Jejak Bandung Kota Kreatif Berakar Sejak Zaman Kolonial

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 08 Agu 2025, 13:28 WIB
Jalan Braga, salah satu pusat keramaian yang lahir dari kreativitas warga Bandung zaman kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)

Jalan Braga, salah satu pusat keramaian yang lahir dari kreativitas warga Bandung zaman kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)

AYOBANDUNG.ID - Tak banyak kota di Indonesia yang lekat dengan citra kreatif seperti Bandung. Dari mural jalanan, komunitas musik, industri fesyen, hingga kafe estetik yang tumbuh di setiap sudut, Bandung memang seperti tak pernah kehabisan ide. Bahkan, sejak 2015, kota ini resmi masuk dalam jaringan UNESCO Creative Cities Network. Tapi kalau kita kira kreativitas Bandung hanya tumbuh di era milenial, kita keliru besar.

Faktanya, akar kota kreatif itu sudah menjalar sejak lebih dari seabad silam. Bukan dari startup atau kampus, tapi dari tangan-tangan para sukarelawan, pengusaha, seniman, dan pejabat lokal kolonial yang melihat Bandung bukan hanya sebagai kota rehat, tapi juga ruang pertunjukan gagasan. Kota ini tak punya tambang emas atau pelabuhan besar, tapi sejak zaman Hindia-Belanda, ia sudah mampu menjual pesonanya ke orang luar—melalui kongres, turisme, hingga majalah.

Dalam risalah yang terbit di Paradigma: Jurnal Kajian Budaya tahun 2020 berjudul “Melacak Akar Kreativitas di Kota Bandung Masa Kolonial”, peneliti sejarah Achmad Sunjayadi menelusuri bagaimana nafas Bandung sebagai kota kreatif sudah mulai terbangun sejak zaman kolonial, dari orang-orang yang datang, tinggal, dan mencintai kota ini dengan cara mereka sendiri.

“Kreativitas penduduk Bandung tidak muncul begitu saja seperti yang kita lihat pada masa kini. Akar kreativitas itu terbentuk sejak masa kolonial, pada akhir abad ke-19, bersamaan dengan pembentukan dan dinamika Kota Bandung,” tulis Ahmad.

Kehadiran nafas kota kreatif seperti digambarkan Ahmad, tidak bisa dilepaskan dari peran para Preangerplanters yang sudah bercokol di Bandung antara abad ke-18 dan 19. Pada awalnya, perkembangan Bandung berkaitan dengan Agrarische Wet tahun 1870. Undang-undang itu memberi izin kepada perusahaan swasta Belanda untuk membuka lahan di Hindia-Belanda. Bandung, yang berhawa sejuk dan dikelilingi gunung, jadi ladang emas bagi para preangerplanters—para pengusaha perkebunan teh, kina, dan karet. Nama-nama seperti Willem van der Hucht, R.E. Kerkhoven, hingga K.A.R. Bosscha menghuni dataran tinggi ini.

Tapi, mereka bukan sekadar berkebun. Di sinilah kreativitas sosial mulai bekerja. Tahun 1871, mereka mendirikan Concordia, semacam perkumpulan elite Eropa di Bandung. Gedung pertemuan itu kemudian berkembang menjadi ruang pertunjukan musik dan dansa, yang kini menjadi bagian dari Gedung Merdeka. Bagi kalangan Eropa, Concordia adalah pusat aktivitas budaya.

Braga pun ikut hidup. Pada 1882, berdiri Toneelvereeniging Braga, perhimpunan sandiwara yang kelak memberi nama bagi jalan Braga. Pada akhir abad ke-19, kawasan itu menjadi kawasan pertokoan mewah. Achmad mencatat, “Komunitas Belanda menjuluki kawasan itu ‘De meest Europeesche winkelstraat van Indië’ – jalan pertokoan paling bernuansa Eropa di Hindia-Belanda.”

Tak hanya kalangan Eropa yang aktif. Bupati Bandung, R.A.A. Martanegara, juga mengambil inisiatif. Ia mengganti atap rumah penduduk dari alang-alang ke genting, sebagai upaya memperbaiki kualitas hidup warga. Ini adalah salah satu contoh bahwa kreativitas kota juga lahir dari elite lokal yang peduli estetika dan kesejahteraan.

Salah satu momen penting dalam sejarah kreativitas Bandung adalah saat kota ini ditunjuk menjadi tuan rumah Kongres Pengusaha Perkebunan Gula pada 1899, meskipun tak ada pabrik gula di Priangan.

