Sejarah Es Cendol Elizabeth Bandung, Berawal dari Bon Toko Tas

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Rabu 20 Agu 2025, 13:58 WIB
Es Cendol Elizabeth, kuliner legendaris Bandung sejak 1970-an. (Sumber: Instagram @escendolelizabethofficial)

Es Cendol Elizabeth, kuliner legendaris Bandung sejak 1970-an. (Sumber: Instagram @escendolelizabethofficial)

AYOBANDUNG.ID - Kalau dengar nama Elizabeth di 1970-an, orang Bandung bisa langsung ingat dua hal: ratu Inggris yang pernah duduk di singgasana selama puluhan tahun, atau toko tas besar yang cabangnya menyebar ke mana-mana. Tapi, di luar dua itu, Bandung punya Elizabeth lain yang lebih membumi: segelas es cendol dingin dengan santan kental, gula aren cair, dan butiran hijau kenyal dari tepung beras. Es Cendol Elizabeth bukan lahir di istana, bukan pula di pabrik tas, melainkan dari gerobak seorang lelaki sederhana bernama H. Rohman.

Bandung tahun-tahun itu masih jauh dari wajah macet yang kita kenal sekarang. Jalan Dago masih rindang, Cihampelas belum dijejali pusat belanja, dan Astanaanyar masih dipenuhi rumah kontrakan kelas menengah ke bawah. Disitat dari laman resmi Pemerintah Kota Bandung, di situlah Rohman tinggal, di sebuah rumah kontrakan di Jalan Lio Genteng. Hidupnya dijalani dengan mendorong gerobak berisi cendol setiap hari, berkeliling dari kampung, gang, hingga jalan-jalan besar. Tak tanggung-tanggung, jalurnya sampai Dago dan Cihampelas—daerah yang jaraknya lumayan untuk seorang pedagang keliling dengan roda kayu.

Sore hari, saat lelah pulang dari berdagang, Rohman melewati Jalan Otto Iskandar Dinata. Di jalan itu, ada seorang langganan bernama Eli. Awalnya, Eli hanya membeli cendol. Tapi kemudian hubungan keduanya melahirkan kisah yang bakal jadi legenda kuliner Bandung. Karena Rohman tak terlalu lancar membaca dan menulis, ia sering minta tolong Eli untuk menuliskan pesanan pembeli. Eli menuliskannya di bon toko tas. Dari situlah asal muasal nama yang terdengar “kebarat-baratan” itu.

Baca Juga: Jejak Bandung Kota Kreatif Berakar Sejak Zaman Kolonial

“Karena bapak itu kurang lancar menulis, kalau ada yang pesan suka minta tolong ke Bu Eli. Nulisnya pakai bon tas Elizabeth. Dari situlah akhirnya dinamakan Cendol Elizabeth,” tutur Nur Hidayah, anak Rohman.

Nama itu kemudian menempel. Orang tidak lagi menyebutnya sekadar cendol, melainkan Cendol Elizabeth. Tentu saja Rohman tidak pernah menduga kalau dari sebuah bon bekas, ia sedang membangun sebuah merek kuliner yang bertahan puluhan tahun.

Dari PKL Otista ke Gerai Permanen

Di masa itu, pedagang kaki lima jadi bagian tak terpisahkan dari wajah Bandung. Dari gorengan, bakso, sampai es cendol, hampir semua dijual di jalanan. Namun, pemerintah kota kemudian memberlakukan aturan zona larangan PKL di Jalan Otista. Posisi Rohman sebenarnya tidak benar-benar di trotoar—gerobaknya berada di halaman toko tas Elizabeth. Tapi karena keberadaannya dianggap jadi pelopor PKL di kawasan itu, ia pun terkena imbas aturan.

Alih-alih melawan, Rohman memilih pindah. Sikapnya itu membuat pedagang lain mau ikut mengalah. “Kalau bapak tidak pindah, pedagang lain pun susah disuruh pindah,” kenang Nur. Keputusan itu justru jadi titik balik. Pada 1998, Rohman meresmikan tempat usahanya di Jalan Inhoftank Nomor 64. Dari rumah produksi sederhana, Es Cendol Elizabeth naik kelas jadi gerai permanen yang terus ramai sampai hari ini.

