Hikayat Ponari, Dukun Cilik Batu Petir Pembelah Logika Orang Dewasa

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Selasa 18 Nov 2025, 14:46 WIB
Ponari, si dukun cilik dengan batu petir ajaib dari Jombang yang menggemparkan Indonesia pada 2009.

Ponari, si dukun cilik dengan batu petir ajaib dari Jombang yang menggemparkan Indonesia pada 2009.

AYOBANDUNG.ID - Pada awal 2009, Indonesia mendadak punya pahlawan baru. Bukan pemain sinetron, bukan pejabat, bukan pula tokoh spiritual berkharisma yang muncul dari lereng gunung. Pahlawan itu justru bocah SD berumur sembilan tahun yang lebih suka main hujan dan lari-larian di pematang sawah. Namanya Ponari, anak kampung dari Dusun Kedungsari, Jombang, yang mendadak melompat dari dunia bocah ke panggung nasional hanya berbekal satu batu yang katanya jatuh dari langit bersama petir.

Hikayatnya dimulai dengan cara yang sangat Indonesia: hujan deras, kilat yang menyambar, dan cerita yang beranak-pinak lebih cepat daripada mie instan dimasak mahasiswa di akhir bulan. Ada versi yang bilang Ponari tersambar dan pingsan, ada versi yang bilang ia cuma mengambil batu yang muncul entah dari mana setelah badai lewat. Apa pun kronologinya, yang jelas batu itu menjadi tokoh utama kedua setelah si bocah sendiri. Batu kecil seukuran telur ayam itu diberi nama batu petir atau batu geledek, seolah ia punya paspor kosmik yang menghubungkannya ke dunia lain.

Ponari mulai mencoba batu tersebut pada tetangganya. Caranya sederhana: celupkan batu ke air, biarkan airnya diminum atau dioleskan. Ia tidak punya mantera rumit, tidak punya seragam dukun, dan tidak memegang tongkat atau keris yang dipamerkan di atas tikar. Yang ia punya hanya batu, ember, dan kepercayaan warga. Keajaiban kecil pun mulai diceritakan. Demam turun, sakit kepala menghilang, sendi longgar kembali kencang. Dari mulut ke mulut, cerita itu mengalir ke seluruh desa Balongsari, lalu keluar desa, lalu keluar kabupaten, lalu keluar provinsi. Dalam waktu beberapa minggu, Indonesia berubah menjadi negara dengan satu pusat ziarah baru: rumah Ponari.

Baca Juga: Hikayat Sumanto, Kanibal Tobat yang Tertidur Lelap dalam Siaran Televisi

Pada pertengahan Januari 2009, media lokal mulai melirik. Kamera televisi menemukan si bocah yang lebih suka main kelereng daripada bicara di depan wartawan. Pemberitaan naik daun dengan kecepatan seperti mie instan tadi. Ponari dijuluki dukun cilik, penyembuh ajaib, bocah sakti, dan berbagai gelar lain yang membuat anak kelas tiga SD mana pun pasti bingung kalau tiba-tiba diminta memberikan testimoni di TV nasional.

Warga berdatangan membawa segala jenis air: air galon, air sumur, air kendi, air sungai yang entah sebersih apa. Air itu dicelupkan batu petir oleh Ponari, lalu dibawa pulang sebagai pengobatan. Tidak ada tarif resmi, tapi uang mengalir dalam bentuk sumbangan suka rela yang jumlahnya bisa membuat kantong celana bocah sembilan tahun itu terlalu penuh untuk ukuran anak desa.

Tetapi, fenomena ini punya efek samping yang luar biasa. Pada Februari hingga Maret 2009, jumlah pengunjung mencapai puluhan ribu dalam satu hari. Bayangkan desa kecil yang jalan utamanya mungkin cuma cukup dua sepeda motor berpapasan, tiba-tiba mendadak harus menampung manusia sebanyak isi stadion sepak bola. Kilometer demi kilometer antrean terbentuk dari orang-orang yang datang jauh-jauh dari berbagai pulau. Ada yang membawa pasien dengan kursi roda, ada yang naik pikap, ada yang digendong sambil teriak minta jalan.

Desa Balongsari berubah menjadi pusat ekonomi mikro yang sesak. Warga membuka warung dadakan, kios minuman, lahan parkir seluas halaman tetangga, serta posko penginapan yang lebih mirip bilik ronda. Pendapatan desa melejit dalam hitungan hari. Angka miliaran rupiah disebut sebagai perputaran ekonomi selama masa-masa puncak itu.

