AYOBANDUNG.ID - Dalam dua pekan terakhir, Jawa Barat menjadi panggung dari operasi berskala besar untuk menertibkan praktik premanisme. Mulai dari Kota Bandung hingga Cimahi, dari pasar tradisional hingga kawasan industri, aparat kepolisian turun serentak. Penindakan ini dilakukan menyusul berbagai aduan masyarakat yang mengaku resah terhadap praktik pemalakan dan intimidasi yang kian merajalela.
Teranyar, pada Rabu, 14 Mei 2025, Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung mengamankan 75 orang yang diduga terlibat premanisme. Operasi ini melibatkan seluruh jajaran Polsek di Kota Bandung.
“Sesuai komitmen kami Polrestabes Bandung, tidak ada tempat untuk premanisme,” kata Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Budi Sartono dalam konferensi pers di Mapolrestabes Bandung.
Budi berujar para pelaku diamankan dari berbagai lokasi publik yang kerap menjadi titik praktik premanisme, seperti pasar, tempat wisata, hingga kawasan parkir liar. Bentuk aksinya pun beragam: dari menjual barang secara paksa, meminta pungutan dengan ancaman, hingga mengatur perparkiran secara ilegal.
Tapi, belum tentu semua yang ditangkap terbukti bersalah secara hukum. Kepolisian masih melakukan pemeriksaan untuk menentukan status hukum masing-masing.
“Jika memang tindak pidananya ringan, ataupun masih mungkin abu-abu, akan diperlakukan pembinaan. Makanya kami pastikan dulu, habis ini dilakukan pemeriksaan,” katanya.
Langkah serupa dilakukan oleh jajaran Polresta Bandung yang menggelar razia di kawasan industri Rancaekek. Operasi tersebut, menurut Kapolresta Bandung, Kombes Pol Aldi Subartono, merupakan bagian dari Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan (KRYD) setelah munculnya banyak laporan masyarakat terkait pemalakan kepada pekerja pabrik.
Sepanjang empat bulan pertama 2025, Polresta Bandung telah menangani 179 kasus premanisme. Dari jumlah tersebut, 112 berhasil diungkap, dan sebanyak 44 orang telah diamankan. Beberapa preman yang diamankan berafiliasi dengan ormas.
Di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, 18 pelaku juga berhasil dijaring dalam operasi gabungan. Kapolres Cimahi, AKBP Niko Nurallah Adi Putra mengatakan, polisi telah memetakan 21 titik rawan dan menurunkan 70 personel dari unsur Polri, TNI, serta Satpol PP.
Ia menyebut bahwa sasaran utama adalah tindakan kriminal, bukan profesi para pelaku. “Bukan profesi yang jadi sasaran, melainkan tindakan premanismenya.”
Operasi masif ini berada dalam kerangka Operasi Pekat II Lodaya 2025 yang digelar Kepolisian Daerah Jawa Barat. Menurut Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, total 504 orang diamankan selama 1–10 Mei. Sebanyak 111 kasus premanisme teridentifikasi dari total 177 kasus yang diungkap dalam operasi itu.
Barang bukti yang disita mencakup senjata tajam, satu airsoft gun, puluhan kendaraan, hingga telepon seluler.
“Operasi Pekat II Lodaya 2025 ini merupakan bentuk komitmen kami dalam menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat di wilayah Jawa Barat,” kata Hendra.
Di Jakarta, 22 pelaku premanisme disikat dalam Operasi Berantas Jaya 2025. Total 734 personel dilibatkan dalam operasi pemberantasan aksi premanisme di kawasan Kembangan Jakarta Barat tersebut. Di Makassar, kepolisian mengamankan puluhan orang terduga preman.
Dikomando Pusat Setelah Heboh GRIB Jaya dan Hercules
Operasi preman oleh polisi terjadi setelah kontroversi Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya dan sosok pemimpinnya Rosario de Marshal alias Hercules. Sejak pertengahan April, riak ribut-ribut sudah muncul dari GRIB yang mengomentari inisiatif pembentukan Satgas Antipreman oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Kepolisian mulai menggelar operasi pemberantasan premanisme sejak 1 Mei lalu. Langkah ini ditandai dengan terbitnya Surat Telegram Kapolri Nomor STR/1081/IV/OPS.1.3./2025 yang diteken langsung oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dalam telegram itu, Kapolri memerintahkan seluruh jajaran kepolisian daerah dan resor untuk mengambil tindakan tegas terhadap praktik-praktik premanisme di berbagai wilayah.