Penunjukan itu dipertanyakan. Jarak jauh, biaya tinggi, dan secara ekonomi tampak tak masuk akal. Seorang pejabat asosiasi pengusaha gula bahkan ragu acara itu akan berhasil. Tapi argumen dibalas dengan keyakinan.

Redaktur surat kabar De Preangerbode, Jan Fabricius, menulis pembelaan buat Bandung. Ia menulis bahwa meski Bandung tak punya pabrik gula, Batavia dekat dan penuh lembaga keuangan yang bisa menarik pemodal. Akomodasi sudah siap, begitu pula hiburan dan aula rapat. “Ada lima penginapan besar dan tiga penginapan kecil yang mampu menampung lebih dari 200 tamu,” tulis Fabricius.

Dan benar saja, pada Maret 1899, para juragan gula dari timur dan tengah Jawa datang. Mereka menumpang mobil dan kereta api. Kongres dibuka di aula Braga, dan sejak itu, Bandung mulai dikenal bukan hanya karena kesejukan udaranya, tapi juga karena kemampuannya menggelar sesuatu yang tak lazim di tempat yang tak terduga.

Kongres itu akhirnya sukses dan menjadi titik balik Bandung sebagai tuan rumah acara berskala nasional.

Jaarbeurs (Sumber: Tropenmuseum)
Jaarbeurs (Sumber: Tropenmuseum)

Untuk mendukung kegiatan seperti itu, Asisten Residen Pieter F. Sijthoff menggagas pendirian Vereeniging Tot Nut van Bandoeng en Omstreken (1898), organisasi sosial yang salah satu tujuannya adalah mempromosikan Bandung sebagai destinasi wisata. Mereka menerbitkan Reisgids voor Bandoeng en Omstreken met Garoet, buku panduan wisata pertama yang mencantumkan rute-rute keliling kota dengan delman dan jalur ke tempat wisata alam seperti Curug Dago, Cihampelas, hingga Pangalengan.

“Upaya yang dilakukan oleh Sijthoff melalui organisasi ini walaupun bersifat lokal (Priangan), dapat dikatakan sebagai salah satu upaya meletakkan dasar kegiatan turisme,” tulis Achmad.

Setelah Bandung berubah status menjadi gemeente (kotapraja) pada 1906, muncul organisasi baru: ComitĂ© tot Behartiging van Bandoeng’s Belangen (1915). Inisiatif mereka antara lain membangun sekolah HBS (1916), pabrik gas (1920), serta menyelenggarakan acara besar bernama Jaarbeurs—pameran tahunan yang mempertemukan industri, seni, budaya, dan hiburan.

Gedung Jaarbeurs dirancang oleh arsitek legendaris C.P. Wolff Schoemaker, dan menjadi simbol bahwa Bandung bukan hanya kota dagang, tapi juga kota showroom ide dan produk kreatif.

Pada 1925, lahir Vereeniging Bandoeng Vooruit, perhimpunan yang bertujuan memajukan Bandung dan memperluas jangkauan turisme. Mereka membangun akses jalan mobil ke kawah Tangkuban Perahu, memproduksi film promosi tentang Bandung bersama Willy Mullens (1927), bahkan menerbitkan majalah bulanan Mooi Bandoeng dengan oplah 5.000 eksemplar.

Iklan mereka saat itu mencolok, seolah sepenuh jiwa dan raga sangat percaya diri mempromosikan Bandung.

“Bezoek[t] Bandoeng! En z’n vulkanen.” Kunjungi Bandung! Dan gunung berapinya.

Perhimpunan ini juga merancang panduan mendaki Tangkuban Perahu, mendirikan Kebun Binatang Bandung, hingga membuat acara reli mobil Bandoeng Sterrit pada 1941. “Kegiatan itu kembali membuktikan bahwa inisiatif dari pemerintah dan sekelompok masyarakat di Bandung membuat perhimpunan ini berhasil menyelenggarakan kegiatan untuk kesejahteraan warganya,” tulis Ahmad.

Seluruh aktivitas ini adalah contoh nyata bahwa kota Bandung telah menciptakan ekosistem kreatif yang melibatkan masyarakat, elite pemerintah, dan pemodal swasta. “Masyarakat Bandung ketika itu dapat dikatakan sudah menciptakan lingkungan dan atmosfer kreatif,” tulis Achmad. Bahkan menurutnya, mereka “mengubah lingkungan di sekitar kota tempat tinggal mereka yang dikelilingi oleh gunung untuk dijadikan daya tarik pariwisata.”

Dia juga menunjukkan bahwa ragam organisasi seperti Nut van Bandoeng, Bandoeng Vooruit, dan Bandoeng Permai termasuk dalam kategori organisasi sukarela, sesuai definisi Max Weber. Mereka bukan badan resmi pemerintah, tapi digerakkan oleh warga kota sendiri—baik Eropa, pribumi, maupun kelompok campuran—yang ingin membangun Bandung sesuai visi mereka.

