AYOBANDUNG.ID — Di kawasan Coblong, Kota Bandung, kabar warga lebih cepat tersebar lewat grup WhatsApp dan unggahan Instagram ketimbang portal berita. Akun anonim yang kerap disebut homeless media hadir sebagai mata dan telinga warga setempat. Tanpa kantor redaksi, mereka menyalurkan kabar sehari-hari yang kerap dianggap sepele oleh media arus utama.
Akun Instagram @info.sekeloa adalah salah satu akun yang aktif membagikan informasi seputar Kecamatan Coblong, khususnya daerah Sekeloa. Mulai dari kabar tentang UMKM, jalan rusak, sampah, banjir hingga kriminalitas, semuanya terangkum dalam unggahan singkat yang mudah dicerna. Kini akun tersebut memiliki lebih dari 20 ribu pengikut.
Nazmi Hawang merupakan sosok dibalik akun tersebut. Pria keturunan Papua dan Sunda itu bukan hanya admin, melainkan juga pendiri akun yang jadi rujukan warga Sekeloa. Namun dibalik pencapaian itu, banyak pengorbanan yang telah ia lewati.
Ketika ditemui di pelataran kedai kopi di Jalan Sukasari, Sekeloa, Nazmi membagikan kisahnya. Sambil menikmati dimsum, ia membuka cerita dengan kata: iseng. Ya, akun info.sekeloa awalnya hanya ia garap sekadar iseng olehnya saat pertama kali dibuat pada 2019 silam.
Kala itu, Nazmi hanya mengunggah sebuah postingan yang mengajak pengikut akun berinteraksi. Misalnya dengan menanyakan siapa yang pernah melewati gang tersebut atau membeli cuanki di sana. Postingannya memang terkesan ringan dan sepele, tapi ternyata informasi seperti itu yang dicari warganet.
"Awalnya gitu. Postingan-postingan receh, postingan-postingan biasa. Justru postingan itulah yang dicari masyarakat," kata pria berusia 32 tahun itu, Selasa, 26 Agustus 2025, malam.
Handphone jadi senjata utamanya untuk membesarkan nama info.sekeloa. Ketika tangannya mulai lihai mengedit foto atau video dan Ilmu dalam membaca algoritma Instagram sedikit demi sedikit bertambah, kabar buruk datang. Dia dipecat dari pekerjaannya sebagai office boy (OB) di salah satu kampus negeri ternama di Bandung.
Ia merasa terpuruk. Namun hal itu membuatnya menyadari sesuatu: kecintaan terhadap tempat tinggal yang begitu besar. Rasa bangga menjadi warga Sekeloa kian menggelembung. Nazmi jatuh cinta pada Sekeloa.
Perasaan ini yang kemudian memicu semangatnya untuk membantu masyarakat lewat media sosial. Seiring waktu, jumlah pengikut info.sekeloa semakin banyak. Laporan dari warga pun ikut bertambah. Warga semakin sering melaporkan kejadian kehilangan dompet, SIM, kucing, hingga kabar tentang tindak kriminal.
"Awalnya gitu, ini mah karena saya putra daerah, besar di sini (Sekeloa) jadi ingin membesarkan nama Sekeloa, biar masyarakat luas bisa tahu," ucapnya.
Dia mengaku sering dipandang sebelah mata, baik oleh netizen atau warga sekitar. Tapi ia tak menaruh hati. Ia terus melangkah maju. Alasannya karena niatnya yang baik dan tulus untuk memajukan Sekeloa.
"Sampai sekarang juga masih ada yang nyinyir gitu," akunya.
Di sisi lain, beban pikiran tentang omongan orang lain kerap terhapus oleh ucapan sederhana dari warga yang terbantu. Tak jarang berkat postingan di Instagram info.sekeloa, barang atau hewan milik warga yang hilang bisa ditemukan. Ucapan sederhana yang membuatnya tersenyum kembali: terimakasih.
Pola kerja Nazmi dalam mengelola Instagram info.sekeloa hampir sama dengan jurnalistik. Ia mencari informasi, menanyakan kebenarannya, mengkonfirmasi, lalu mempublish-nya di media sosial. Meski begitu ia mengaku tak begitu paham soal produk jurnalistik. Ia hanya tahu bahwa dalam caption konten harus mencakup 5w+1h.