Gelombang penindakan ini dilanjutkan dengan pembentukan Satuan Tugas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Organisasi Kemasyarakatan oleh pemerintah pada 6 Mei. Satgas ini menjadi perangkat formal negara untuk menertibkan kelompok-kelompok yang dinilai kerap bertindak di luar hukum.
Hercules yang merupakan figur legendaris dari dunia premanisme ibu kota itu muncul lagi ke permukaan usai pernyataan kontroversialnya soal Gubernur Jabar Dedi Mulyadi terkait kebijakan antipremanisme muncul pada akhir April lalu.
“Saya punya anak buah di Jawa Barat itu hampir 500 ribu. Kalau saya suruh 50 ribu orang datang ke Gedung Sate, bagaimana Dedi Mulyadi?” ujarnya dalam sebuah video viral di media sosial. Dalam video itu, Hercules dengan lantang menyebut kebijakan pembentukan Satgas Antipreman di Jabar sebagai bentuk permusuhan terhadap ormas.
Pernyataan keras itu memantik reaksi berantai. Dalam video yang sama, ia juga mengeluarkan ujaran kasar terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus purnawirawan TNI, Sutiyoso. Hercules menyebut Sutiyoso “sudah bau tanah”. Kalimat itu menyulut reaksi keras, salah satunya datang dari mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, yang merespons pernyataan hercules setelah video beredar.
“Tidak tahu diri! Menghina senior seperti itu sangat tidak etis," kata Gatot marah.
Sebelum letupan kontroversial Hercules kepada Dedi dan Sutiyoso, sempat muncul foto-foto Hercules bersama sejumlah prajurit Kopassus menambah panas suhu politik. Komandan Jenderal Kopassus, Mayjen TNI Djon Afriandi, bahkan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. Ia menilai, foto itu memang tidak pantas.

Kemunculan Hercules kali ini bukan sekadar pengulangan masa lalu, melainkan juga refleksi dari relasi kuasa antara politik dan ormas jalanan di Indonesia. Sejak awal, GRIB dibangun bukan hanya sebagai organisasi sosial, tetapi juga sebagai mesin politik. Mesinnya bekerja dari desa ke kota, dari pasar hingga lingkaran kekuasaan.
Hubungan Hercules dengan Prabowo Subianto dan Partai Gerindra adalah bagian integral dari cerita ini. Tak sedikit yang melihat GRIB sebagai perpanjangan tangan dari strategi Prabowo dalam merangkul kekuatan jalanan.
Ian Wilson, peneliti di Asia Research Centre, Murdoch University, menyebut hubungan Hercules dengan Prabowo Subianto dimulai sejak 1980-an ketika Prabowo menjabat sebagai kapten Kopassus. Ia menjadi kurir logistik dan kehilangan tangan serta mata dalam pertempuran melawan pejuang Falintil.
“Saya berutang nyawa pada Prabowo,” aku Hercules suatu kali. Kesetiaannya melampaui logika. “Prabowo satu-satunya orang yang bisa memukul saya tanpa saya membalas.”
Hercules dan puluhan pemuda Timor Timur lain dibawa ke Jakarta. Di Tanah Abang, Hercules menguasai pusat perdagangan. Tapi bukan sekadar preman, ia juga menjadi alat politik: membubarkan demonstrasi, mengatur massa, mengintimidasi aktivis.
Kedekatannya dengan Prabowo sempat renggang ketika Prabowo menyangkal mengenalnya. Pada 2008-an, Hercules kembali masuk orbit Prabowo lewat Partai Gerindra. Ia mendirikan GRIB pada 2011, sebagai kendaraan politik akar rumput Prabowo menjelang Pilpres 2014.
Organisasi ini menjadi tulang punggung mobilisasi massa, distribusi logistik kampanye, hingga pengamanan lapangan. Secara resmi, ia adalah ormas pembela kaum marjinal. Tapi di lapangan, GRIB dikenal sebagai jaringan kekuatan jalanan: mantan preman, jawara, milisi, hingga kelompok bela diri.