Ketika Bandoeng Vooruit vakum di masa pendudukan Jepang, ia hidup kembali pada 1952 sebagai Bandoeng Permai. Mereka melanjutkan promosi kota, menghidupkan kembali Mooi Bandoeng, hingga mempercantik taman dan penunjuk arah. Narasi Bandung sebagai kota indah, nyaman, dan layak dikunjungi tak pernah putus, hanya berganti aktor.

Kreativitas Bandung, jika dilihat dari sejarahnya, bukan sesuatu yang lahir dari proyek pemerintah pusat atau investor besar. Ia tumbuh dari kegelisahan warga, dari imajinasi para tokoh lokal, dan dari upaya kolektif untuk menjadikan kota ini layak dicintai—oleh warganya sendiri dan orang luar dari segala penjuru mata angin.

Karena itu, ketika UNESCO menetapkan Bandung sebagai bagian dari jejaring kota kreatif dunia, itu bukan lompatan, tapi kelanjutan. Dari jalan delman ke film promosi, dari kongres gula ke majalah wisata, Bandung sudah lama tahu: kreativitas bukan hasil, tapi proses. Dan mereka sudah memulainya bahkan sebelum Indonesia berdiri.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 26 Sep 2025, 20:29 WIB

Sunda dan Buddha yang Langka Kita Baca

Sejarah menunjukkan pada dunia bahwa Sunda milik semua orang.
Mengintip Rupang Sang Buddha dari Samping Jendela Luar di Vihara Buddha Gaya, Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 18:43 WIB

Ombram dan Bandung yang Tak Pernah Sepi Nada

Ombram, band yang digawangi Brahmana Amsal (vokal), Opit Bey (gitar), dan Magi (drum) adalah simbol regenerasi, proyek yang lahir dari pertemuan tak terduga.
Ombram, band yang digawangi Brahmana Amsal (vokal), Opit Bey (gitar), dan Magi (drum) adalah simbol regenerasi, proyek yang lahir dari pertemuan tak terduga. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 18:04 WIB

Advokasi Kebijakan dan Komunikasi Publik: Jalan Menuju Pemerintahan Partisipatif

Pentingnya sinergi advokasi kebijakan dan komunikasi pejabat publik agar aspirasi rakyat tersalurkan dan kebijakan lebih partisipatif.
Pentingnya sinergi advokasi kebijakan dan komunikasi pejabat publik agar aspirasi rakyat tersalurkan dan kebijakan lebih partisipatif. (Sumber: Pexels/Tara Winstead)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 16:55 WIB

Bandung dan Tren Gaya Hidup Terintegrasi, Bobobox Jadi Simbol Inovasi Lokal

Kota Bandung telah lama menjadi pusatnya kreativitas bagi generasi muda yang haus akan eksplorasi, baik dalam seni, teknologi, maupun kuliner.
Chief Commercial Officer Bobobox, Bayu Ramadhan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 16:01 WIB

Merawat Inovasi: Kunci Keberlanjutan Gerakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Bandung jadi gudang inovasi sampah. Keberlanjutan inovasi ASN akan mendorong pengelolaan sampah yang murah dan efektif.
Petugas memasukan sampah organik ke dalam drum komposter di Pasar Sederhana, Kota Bandung, Selasa 15 Oktober 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 15:28 WIB

Kisah Bebek Kaleyo Menaklukkan Bandung, Ketika Kuliner Legendaris Bertemu Gaya Hidup Kekinian

Dari rendang hingga rawon, dari soto hingga bebek goreng, kuliner Indonesia terus beregenerasi, menjawab selera zaman tanpa kehilangan identitas.
Flagship outlet Bebek Kaleyo di Jalan Sumatera No. 5, Kota Bandung yang mempertemukan kuliner tradisional dengan estetika kekinian. (Sumber: dok. Bebek Kaleyo)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 14:03 WIB

Dua Wajah Zaman Berlari di Bandung

Tentang perbedaan kegiatan lari di Kota Bandung pada tahun 1980-an dengan tahun 2020-an.
Warga melakukan aktivitas lari pagi di kawasan Dago, Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Jelajah 26 Sep 2025, 14:00 WIB

Jejak Sejarah Terowongan Kereta Lampegan Cianjur, Tertua di Indonesia

Dibangun pada 1879 oleh Staatsspoorwegen, Terowongan Lampegan menjadi jalur kereta tertua di Indonesia. Kini, lorong 415 meter ini tak hanya saksi sejarah kolonial, tetapi juga terkenal dengan legenda
Terowongan Kereta Lampegan Cianjur, tertua di Indonesia. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 11:03 WIB

