. Negara sudah membuat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022. Di atas kertas, semuanya diatur. Ada istilah ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, hingga ruang pengawasan jalan. Ada batas ketinggian, ada kategori jalan. Tapi di lapangan, kertas hukum kalah oleh realitas yang kusut seperti kabel itu sendiri.

Heru mencontohkan 2 jalan di Bandung: Jalan Peta yang masuk kategori kolektor primer dan Jalan Kopo sebagai arteri sekunder. Keduanya termasuk jenis jalan dengan ruang bebas di atasnya, yang berarti seharusnya tidak ada penghalang, termasuk kabel, di bawah ketinggian tertentu. Menurut aturan, kabel masih boleh dipasang di atas jalan asalkan berada setidaknya 5 meter dari permukaan aspal agar tidak membahayakan pengguna jalan.

“Pemasangan kabel di atas jalan masih diperbolehkan, akan tetapi sesuai aturan harus dengan ketinggian minimal 5 meter dari permukaan jalan. Agar masyarakat pun terjamin keamanan serta keselamatannya,” lanjutnya.

Tapi coba tengok Jalan Peta. Kabel tergantung rendah. Sangat mungkin di bawah 5 meter. Ini bukan cuma melanggar aturan, ini mengancam nyawa. Heru menyebutnya sebagai bentuk kelalaian. Kata yang halus untuk menyebut kekacauan sistemik.

Dia mengatakan, ada satu solusi yang kini mulai dilirik serius: multi utility tunnel (MUT). Ini semacam gorong-gorong besar di bawah tanah yang isinya bukan air comberan, melainkan kabel-kabel dan pipa utilitas. Di dalamnya, semuanya rapi. Tak ada yang semrawut.

Sampai hari itu datang, warga Bandung hanya bisa berharap 2 hal: jangan lupa helm, dan selalu tengok ke atas. Karena di kota ini, bahaya bisa datang dari langit, dari sesuatu yang seharusnya tak bergerak, tapi ternyata lentur seperti nasib rakyat jelata.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 16 Des 2025, 20:46 WIB

Bandung Dikepung Awan Gelap: Mengapa Banjir Kilat dan Angin Ekstrem Kini Sering Terjadi?

Mengkaji peningkatan banjir kilat dan angin ekstrem di Bandung akibat dinamika cuaca, perubahan iklim, dan perubahan tata guna lahan.
Warga memanfaatkan delman untuk melintasi jalan permukiman yang terendam banjir, saat akses kendaraan bermotor terganggu akibat genangan air. (Sumber: Dokumentasi Warga | Foto: Dokumentasi Warga)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 20:23 WIB

Siklus Tahunan yang Tak Kunjung Diakhiri di Kota Bandung

Kerusakan infrastruktur dan salah kelola lingkungan picu banjir tahunan di Bandung.
Banjir yang terjadi akibat tersumbatnya saluran air di Gang Nangkasuni, (07/03/2025). (Sumber: Irene Sinta)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:55 WIB

Mencicipi Cita Rasa Bakmi Ayam Madu di Sudut Kota Bandung

Bakmi OBC toping ayam madu dan panggang, Jln. Rancabentang I No. 12 Ciumbuleuit, Bandung, Jumat (28/11/2025).
Bakmi OBC toping ayam madu dan panggang, Jl. Rancabentang I No. 12 Ciumbuleuit, Bandung, Jumat (28/11/2025). (Sumber: Dok. pribadi | Foto: Arini Nabila)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:30 WIB

Jejak Rempah di Sepiring Ayam Geprek Favorit Anak Kos

Ayam geprek rempah dengan bumbu yang meresap hingga ke dalam daging, disajikan dengan kailan krispi dan sambal pedas yang nagih.
Ayam Geprek Rempah dilengkapi dengan kailan crispy dan sambal pedas yang nagih. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Firqotu Naajiyah)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:07 WIB

Wali Kota Farhan, Mengapa Respons Call Center Aduan Warga Bandung Lambat Sekali?

Warga Bandung mengeluh, Call Center Pemkot lambat merespons.
Gambaran warga yang menunjukkan rasa frustasi mereka saat menunggu jawaban dari Call Center Pemkot Bandung yang tak kunjung direspons. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 17:46 WIB

Nasib Naas Warga Sekitar Podomoro Park, Banjir Kiriman Jadi Rutinitas Musim Hujan

Pembangunan Podomoro Park yang selalu memberikan dampak negatif dan tidak memprihatinkan kenyamanan lingkungan penduduk sekitar.
Genangan air, imbas dari tidak adanya irigasi yang lancar (14/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Shafwan Harits A.)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 17:30 WIB

Seharusnya Ada Peran Wali Kota Bandung: Warga Harus Nyaman, Konvoi Bobotoh Tetap Berjalan

Kemenangan persib bandung selalu memicu euforia besar di kalamgan masyarakat Jawa Barat terjadi setiap persib meraih juara.
Ribuan bobotoh memenuhi ruas jalan Bandung saat merayakan kemenangan Persib Bandung pada Minggu sore, 25 Mei 2025. (foto: Della Titya)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 16:32 WIB

