Sejarah Hari Jadi Kota Bandung, Kenapa 25 September?

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Senin 01 Sep 2025, 15:52 WIB
Alun-alun Bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)

Alun-alun Bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Bandung tak lahir dari pekik proklamasi, bukan pula dari sebuah keputusan kolonial yang terburu-buru. Ia lahir pelan-pelan, seperti kopi tubruk yang harus diaduk dulu sebelum nikmat disesap. Kota ini, di tengah cekungan yang dipeluk gunung-gunung, awalnya hanyalah persinggahan kecil di jalur pos Belanda yang menghubungkan Batavia dengan Priangan Timur.

Kelahirannya bukan pula berasal dari keputusan orang-orang pribumi yang ingin mendirikan kota, melainkan dari kebijakan pemerintah kolonial yang sibuk membangun pusat-pusat kekuasaan di tanah jajahan. Kota ini bukan kota pelabuhan seperti Batavia atau Semarang, juga bukan pusat kerajaan seperti Yogyakarta atau Surakarta. Bandung lahir dari sesuatu yang lebih praktis: kebutuhan administrasi dan kemudahan logistik bagi pejabat Belanda yang dulu harus repot menempuh jalan berlumpur di Priangan.

Di awal abad ke-19, di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, Jalan Raya Pos (Groote Postweg) digelar bak sabuk besi yang membelah Pulau Jawa. Di tengah sabuk itulah, sebuah titik kecil bernama Bandung mulai menemukan takdirnya. Tak ada pesta peresmian kala itu, tak ada pula tembakan salvo meriah untuk memperingati kelahirannya. Bandung hanya menjadi titik koordinat baru bagi para pejabat kolonial yang bosan mondar-mandir di jalan setapak.

Seturut penjelasan dalam Peraturan Daerah Nomor 35 Tahun 1998 tentang Hari Jadi Kota Bandung, tanggal lahir resmi kota ini ditetapkan pada 25 September 1810. Keputusan itu bukan asal comot tanggal dari langit, melainkan hasil penelusuran sejarah panjang yang mencoba merunut kapan sebuah kampung besar di Priangan resmi berubah status jadi kota.

Pemerintah Kota Bandung pada akhir abad ke-20 merasa penting memberi kota ini hari ulang tahun yang jelas, supaya warga tahu kapan harus merayakan “kelahiran” kotanya. Maka, dalam sidang DPRD Kota Bandung tahun 1998, lahirlah Perda Nomor 35 Tahun 1998 yang mengabadikan tanggal itu.

Baca Juga: Jejak Sejarah Freemason di Bandung, Loji Sint Jan yang Dilarang Soekarno

Dalam Peraturan Daerah Nomor 35 Tahun 1998 tentang Hari Jadi Kota Bandung disebutkan, penetapan tanggal lahir kota ini dilakukan melalui diskusi panjang. Ada tiga kandidat: tanggal 25 Mei 1810 berdasarkan surat Daendels, momen kepindahan Bupati Wiranatakusumah II ke lokasi baru pada, dan tanggal 25 September 1810 yang tercatat dalam sebuah besluit (surat keputusan) kolonial.

Tanggal 25 Mei 1810 muncul dari surat Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Isinya, perintah agar Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang memindahkan ibu kota kabupaten masing-masing ke dekat Jalan Raya Pos (Anyer–Panarukan) yang dibangun sebagai jalur militer sekaligus tol purba. Masalahnya, pada 25 Mei itu Kota Bandung baru sebatas rencana di atas kertas. Kalau tanggal itu dijadikan hari jadi, maka ulang tahun Bandung tiap tahun hanya akan jadi perayaan surat dari atasan kolonial.

Kandidat kedua, tahun 1809 dipilih lantaran momen tersebut menandai mulai pindahnya Bupati Wiranatakusumah II dari Dayeuhkolot ke daerah utara Sungai Cikapundung. Di sana ia membuka lahan, merintis pemukiman baru, dan membangun alun-alun kecil. Bisa dibilang, Wiranatakusumah adalah bapak Kota Bandung yang sejati. Hanya saja, dalam naskah-naskah lama seperti Sadjarah Bandung, tahun 1809 disebut, tapi tanggal dan bulan pastinya tidak jelas. Para sejarawan tak mau menebak-nebak atau mengguakan metode kocok arisan untuk menentukan. Akhirnya, opsi ini dianulir.