Selain itu, Nazmi sering merasa rendah diri ketika meliput suatu kejadian. Perasaan itu muncul ketika bertemu dengan seorang wartawan profesional yang datang lengkap dengan kartu pers, kamera, serta akses khusus. Sementara dirinya hanya berbekal ponsel dan keberanian, ia kerap bertanya-tanya apakah informasi yang dibagikannya pantas disebut berita.
Namun informasi yang ia bagikan kerap lebih cepat dari hasil kerja wartawan. Postingannya terkadang menampilkan peristiwa dan caption yang tak lebih dari 350 kata. Sebab yang terpenting, lanjut Nazmi, apakah kejadian itu benar-benar terjadi atau tidak. Sehingga tak jarang pula ia langsung mengecek ke lokasi kejadian.
"Sering saya datang langsung ke lokasi kejadian, misalnya ada kecelakan, saya ke sana terus nanya-nanya ke warga gimana kejadian, atau kalau ada polisi nanya ke polisi," katanya.
Dalam menjalankan akun info.sekeloa, ia lebih sering berperang batin. Apalagi terkait nyawa. Ia bercerita pernah mendapat laporan dari netizen soal penusukan ojek online di Dipatiukur. Kala itu kerabat korban menyebut telah membuat laporan kepolisian. Akan tetapi setelah beberapa waktu berlalu, pelaku tak kunjung tertangkap. Akhirnya ia memutuskan untuk meng-upload kasus tersebut.
Postingan tersebut kemudian viral di media sosial. Tak berselang lama, ia mendapat kabar kalau aparat keamanan berhasil menangkap pelaku. "Kadang saya heran, apakah memang harus viral dulu baru tertangkap pelakunya? Kan kasian korban dan keluarganya," ucapnya menggerutu.
Nazmi menambahkan, di era serba digital, hampir semua hal bisa terpantau. Namun, tak jarang ia menerima laporan lewat pesan langsung di Instagram yang justru berkaitan dengan masalah pribadi. Misalnya, ada seseorang yang mengeluhkan tetangganya karena berisik setiap malam. Padahal, menurutnya hal semacam itu tidak perlu dilaporkan, cukup diselesaikan dengan menegur langsung.
"Saya aja pernah dapat laporan kalau di salah satu kosan dekat rumah saya selalu berisik kalau malam. Menurut saya itu ngga perlu di up jadi saya pilih buat negus secara langsung," akunya.
Sebuah bisnis tidak akan berjalan tanpa modal. Bagi Nazmi, itu bukan masalah. Sebab mengurus akun info.sekeloa baginya sama dengan mencintai tempat ia tumbuh. Membantu warga sekitar yang kerap tak ditindaklanjuti oleh aparat setempat membuatnya puas hati. Sehingga masalah modal dan pendapatan bukan persoalan penting.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia menggunakan gaji dari pekerjaan yang ditekuninya. Agar tidak bentrok dengan pekerjaannya, kini Nazmi lebih memilah-milah isi konten terlebih dahulu.
Keisengan itu kini berkembang menjadi ruang informasi warga. Semua dirangkum dengan gaya bahasa ringan, kadang diselipi humor, sehingga terasa dekat dengan keseharian pengikutnya. Kendati begitu, Nazmi memilih tetap anonim. Keputusan itu bukan karena takut, melainkan karena ingin menjaga fokus pada isu, bukan pada figur.
"Kalau orang tahu siapa adminnya, nanti malah jadi sorotan pribadi. Padahal yang penting kan masalah warga yang harus cepat ditangani," ujarnya.
Kerap diremehkan oleh media arus utama, @info.sekeloa justru menemukan ironi. Tak jarang, unggahannya diambil media besar untuk dijadikan bahan berita. Bagi Nazmi, hal itu menunjukkan bahwa informasi lokal yang dianggap remeh pun sesungguhnya punya nilai yang lebih luas.
"Media yang baik itu bukan soal besar kecilnya kantor, tapi seberapa bermanfaat buat warga,” tegasnya.