Pungutan Liar Menjadi Cerminan Buruknya Tata Kelola Ruang Publik Bandung

Pungutan liar yang masih terjadi di berbagai ruang publik Bandung tidak hanya menimbulkan keresahan.
Parkir liar yang tidak dibatasi menimbulkan kemacetan di Jln. Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Minggu (5/12/2025) (Foto: Zivaluna Wicaksono)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 16:12 WIB

Nasi Kulit di Cibiru, Harga dan Rasa yang bikin Semringah

Kuliner baru di daerah Cipadung yang cocok untuk mahasiswa, menyajikan makan berat yang enak namun dengan harga yang murah dan ramah di dompet
foto nasi kulit Jatinangor (Sumber: Camera HP | Foto: Alfi Syah)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 15:44 WIB

Sensasi Makan Lesehan di Al Jazeerah Signature Bandung

Al Jazeerah Signature Bandung menawarkan sensasi makan lesehan dengan sajian Kabsah Lamb khas Timur Tengah.
Dua porsi Kabsah Lamb di Al Jazeerah Signature Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Seli Siti Amaliah Putri)
Beranda 16 Des 2025, 15:18 WIB

Antara Urusan Rumah dan Lapak, Beban Ganda Perempuan di Pasar Kosambi

Beban ganda justru menuntut perempuan untuk terus bekerja di luar rumah, sekaligus memikul hampir seluruh pekerjaan domestik.
Punya beban ganda, perempuan pekerja menjadi pahlawan ekonomi sekaligus pengelola rumah tangga. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 15:11 WIB

Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Riwayat Panjang di Balik Ramainya Cibiru

UIN Sunan Gunung Djati Bandung lahir dari keterbatasan lalu berkembang menjadi kampus Islam negeri terbesar di Jawa Barat.
UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (Sumber: uinsgd.ac.id)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 15:05 WIB

Wayang Windu Panenjoan, Tamasya Panas Bumi Zaman Hindia Belanda

Jauh sebelum viral Wayang Windu Panenjoan dikenal sebagai destinasi kolonial yang memadukan bahaya keindahan dan rasa penasaran.
Wayang Windu Panenjoan. (Sumber: Tiktok @wayangwindupanenjoan)
Beranda 16 Des 2025, 14:57 WIB

Seni Lukis Jalanan di Braga Hidupkan Sejarah dan Ruang Publik Kota Bandung

Beragam tema dihadirkan, mulai dari potret tokoh terkenal hingga karya abstraksi penuh warna, yang terpampang di dinding-dinding bangunan sepanjang jalan
Ian seorang pelukis lokal dan karya lukisannya yang dipajang di trotoar Jalan Braga. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 12:57 WIB

Kang Ripaldi, Sosok di Balik Gratisnya Komunitas 'Teman Bicara'

Ripaldi, founder teman bicara yang didirikannya secara gratis untuk mewadahi anak muda yang ingin berlatih public speaking, mc wedding, mc event, mc birthday, hingga voice over secara gratis.
Ripaldi Endikat founder Teman Bicara (Sumber: Instagram Ripaldi Endikat | Foto: Tim Endikat Teman Bicara)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 12:04 WIB

Dari Hobi Menggambar Jadi Brand Fasion Lokal di Bandung

Bringace adalah merek fesyen lokal yang didirikan di Bandung pada tahun 2023.
 T-Shirt "The Unforgotten" dari Bringace. (Istimewa)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 10:07 WIB

Sejarah Universitas Padjadjaran, Lahirnya Kawah Cendikia di Tanah Sunda

Sejarah Universitas Padjadjaran bermula dari tekad Jawa Barat memiliki universitas negeri sendiri di tengah keterbatasan awal kemerdekaan.
Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:36 WIB

Dari Panggung Gigs ke Aksi Sosial di Flower City Festival 2025

Flower City Festival (FCF) 2025 sukses mengumpulkan dana senilai Rp56.746.500 untuk korban bencana di Sumatera.
Suasana Flower City Festival 2025 di Kopiluvium, Kiara Artha Park, Bandung (11/12/2025) (Sumber: Dokumentasi panitia FCF 2025 | Foto: ujjacomebackbdg)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:10 WIB

Berjualan di Trotoar, PKL Caringin Menginginkan Ruang Publik dari Wali Kota Bandung

PKL di Caringin yang berjualan di trotoar berharap ada penataan agar mereka bisa berjualan lebih tertib.
Sejumlah pedagang kaki lima yang tetap berjualan meski hujan di malam hari di kawasan Caringin 30-11-2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Raifan Firdaus Al Farghani)
Beranda 16 Des 2025, 07:38 WIB

Suara Perempuan di Garis Depan Perlawanan yang Disisihkan Narasi Kebijakan

Dari cerita personal hingga analisis struktural, diskusi ini membuka kembali pertanyaan mendasar: pembangunan untuk siapa dan dengan harga apa.
Suasan diskusi buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” Minggu (14/12) di perpustaakan Bunga di Tembok, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)