Popularitas cendol ini bukan hanya karena namanya unik, tapi juga karena rasanya konsisten. Gula aren yang kental, santan gurih, dan cendol hijau kenyal jadi kombinasi yang membuat orang rela antre. Banyak pembeli yang tadinya mengenal cendol dari gerobak Otista, kini sengaja datang ke Inhoftank. Di situlah cendol tak lagi sekadar jajanan pinggir jalan, melainkan ikon kuliner Bandung.

Baca Juga: Jejak Sejarah Peuyeum Bandung, Kuliner Fermentasi Sunda yang Bertahan Lintas Zaman

Selain cendol, ada satu menu lain yang ikut menempel: goyobod. Ceritanya bermula dari Eli yang suka membuat minuman manis ini. Suatu hari ia sedang malas, lalu meminta Rohman membuatkan goyobod. Dari percobaan iseng itulah lahir menu baru. Ketika membuka stan di Ciwalk sekitar 2000-an, Rohman menyadari menjual cendol saja tidak cukup untuk menutup biaya sewa. Maka, sejak 2001, goyobod resmi masuk daftar menu tetap. Kini, cendol dan goyobod jadi duet andalan Es Cendol Elizabeth.

Perjalanan bisnisnya pun berkembang. Es Cendol Elizabeth kini punya cabang resmi di Tasikmalaya dan Majalaya, serta didistribusikan ke supermarket. Namun, Nur menegaskan, pedagang-pedagang kaki lima yang mengaku menjual “cendol Elizabeth” di jalanan bukan bagian dari jaringan resmi.

Harga segelas kenangan itu masih terjangkau: Rp22 ribu untuk bungkus besar cendol, dan Rp32 ribu untuk goyobod. Gerai pusat di Jalan Inhoftank buka setiap hari pukul 09.00 sampai 17.00 WIB.

Lebih dari sekadar minuman, Es Cendol Elizabeth adalah cerita ketekunan. Dari roda kayu gerobak, dari bon toko tas, hingga menjadi ikon kuliner Bandung. Di kota yang penuh oleh-oleh modern, Elizabeth tetap bertahan sebagai tanda bahwa kadang nama besar bisa lahir dari hal-hal sepele: segelas cendol dan selembar bon bekas.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 06 Okt 2025, 20:33 WIB

Bandros Bandung, Wisata Kota yang Menghidupkan Cerita dan Ekonomi Lokal

Bandros bukan hanya kendaraan, tapi juga simbol kreativitas dan keramahan Bandung sebagai kota wisata.
Bandros, bus wisata keliling kota yang sejak pertama kali hadir, selalu membawa cerita dan keceriaan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 19:18 WIB

Bandung, Futsal, dan Masa Depan Sport Tourism Nasional

Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru.
Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 18:36 WIB

Pasar Properti Bandung 2025: Celah Investasi di Tengah Lonjakan Permintaan

Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian.
Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban dari kota-kota sekitar menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian. (Sumber: dok. Summarecon)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 18:18 WIB

Partisipasi Publik yang Hilang dalam Proses Kebijakan

Partisipasi publik adalah ruh demokrasi.
Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 17:02 WIB

10 Netizen Terpilih September 2025: Karya Berkualitas tentang Bandung

Hari ini Ayobandung.id merilis daftar 10 penulis terpilih yang memberikan kontribusi luar biasa di kanal AYO NETIZEN selama September 2025.
AYO NETIZEN merupakan kanal yang menampung tulisan para pembaca Ayobandung.id. (Sumber: Lisa from Pexels)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 15:42 WIB

12 Agama yang Membentuk Hidup Kita

Agama membantu kita untuk berpikir ulang tentang eksistensi.
Menerima Kitab Yang Empat Konghucu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Kawan Penulis)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 14:18 WIB

Sejarah Julukan Bandung Parijs van Java, dari Sindiran Jadi Kebanggaan

Iklan seorang pedagang Belanda tahun 1920 melahirkan julukan “Parijs van Java”. Kini, Bandung dikenal sebagai kota fesyen dan kreatif.
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 13:15 WIB

Hikayat Urban Legend Rumah Gurita Bandung, Geger Disebut Tempat Pemujaan Setan?