Karena itu pilihan jatuh pada peristiwa lain: tanggal 25 September 1810. Pada hari itu keluar sebuah besluit atau surat keputusan yang secara resmi menetapkan Bandung sebagai ibu kota kabupaten yang baru. Ada arsip yang menyebut dengan cukup gamblang, termasuk dalam Volksalmanak Soenda edisi 1938, bahwa pada tanggal itulah ibu kota Bandung dipindah dari Dayeuhkolot ke dekat Sungai Cikapundung. Perpindahan itu bersamaan pula dengan pemindahan ibu kota Parakanmuncang. Bedanya, Parakanmuncang akhirnya tenggelam dalam sejarah, sementara Bandung mekar jadi kota besar.

Tanggal 25 September ini dianggap paling sahih karena ada bukti tertulis yang kuat. Arsip kolonial mungkin rapuh dan kini sebagian sudah tak terbaca, tapi setidaknya ada dokumen resmi. Jadi ketika Pemerintah Kota Bandung menggelar seminar tahun 1997 dan saresehan tahun 1998 untuk menentukan hari jadi, mayoritas sejarawan sepakat: tanggal ini yang paling masuk akal. Setahun kemudian lahirlah Perda Nomor 35 Tahun 1998, dan sejak itu Bandung tiap tahun meniup lilin pada tanggal 25 September.

Surat keputusan itu jelas menyebut pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung ke kota baru di tepi Cikapundung. Raden Asik Natanegara menulis dalam Volksalmanak Soenda 1938:

"Bareng jeung dipindahkeunana eta dua dayeuh, dina sabsluit keneh tg. 25 September 1810 diangkat kana Patih Parakamuncang, Raden Suria, Patinggi Cipacing, ngaganti Raden Wirakusuma..."

Sungai Cikapundung sebelum 1033. (Sumber: KITLV)
Sungai Cikapundung sebelum 1033. (Sumber: KITLV)

Baca Juga: Sejarah Penyebutan Bandung, dari Danau Purba hingga Bandeng

Dua dayeuh yang dimasuk adalah Ibu kota Kabupaten Bandung Karapyak (sekarang Dayeuhkolot) dan Ibu kota Parakamuncang. Parakamuncang sendiri adalah sebuah kabupaten yang kala itu berdiri sejajar dengan Bandung. Ibuotanya dipindahkan ke Anawedak (kini Tanjungsari di Sumedang). Selain Bandung dan Paraanmuncang, ada satu lagi daerah setinkat kabupaten di Tatar Priangan, yakni Sukapura (Tasikmalaya). Tiga kabupaten ini dibentuk oleh Sultan Agung Mataram sebagai strategi politik setelah menumpas pemberontakan Dipati Ukur (1628–1631).

Sayangngya, berkas yang diduga arsip besluit Daendels tersebut tidak dapat dibaca dan di-fotokopi karena kondisinya sudah sangat parah hancur dimakan usia. Catatn besluit tersebut terdapat di Arsip Nasional Jakarta.

Sejak saat ibu kota pindah tepi barat Sungai Cikapundung, Bandung mulai ditata seperti kota kolonial lain, lengkap dengan alun-alun, masjid agung, dan rumah pendopo bupati yang letaknya persis menghadap alun-alun. Skema tata kota ini bukan kebetulan; ia meniru pola kota-kota kolonial lain yang memadukan pusat pemerintahan dengan ruang publik.

Kampung baru yang dulnya lebih mirip leweung ini perlahan berubah jadi kota. Jalan Raya Pos menjadi urat nadi ekonomi dan pemerintahan, menghubungkan Bandung dengan Batavia di barat dan kota-kota di Jawa Tengah dan Timur. Orang-orang mulai berdatangan, bukan hanya pegawai pemerintah kolonial, tetapi juga pedagang, tukang, dan pekerja.

Di awal abad ke-19, Bandung belum punya julukan Kota Kembang, tapi sudah mulai jadi pusat perdagangan kopi Priangan. Perkebunan kopi yang dikembangkan VOC sejak abad ke-18 membuat Priangan makmur, dan Bandung menjadi salah satu titik penting distribusi hasil bumi itu.

Kendati demikian, Bandung kala itu belum besar. Baru pada akhir abad ke-19, ketika jalur kereta api masuk dan perkebunan teh berkembang pesat, kota ini benar-benar tumbuh jadi pusat baru. Belanda yang bosan dengan panasnya Batavia mulai melirik Bandung sebagai kota peristirahatan, semacam resort di tanah jajahan. Udara sejuknya membuat banyak orang Belanda memindahkan tempat tinggal ke sini. Gedung-gedung kolonial megah mulai bermunculan, dari Hotel Preanger sampai Gedung Sate yang jadi simbol kota.