Di balik hiruk-pikuk itu, tragedi tidak bisa dihindari. Desak-desakan menelan korban jiwa. Beberapa pengunjung meninggal karena kelelahan dan terinjak kerumunan. Ada juga kasus anak kecil yang meninggal setelah meminum air celupan batu, yang kemudian memicu perdebatan soal higienitas. Kematian ini menjadi alarm keras untuk polisi setempat yang mencoba mengatur antrean dengan sistem kartu kunjungan. Tapi kerumunan itu seperti gelombang laut: sulit dikendalikan dan selalu datang lagi.

Baca Juga: Sejarah Letusan Krakatau 1883, Kiamat Kecil yang Guncang Iklim Bumi

Sorotan media internasional juga muncul. Ponari menjadi headline di berbagai negara, gambaran eksotis dari masyarakat yang masih percaya bahwa batu kecil dari petir bisa menyembuhkan penyakit kronis. Dunia luar terheran-heran, tapi di Indonesia, kepercayaan dan harapan selalu punya ruang besar. Kadang terlalu besar.

Suasana warga yang berdesakan mengantre untuk berebut celupan batu ajaib Ponari. (Sumber: MNCTV)
Suasana warga yang berdesakan mengantre untuk berebut celupan batu ajaib Ponari. (Sumber: MNCTV)

Kontroversi pun mulai tumbuh. Dari sisi kesehatan, para dokter khawatir metode ini membuat pasien menunda pengobatan medis. Dari sisi agama, praktik penyembuhan dengan benda dianggap menyalahi ajaran. Dari sisi hak anak, Ponari tidak sekolah hampir sebulan penuh. Ia terjebak antara menjadi bocah dan menjadi fenomena nasional. Pihak sekolah memintanya kembali belajar, namun antrean pasien yang mengular membuat permintaan itu terdengar seperti angin lewat.

Pemerintah daerah akhirnya turun tangan. Polisi menutup akses, antrean dibubarkan, dan Ponari dipaksa kembali menjadi anak seusianya. Pada Maret 2009, batu petir mulai kehilangan kilau di mata publik. Kerumunan mereda. Media mencari sensasi baru. Desa Balongsari perlahan kembali sunyi.

Baca Juga: Hikayat Skandal Dimas Kanjeng, Dukun Pengganda Uang Seribu Kali Lipat

Kehidupan Ponari Setelah Batu Petir

Setelah badai 2009 berlalu, Ponari kembali ke kehidupan yang jauh lebih sederhana. Ia bersekolah kembali, meski sesekali masih ada yang datang membawa sebotol air berharap mendapatkan celupan sakti. Pada satu titik, keluarganya bahkan sempat menggunakan uang donasi untuk membangun rumah yang lebih layak. Namun dibandingkan hidup glamor, Ponari lebih sering disebut menjalani masa remaja sebagai pemuda desa biasa.

Ketika Indonesia sibuk mengikuti drama politik tahun demi tahun, Ponari tumbuh dalam diam. Waktu berjalan cepat. Media sesekali menengok kembali kisahnya, seperti seorang mantan selebritas yang dulu sangat terkenal tapi tidak tahu harus kembali tampil dalam genre apa. Ekspektasi publik dan kenyataan hidupnya berjalan di dua rel berbeda.

Pada 2016, beberapa media menyebutnya bercita-cita menjadi tentara. Setelahnya, ia semakin jarang terdengar. Batu petir masih disimpan, tapi hanya digunakan untuk tetangga dekat. Tidak ada kerumunan, tidak ada antrean, hanya ritual kecil yang dilakukan karena kebiasaan, bukan karena bisnis.

Kemudian hidupnya berubah arah lagi. Pada 2020, Ponari menikah. Pasangannya perempuan dari desa tetangga, dan mereka memiliki seorang putri. Tahun-tahun berikutnya memperlihatkan ia bekerja seperti warga biasa: di gudang ayam, di pabrik, bahkan sempat mencoba jualan online. Pendapatannya tidak luar biasa, hanya sekitar belasan ribu rupiah per hari. Kontras yang mencolok dibandingkan miliaran yang pernah berputar mengelilinginya ketika ia masih anak-anak.

Pada 2023, laporan menunjukkan bahwa ia masih membuka praktik penyembuhan kecil-kecilan. Hanya beberapa pasien per minggu. Kadang dua orang, kadang tiga. Tidak ada drama, tidak ada antrean massal. Orang-orang datang dengan diabetes atau nyeri kaki, membawa air sendiri, meminta batu petir dicelupkan. Tidak ada tarif, hanya sumbangan sukarela, sama seperti dulu tapi dengan skala yang sangat manusiawi.