Keberadaan akun ini lambat laun membentuk ekosistem informasi berbasis komunitas. Warga merasa punya saluran alternatif untuk menyuarakan keluhan sekaligus mencari solusi. Dari persoalan jalan berlubang hingga pencurian motor, semua mendapat tempat di @info.sekeloa.

Meski Isu Tak Berat, Nazmi Sempat Diteror
Permasalahan di tingkat kecamatan sesungguhnya banyak, tapi tak semua tersentuh media arus utama, kata Nazmi. Mulai dari persoalan administratif, konflik warga, sampai isu pelayanan publik. Di tengah kondisi itu, akun Instagram @info.sekeloa hadir menawarkan wajah lain jurnalisme: dekat dengan warga, tapi tetap kritis pada isu sekitar.
Ia mengaku kurang sepakat dengan istilah homeless media. Menurutnya, kata yang lebih tepat adalah jurnalisme warga atau media daerah, istilah yang juga akrab di kalangan penggiat media sejenis.
“Kalau saya turun langsung ke lapangan, itu lebih pede. Nggak was-was. Soalnya banyak isu yang dianggap sepele, padahal warga butuh tahu,” ujar Nazmi.
Nazmi menilai, media warga seperti yang ia kelola bukan sekadar soal membagikan informasi cepat, melainkan juga soal keberanian. Ia sadar, intervensi terhadap jurnalis bisa menimpa siapa saja, bukan hanya wartawan media besar.
"Saya kadang mikir, kalau ngangkat kasus korupsi atau isu sensitif, ngeri juga. Siapa sih adminnya? Orang gampang di-tracking, apalagi akun kecil kayak gini," tuturnya.
Meski demikian, ia memilih untuk terus meliput dengan caranya sendiri. Bagi Nazmi, Sekeloa adalah kawasan strategis. Lokasinya dekat Gedung Sate, pusat pemerintahan Jawa Barat, sehingga kerap jadi titik lalu lintas isu besar, mulai dari demo, kecelakaan, hingga kegiatan politik.
Keteguhannya itu pun diikuti oleh pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan ilmu jurnalistiknya. Dalam hati kecilnya, ia menyadari pola kerjanya seperti jurnalis. Namun dia tak ingin disebut seperti itu.
"Walaupun bukan wilayah Sekeloa, kalau ada kejadian besar di Gedung Sate atau sekitar Dago, pasti saya angkat. Dekat, dan warga juga butuh tahu," bebernya.
Namun, konten @info.sekeloa tak melulu soal peristiwa. Justru yang membuatnya berbeda adalah cara menyoroti hal-hal kecil di sekitar. Nazmi kerap masuk ke gang-gang sempit untuk menemukan cerita lokal: UMKM rumahan, lapangan tempat anak-anak bermain, hingga perkampungan yang menyimpan sejarah.
"Kalau monumen mah semua orang tahu. Tapi di gang, ada cerita warga yang jarang diekspos. Itu yang bikin orang merasa punya kedekatan," ucapnya.
Awalnya, Nazmi hanya fokus pada Sekeloa. Kini, perlahan, jangkauannya meluas ke kelurahan dan kecamatan sekitar. Ia juga sempat berkolaborasi dengan akun serupa, seperti @info.coblong, untuk memperkuat jaringan informasi lokal. Akan tetapi informasi seputar Sekeloa tetap ia prioritaskan dan fakta selalu dikedepankan.
Bagi Nazmi, menjaga aliran informasi warga sama pentingnya dengan menjaga kepercayaan. Itu karena di tengah banjir kabar di media sosial, selalu ada risiko bias dan hoax yang bisa menyesatkan. Ia paham betul, informasi yang salah bisa memecah belah masyarakat.
Pada momen itu, gema pesan dari lagu Disinformasi karya grup musik Seringai terasa begitu tepat: disinformasi, memecah belah. Melalui akun Instagram @info.sekeloa, Nazmi memilih jalannya sendiri, menyaring kabar, merangkul warga, dan membuktikan bahwa media yang tumbuh dari gang sempit mampu memberi arti besar bagi warga sekitar.