Baca Juga: Sejarah Es Cendol Elizabeth Bandung, Berawal dari Bon Toko Tas

Bandung tumbuh pesat pada awal abad ke-20. Jalan-jalan kota didesain mengikuti pola kota kolonial Eropa, terutama kawasan Braga. Taman-taman dan perumahan elite di kawasan utara, sementara kawasan selatan lebih ramai dengan aktivitas perdagangan dan permukiman rakyat. Perkembangan itu membuat Bandung dijuluki “Parijs van Java", kota yang konon secantik Paris di tanah Jawa. Julukan itu tidak hanya soal keindahan alam atau arsitektur kolonial, tapi juga mencerminkan gaya hidup kaum Eropa yang betah menikmati udara Bandung sambil menyeruput teh di balkon rumah mereka.

Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Bandung sudah menjadi kota besar dengan infrastruktur yang cukup lengkap. Namun, sejarahnya yang panjang sebagai kota kolonial tidak bisa dihapus begitu saja. Gedung-gedung peninggalan Belanda tetap berdiri kokoh, jalan-jalan dengan nama tokoh kolonial masih bisa dijumpai hingga sekarang meski banyak yang sudah berganti nama.

Sebelum jatuh hati pada 25 September, Bandung dulu merayakan ulang tahunnya setiap 1 April. Alasannya, pada 1906 Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz meneken keputusan yang bikin Bandung naik kelas jadi gemeente alias kota otonom. Keputusan tersebut ditandatangani 2 Februari, diumumkan 1 Maret, dan berlaku penuh 1 April 1906.

Selama puluhan tahun, warga Bandung meniup lilin pada 1 April. Tanggal ulang tahun itu akhirnya terasa seperti sebuah kecelakaan sejarah yang komikal dan agak di luar nalar. Bukan apa-apa, pasalnya Bandung terasa menjadi korban prank kolonial terpanjang di hari jadinya pada 1 April—yang sungguh kebetulan dikenal sebagai hari kelakar sedunia alias April Mop.

Baca Juga: Salah Hari Ulang Tahun, Kota Bandung jadi Korban Prank Kolonial Terpanjang

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 11 Des 2025, 20:00 WIB

Emas dari Bulu Tangkis Beregu Putra Sea Games 2025, Bungkam Kesombongan Malaysia

Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0.
Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0. (Sumber: Dok. PBSI)
Beranda 11 Des 2025, 18:37 WIB

Media Ditantang Lebih Berpihak pada Rakyat: Tanggapan Aktivis Atas Hasil Riset CMCI Unpad

Di tengah situasi dinamika sosial-politik, ia menilai media memegang peran penting untuk menguatkan suara warga,baik yang berada di ruang besar maupun komunitas kecil yang jarang mendapat sorotan.
Ayang dari Dago Melawan menanggapi hasil riset CMCI Unpad bersama peneliti Detta Rahmawan dan moderator Preciosa Alnashava Janitra. (Sumber: CMCI Unpad)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 18:01 WIB

Nelangsa Bojongsoang Setiap Musim Hujan: Siapa Harus Bertanggung Jawab?

Banjir yang melanda Bojongsoang memicu kemacetan lalu lintas yang kian menggila. Lalu, pihak mana yang semestinya memikul tanggung jawab?
Kemacetan lalu lintas terjadi di Bojongsoang akibat banjir (04/12/2025). (Sumber: Khalidullah As Syauqi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 17:23 WIB

Hidup Lebih Bersih, Sungai Lebih Bernyawa

Kegiatan ini mengangkat isu berapa pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan sungai agar terhindar dari bencana alam serta penyakit.
Mahasiswa Universitas Sunan Gunung Djati Bandung anggota Komunitas River Cleanup. (Foto: Rizki Hidayat)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:57 WIB

Sistem Pengelolaan Limbah di Bandung yang Berantakan: Sebaiknya Prioritaskan Langkah Inovatif Sungguhan

Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:32 WIB

Masyarakat Kota Bandung Berharap Wali Kota Tindak Tegas Penanganan Kasus Begal

Maraknya tindak kriminalitas seperti begal di Kota Bandung meningkatkan keresahan warga untuk beaktivitas di luar.
Suasana jalan yang sepi pada malam hari di daerah Jalan Inhoftank, Kota Bandung. (Sumber: Nayla Aurelia) (Foto: Nayla Aurelia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:13 WIB