Baca Juga: Hikayat Tragedi Lumpur Lapindo, Bencana Besar yang Tenggelamkan Belasan Desa di Sidoarjo

Batu petir itu masih sama. Masih disimpan rapi di rumahnya. Ponari percaya kekuatannya berasal dari Yang Maha Kuasa. Namun ia tidak lagi berusaha meyakinkan siapa pun. Jagat media sosial sesekali mengunggah nostalgia tentang masa kejayaannya, tapi Ponari sendiri tidak aktif di dunia digital. Ia memilih menjadi kepala keluarga dua anak, bekerja keras di gudang, dan menjalani hidup yang jauh lebih tenang.

Pada 2025, namanya kembali beredar di beberapa platform berita. Kali ini bukan karena batu petir atau gelombang massa, melainkan karena kehidupannya sebagai buruh dengan gaji harian yang kecil. Kontras nasib ini menjadi bahan diskusi warganet, seakan-akan dunia menolak memberikan akhir cerita bak film Hollywood pada seorang bocah yang pernah mengobati ribuan orang dengan batu.

Tetapi hikayat Ponari tidak pernah benar-benar soal kaya atau miskin. Ia soal bagaimana masyarakat bisa mengalir mengikuti satu harapan kecil, sepotong cerita yang dianggap mampu menambal kekosongan antara akses kesehatan dan kepercayaan. Fenomena Ponari menunjukkan betapa kuatnya imajinasi kolektif masyarakat Indonesia ketika berhadapan dengan misteri, harapan, dan rasa putus asa.

Pada akhirnya, kehidupan Ponari setelah semua hiruk-pikuk itu justru terasa paling jujur. Ia menjadi pria dewasa yang mengurus keluarga, bekerja keras setiap hari, masih menyimpan batu petir itu di laci rumah, dan masih melayani pasien kecil-kecilan. Ia bukan lagi fenomena nasional. Ia bukan lagi headline internasional. Ia hanyalah warga desa yang pernah menjadi legenda.

Ia cukup menjadi cerita yang diingat, ditertawakan pelan, dikisahkan ulang, dan disimpan sebagai salah satu bab paling aneh tapi juga paling manusiawi dalam sejarah sosial Indonesia modern.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 11 Des 2025, 20:00 WIB

Emas dari Bulu Tangkis Beregu Putra Sea Games 2025, Bungkam Kesombongan Malaysia

Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0.
Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0. (Sumber: Dok. PBSI)
Beranda 11 Des 2025, 18:37 WIB

Media Ditantang Lebih Berpihak pada Rakyat: Tanggapan Aktivis Atas Hasil Riset CMCI Unpad

Di tengah situasi dinamika sosial-politik, ia menilai media memegang peran penting untuk menguatkan suara warga,baik yang berada di ruang besar maupun komunitas kecil yang jarang mendapat sorotan.
Ayang dari Dago Melawan menanggapi hasil riset CMCI Unpad bersama peneliti Detta Rahmawan dan moderator Preciosa Alnashava Janitra. (Sumber: CMCI Unpad)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 18:01 WIB

Nelangsa Bojongsoang Setiap Musim Hujan: Siapa Harus Bertanggung Jawab?

Banjir yang melanda Bojongsoang memicu kemacetan lalu lintas yang kian menggila. Lalu, pihak mana yang semestinya memikul tanggung jawab?
Kemacetan lalu lintas terjadi di Bojongsoang akibat banjir (04/12/2025). (Sumber: Khalidullah As Syauqi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 17:23 WIB

Hidup Lebih Bersih, Sungai Lebih Bernyawa

Kegiatan ini mengangkat isu berapa pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan sungai agar terhindar dari bencana alam serta penyakit.
Mahasiswa Universitas Sunan Gunung Djati Bandung anggota Komunitas River Cleanup. (Foto: Rizki Hidayat)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:57 WIB

Sistem Pengelolaan Limbah di Bandung yang Berantakan: Sebaiknya Prioritaskan Langkah Inovatif Sungguhan

Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:32 WIB

Masyarakat Kota Bandung Berharap Wali Kota Tindak Tegas Penanganan Kasus Begal

Maraknya tindak kriminalitas seperti begal di Kota Bandung meningkatkan keresahan warga untuk beaktivitas di luar.
Suasana jalan yang sepi pada malam hari di daerah Jalan Inhoftank, Kota Bandung. (Sumber: Nayla Aurelia) (Foto: Nayla Aurelia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:13 WIB