Bukan Hanya Sekedar Olahan Susu, Yogurt Punya Segudang Manfaat

Yogurt merupakan produk olahan susu yang dibuat melalui proses fermentasi bakteri baik, seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Hasil fermentasi ini menghasilkan rasa asam
Ilustrasi Foto Yougurt (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 10:03 WIB

Kedai Susu Murni Legendaris di Jalan Pungkur

Susu murni sejak lama dikenal sebagai minuman bergizi tinggi yang kaya akan protein, baik untuk menjaga kebugaran tubuh. Di Bandung, minuman ini mudah ditemui karena wilayahnya dikelilingi sentra
Ilustrasi Susu Murni (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 09:30 WIB

Cara Baru ASN Naik Kelas: Belajar Diakui, Karier pun Melaju

Corpu dan RPL membuka jalan baru untuk ASN, diakui jadi syarat karier ataupun studi lanjut.
Ilustrasi PNS di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 25 Sep 2025, 21:10 WIB

Hikayat Konflik Lahan Dago Elos yang jadi Simbol Perlawanan di Bandung

Dari eigendom verponding peninggalan Belanda, konflik tanah Dago Elos menjelma simbol perlawanan warga kecil melawan modal besar.
Forum Dago Melawan di Depan Polrestabes Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 25 Sep 2025, 20:03 WIB

Islam dengan Citra Rasa Lokal

Sungguh tak berlebihan bila kita meneguhkan Sunda dan kemajemukan budaya sebagai napas bersama.
Indahnya Masjid Raya Al Jabbar. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 25 Sep 2025, 18:30 WIB

Gercep, FOMO, dan Instagramable: Milenial dan Gen Z Membentuk Arah Baru Industri Kuliner Kekinian

Industri kuliner kekinian di Indonesia tengah mengalami transformasi besar, didorong oleh perubahan perilaku konsumsi generasi milenial dan Z.
Industri kuliner kekinian di Indonesia tengah mengalami transformasi besar, didorong oleh perubahan perilaku konsumsi generasi milenial dan Z. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 25 Sep 2025, 17:28 WIB

Sinergi UMKM dan Institusi, Bechips Jadi Bukti Ekspor Bukan Mimpi

Bandung kembali menegaskan reputasinya sebagai kota kreatif yang melahirkan pelaku usaha tangguh, salah satu kisah sukses terbaru datang dari UMKM Bechips.
Kisah sukses terbaru datang dari Bechips, salah satu UMKM Kota Bandung yang berhasil menembus pasar ekspor Jepang secara mandiri. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 25 Sep 2025, 17:17 WIB

Bandung Menjelang Sore di Kawasan Kopo Area

Bandung menjelang sore di kawasan kopo area layaknya pesta pora, riuh dan ramai oleh sejumlah kendaraan yang memadati jalanan.
Kemacetan di Kawasan Kopo, Senin, 22 September 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 25 Sep 2025, 16:16 WIB

Rampak Gitar The Revolution Is, Ketika Musik Jadi Suara Petani

Rampak Gitar Akustik The Revolution Is di Bandung menegaskan satu hal: revolusi agraria di Indonesia belum selesai.
Rampak gitar di Taman Cikapayang. Abah Omtris (tengah depan) berdiri di samping putri Mukti-Mukti, Kembang Padang Ilalang. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 25 Sep 2025, 15:00 WIB

Asal-usul Nama Geografis Baribis 

Nama geografis Baribis di Kabupaten Majalengka dijadikan nama patahan oleh Van Bemmelen.
Penggalian pasir ini menyingkapkan bukti adanya Patahan Baris di Desa Cibuluh, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 25 Sep 2025, 12:53 WIB

Semangat Menembus Batas, Inspirasi dari Niko untuk Pelaku UMKM di HUT Kota Bandung ke-215

Di HUT ke 215, Kota Bandung tak hanya merayakan sejarah dan kemajuan, tapi juga semangat warganya yang tercermin dari Niko, pelaku UMKM yang sukses menembus pasar global.
Owner CV Bechips Indonesia, Niko Saputra dan sang istri saat menunjukkan produk andalannya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 25 Sep 2025, 12:45 WIB

Emplod, Cemilan Tradisional yang Tak Pernah Kehilangan Penggemar

Jawa Barat dikenal dengan kekayaan kulinernya yang beragam. Sayangnya, tidak semua jajanan khas mampu bertahan di tengah derasnya tren makanan modern. Emplod
Ilustrasi Foto Emplod (Foto: Pixabay)