Urban legend Rumah Gurita bukan hanya cerita horor, tapi cermin budaya urban Bandung yang kaya imajinasi dan sejarah arsitektur kreatif.
Potret Rumah Gurita di kawasan Sukajadi, Kota Bandung.
Beranda 06 Okt 2025, 10:50 WIB

Jejak Panjang Harry Suliztiarto Merintis Panjat Tebing Indonesia

Sebagai seorang perupa, ia terbiasa menciptakan sesuatu dari keterbatasan. Maka ketika belum ada peralatan panjat di Indonesia, Harry membuat semuanya sendiri.
Harry Suliztiarto orang yang pertama kali memperkenalkan olah raga panjat
tebing ke Indonesia. (Sumber: IG sultan_tanah_tinggi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 10:12 WIB

Pangsi, Iket, dan Ki Sunda

Inilah salah satu cara kita untuk ngamumule budaya Sunda. Jika bukan kita yang melakukannya, lalu siapa lagi?
Pesilat dari Paguron Gajah Putih Baleendah menampilkan gerakan pencak silat pada gelaran Bandung Lautan Pangsi, Selasa 11 Juli 2023. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 07:51 WIB

Pelukan Metodologi Pembelajaran yang tidak Bersentuhan dengan Realitas

Fakta pendidikan di Indonesia, salah satunya metodologi pembelajaran yang tidak dekat dengan realitas.
Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Eko Prasetyo Milik Perpustakaan Salman ITB (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 20:20 WIB

Suara Pembebasan dan Agama-Agama yang Jarang Diceritakan

Di balik agama-agama mapan, banyak tradisi yang lahir dari keresahan sosial dan keberanian menantang ketidakadilan.
Toko Bernama "Religion" (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 15:01 WIB

Jain dan Sunda di Restoran 'Hijau' Bandung

Di Kota Bandung, ada restoran bernama Kehidupan Tidak Pernah Berakhir yang unik.
Salah Satu Sudut di Restoran "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" di Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 13:26 WIB

Mitigasi Gempa Bumi bila Patahan Baribis Bergoyang

Memahami pentingnya mitigasi dalam segala hal, bukan sekedar apel kesiagaan.
Singkapan patahan di Desa Cibuluh, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 12:00 WIB

HAM Omong Kosong di Kota Kreatif: Kasus Bandung Zoo dan Hak Masyarakat atas Ruang Publik

Bandung Zoo bukan hanya tempat rekreasi murah meriah. Ia adalah ruang edukasi lingkungan bagi sekolah, mahasiswa, dan keluarga.
Suasana Kebun Seni saat ini yang satu amparan dengan Kebun Binatang (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 11:10 WIB

Shinto, Sunda, dan Saikeirei: Sejarah Agama dan Kekuasaan

Saikeirei selama pendudukan Rezim Militer Jepang menyingkap benturan antara iman, kekuasaan, dan identitas lokal.
Sketsa Saikeirei (Sumber: Gambar Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 10:03 WIB

Berkelana sembari Membangun Rumah Belajar bersama Bookstagram Alwi

Perjalanan seorang pegiat literasi bernama Alwi Johan Yogatama.
Perjalanan Alwijo Nebeng ke NTT untuk Bangun Rumah Belajar (Sumber: Instagram | alwijo)
Ayo Jelajah 05 Okt 2025, 08:05 WIB

Sejarah Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, Wariskan Beban Gunungan Utang ke China

Jepang bawa Shinkansen, Tiongkok bawa pinjaman. Sejarah proyek kereta cepat Jakarta–Bandung sarat persaingan dan beban utang.
Proses pembangunan jalur Kereta Cepat Whoosh yang juga berdampak terhadap sejumlah lahan warga. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 04 Okt 2025, 17:34 WIB

Bisnis Sport Tourism di Bandung Makin Bergairah Berkat Tren Padel

Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor.
Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor. (Sumber: The Grand Central Court)
Ayo Biz 04 Okt 2025, 15:37 WIB

Harga Tiket Masuk dan Wahana di Skyward Project: Wisata Tematik Baru di Bandung

Berlokasi di kawasan Pasir Kaliki, Skyward Project bukan sekadar tempat bermain tapi juga ruang belajar, eksplorasi, dan nostalgia yang dirancang untuk semua kalangan.
Mengusung konsep edutainment, Skyward Project membangun narasi dari sejarah lokal yang nyaris terlupakan. (Sumber: dok. Skyward Project)