Gunung Api Palasari Purba

Adanya lava, batuan beku yang berasal dari letusan efusif Gunung Palasari Purba, meninggalkan jejak letusan yang sangat megah dan mengagumkan.
Lava raksasa kawasan Cibanteng – Panyandaan, Desa Mandalamekar, Kecamatan Cimenya. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Taufanny Nugraha)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 15:39 WIB

Pengunjung Mengeluhkan Teras Cihampelas yang Semakin Kumuh

Mulai dari lantai yang tak terawat, fasilitas rusak, hingga area Teras Cihampelas yang tampak sepi dan tidak terurus.
Suasana Teras Cihampelas Menampakan suasana kosong pada Senin (1/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Rafli Ashiddieq)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 15:36 WIB

Sejarah Kawasan Tamansari, Kampung Lama yang Tumbuh di Balik Taman Kolonial Bandung

Sejarah Tamansari Bandung sebagai kampung agraris yang tumbuh diam-diam di balik taman kolonial, dari desa adat hingga kampung kota padat.
Suasana pemukiman di kawasan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 14:48 WIB

Mengeja Bandung Utama, Merawat Keragaman Agama

Menjaga dan memperkuat “benih-benih toleransi” baik melalui edukasi, kebijakan yang inklusif, maupun upaya nyata di tingkat komunitas, pemerintah.
Gang Ruhana, Kelurahan Paledang, berdiri Kampung Toleransi, ikon wisata religi yang diresmikan Pemerintah Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 13:37 WIB

Ini Titik-Titik Kemacetan di Kota Bandung menurut Wali Kota Farhan: Mana Tata Kelolanya?

Bandung didapuk sebagai “Kota Nomor 1 Termacet di Indonesia 2024” oleh TomTom Traffic Index.
Kemacetan di Jalan Dr. Djundjunan, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 12:30 WIB

Saparua Ramai tapi Minim Penataan: Wali Kota Bandung Diharap Lebih Peduli

Taman Saparua selalu ramai, namun penataan dan fasilitasnya masih kurang memadai.
Track lari Saparua yang tampak teduh dari samping namun area sekitarnya masih perlu perbaikan dan penataan. Jumat siang, 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Najmi Zahra A)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 11:01 WIB

Gunung Tangkubanparahu, Ikon Wisata Bandung Sejak Zaman Kolonial

Sejarah Tangkubanparahu sebagai destinasi klasik Bandung sejak masa kolonial, lengkap dengan rujukan Gids Bandoeng dan kisah perjalanan para pelancong Eropa.
Gunung Tangkubanparahu tahun 1910-an. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:48 WIB

Kenyaman Wisata Bandung Terancam oleh Pengamen Agresif

Warga mendesak Wali Kota M. Farhan bertindak tegas dan memberi solusi agar kota kembali aman dan nyaman.
Keramaian di kawasan wisata malam Bandung memperlihatkan interaksi tidak nyaman antara pengunjung dan pengamen memaksa, 02/12/2025. (Foto: Hakim)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:25 WIB

Kenyamanan Taman Badak di Bandung Masih Menyisakan Kritikan

Taman Badak yang berpusat di tengah-tengah kota Bandung adalah salah satu tempat favorit di kalangan pengunjung.
Taman Badak Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wan Maulida Kusuma Syazci)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:03 WIB

Lumpia Basah Katadji, Nikmatnya Sampai Suapan Terakhir

Kuliner viral di Banjaran, Kabupaten Bandung, yakni Lumpia Basah Katadji.
Seporsi lumpia basah katadji dengan bumbu dan topping yang melimpah. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tantia Nurwina)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 09:32 WIB

Mengapa Summarecon Bandung Kini Ramai Dijadikan Tempat Olahraga Warga?

Summarecon Bandung kini ramai dijadikan tempat olahraga warga, khususnya pada pagi dan sore hari.
Aktivitas olahraga di kawasan Summarecon Bandung terlihat meningkat terutama pada akhir pekan. (Dokumentasi Penulis)
Beranda 11 Des 2025, 05:16 WIB

Generation Girl Bandung Kikis Kesenjangan Gender di Bidang Teknologi

Mematahkan anggapan bahwa belajar STEM itu sulit. Selain itu, anggapan perempuan hanya bisa mengeksplorasi bidang non-tech adalah keliru.
Exploring Healthy Innovation at Nutrihub, salah satu aktivitas dari Generation Girl Bandung. (Sumber: Generation Girl Bandung)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)