Gunung Api Palasari Purba

Adanya lava, batuan beku yang berasal dari letusan efusif Gunung Palasari Purba, meninggalkan jejak letusan yang sangat megah dan mengagumkan.
Lava raksasa kawasan Cibanteng – Panyandaan, Desa Mandalamekar, Kecamatan Cimenya. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Taufanny Nugraha)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 15:39 WIB

Pengunjung Mengeluhkan Teras Cihampelas yang Semakin Kumuh

Mulai dari lantai yang tak terawat, fasilitas rusak, hingga area Teras Cihampelas yang tampak sepi dan tidak terurus.
Suasana Teras Cihampelas Menampakan suasana kosong pada Senin (1/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Rafli Ashiddieq)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 15:36 WIB

Sejarah Kawasan Tamansari, Kampung Lama yang Tumbuh di Balik Taman Kolonial Bandung

Sejarah Tamansari Bandung sebagai kampung agraris yang tumbuh diam-diam di balik taman kolonial, dari desa adat hingga kampung kota padat.
Suasana pemukiman di kawasan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 14:48 WIB

Mengeja Bandung Utama, Merawat Keragaman Agama

Menjaga dan memperkuat “benih-benih toleransi” baik melalui edukasi, kebijakan yang inklusif, maupun upaya nyata di tingkat komunitas, pemerintah.
Gang Ruhana, Kelurahan Paledang, berdiri Kampung Toleransi, ikon wisata religi yang diresmikan Pemerintah Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 13:37 WIB

Ini Titik-Titik Kemacetan di Kota Bandung menurut Wali Kota Farhan: Mana Tata Kelolanya?

Bandung didapuk sebagai “Kota Nomor 1 Termacet di Indonesia 2024” oleh TomTom Traffic Index.
Kemacetan di Jalan Dr. Djundjunan, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 12:30 WIB

Saparua Ramai tapi Minim Penataan: Wali Kota Bandung Diharap Lebih Peduli

Taman Saparua selalu ramai, namun penataan dan fasilitasnya masih kurang memadai.
Track lari Saparua yang tampak teduh dari samping namun area sekitarnya masih perlu perbaikan dan penataan. Jumat siang, 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Najmi Zahra A)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 11:01 WIB

Gunung Tangkubanparahu, Ikon Wisata Bandung Sejak Zaman Kolonial

Sejarah Tangkubanparahu sebagai destinasi klasik Bandung sejak masa kolonial, lengkap dengan rujukan Gids Bandoeng dan kisah perjalanan para pelancong Eropa.
Gunung Tangkubanparahu tahun 1910-an. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:48 WIB

Kenyaman Wisata Bandung Terancam oleh Pengamen Agresif

Warga mendesak Wali Kota M. Farhan bertindak tegas dan memberi solusi agar kota kembali aman dan nyaman.
Keramaian di kawasan wisata malam Bandung memperlihatkan interaksi tidak nyaman antara pengunjung dan pengamen memaksa, 02/12/2025. (Foto: Hakim)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:25 WIB

Kenyamanan Taman Badak di Bandung Masih Menyisakan Kritikan

Taman Badak yang berpusat di tengah-tengah kota Bandung adalah salah satu tempat favorit di kalangan pengunjung.
Taman Badak Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wan Maulida Kusuma Syazci)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:03 WIB

Lumpia Basah Katadji, Nikmatnya Sampai Suapan Terakhir

Kuliner viral di Banjaran, Kabupaten Bandung, yakni Lumpia Basah Katadji.
Seporsi lumpia basah katadji dengan bumbu dan topping yang melimpah. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tantia Nurwina)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 09:32 WIB

Mengapa Summarecon Bandung Kini Ramai Dijadikan Tempat Olahraga Warga?

Summarecon Bandung kini ramai dijadikan tempat olahraga warga, khususnya pada pagi dan sore hari.
Aktivitas olahraga di kawasan Summarecon Bandung terlihat meningkat terutama pada akhir pekan. (Dokumentasi Penulis)
Beranda 11 Des 2025, 05:16 WIB

Generation Girl Bandung Kikis Kesenjangan Gender di Bidang Teknologi

Mematahkan anggapan bahwa belajar STEM itu sulit. Selain itu, anggapan perempuan hanya bisa mengeksplorasi bidang non-tech adalah keliru.
Exploring Healthy Innovation at Nutrihub, salah satu aktivitas dari Generation Girl Bandung. (Sumber: Generation Girl Bandung)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)