AYOBANDUNG.ID - Segala tipu daya biasanya dimulai dari sesuatu yang tampak suci. Begitu pula kisah Dimas Kanjeng Taat Pribadi, dukun karismatik asal Probolinggo yang mengaku bisa menggandakan uang sampai seribu kali lipat. Ia bukan hanya menjanjikan kaya mendadak, tapi juga menjual harapan spiritual. Tapi kisah ini terbongkar bukan karena janji palsu, melainkan karena bau busuk mayat yang dikubur dangkal di hutan.
Pada awal 2015, warga Situbondo mencium aroma aneh dari semak di Desa Tegalsono. Setelah digali, ditemukan jasad lelaki dengan tangan terikat, kepala dibungkus kresek hitam. Namanya Ismail Hidayah. Ia adalah antri setia, tangan kanan sekaligus bendahara lapangan Dimas Kanjeng. Ia tahu rahasia yang mestinya tak diketahui siapa pun: bahwa uang tidak pernah digandakan lewat doa, tapi diputar seperti arisan MLM yang berbungkus tasbih dan jubah putih.
Ismail adalah pengumpul mahar, istilah halus untuk uang setoran. Santri harus menyetor minimal Rp25 juta agar uangnya âdilipatgandakanâ lewat ritual. Semakin besar mahar, katanya, semakin banyak rezeki yang akan turun dari alam gaib. Masalahnya, uang yang turun justru dari pengikut baru, bukan dari jin kaya raya.
Baca Juga: Hikayat Tragedi Lumpur Lapindo, Bencana Besar yang Tenggelamkan Belasan Desa di Sidoarjo
Ketika Ismail mulai kecewa dan membongkar kebohongan itu, Taat Pribadi panik. Sebab Ismail bukan santri biasa; ia tahu detail semua transaksi, bahkan siapa yang disetor, kapan, dan berapa banyak. Maka pada 2 Februari 2015, sembilan orang pengawal setia Dimas Kanjeng mencegat Ismail di jalan raya Paiton. Ia dibekap, dijerat, dan dibungkus kresek. Mayatnya dikubur asal-asalan. Tapi seperti kebohongan, kubur dangkal selalu ketahuan.
Polisi Probolinggo menemukan bukti pembunuhan berencana. Namun saat itu, nama Dimas Kanjeng belum sepenuhnya diseret. Ia masih dipuja ribuan santri dan pengikutnya.
Satu tahun kemudian, langit itu runtuh. Kali ini korbannya Abdul Gani, ketua yayasan padepokan sekaligus bendahara besar. Ia juga mulai kecewa karena janji penggandaan uang gagal total. Santri menagih, uang tidak muncul, dan Gani mulai menyebarkan kecurigaan. Taat Pribadi, yang hidup dari kepercayaan buta, tahu satu hal: dalam bisnis keajaiban, satu pengkhianat bisa menumbangkan seluruh kerajaan.
13 April 2016, Abdul Gani diculik dan dibunuh. Mayatnya dibuang ke Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri. Para pelaku yang berjulah sembilan orang, dibayar total Rp320 juta. Ini bukan kebetulan, tapi pola. Satu-satu, orang yang tahu kebusukan penggandaan uang dibungkam dengan cara brutal.
Penemuan dua mayat ini membuat polisi menyusun puzzle: dua korban, dua pengikut yang kecewa, satu nama sama di baliknya. Maka pada 6 Juli 2016, laporan resmi menyebut Taat Pribadi sebagai dalang. Lalu, operasi besar pun disiapkan.
Baca Juga: Jejak Dukun Cabul dan Jimat Palsu di Bandung, Bikin Resah Sejak Zaman Kolonial
Tanggal 22 September 2016, hampr 2.000an ribuan aparat kepolisian dan TNI mengepung Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Probolinggo. Para santri berbaris melindungi sang guru ketika polisi melempar gas air mata. Adegan itu lebih mirip film perang spiritual ketimbang operasi kriminal.
Dimas Kanjeng akhirnya ditangkap sambil mengenakan kaus berwarna ungu. Tak ada uang jatuh dari langit kala itu. Polisi sempat meminta Dimas Kanjeng menggandakan uang, namun dukun palsu itu berkilah. Tak bisa, katanya. Alasannya? Jin Ifritnya lari tunggang langgang menghindari gas air mata polisi.
Para pengikutnya menangis histeris, sebagian menganggap penangkapan itu cobaan bagi wali Tuhan. Tapi polisi sudah punya arah: ini bukan sekadar aliran sesat, ini kejahatan ekonomi berskala besar yang berlumur darah.

Setelah penangkapan, publik baru tahu siapa sebenarnya Dimas Kanjeng. Nama aslinya Taat Pribadi, lahir di Probolinggo, 28 Juli 1970. Ia pernah mondok, katanya, lalu berguru ke Banten untuk memperdalam ilmu kebatinan. Pada 2002, ia mendirikan padepokan megah. Di sana ada masjid, aula, asrama, dan rumah mewah bergaya istana. Dari situ ia menabalkan gelar baru: Dimas Kanjeng, terinspirasi dari kebangsawanan Jawa kuno.
Padepokan ini tampak damai awalnya: tempat meditasi, zikir, dan bakti sosial. Tapi sejak 2006, Dimas mulai mengaku mendapat âwahyu penggandaan uangâ. Ia mengklaim bisa menarik uang dari dunia gaib lewat ritual tertentu. Video demonstrasinya viral: ia berdiri di depan para santri, mengenakan jubah serba putih, membaca doa, lalu⊠abrakadabra! muncul tumpukan uang seratus ribuan.
Banyak yang percaya. Ribuann orang jadi korban. Total kerugian para korban diperkirakan mencapai puluhan hingga ratusan miliar. Pengikut padepokan ini tak cuma warga Probolinggo dan sekitarnya. Ada laporan yang menyebutkan ribuan orang dari Sulawesi Selatan (Sulsel) ikut jadi pengikut.
Baca Juga: Saat Hacker Bjorka Bikin Polisi Kelimpungan Tiga Kali
Skemanya operasinya sederhana: uang dari santri baru digunakan untuk membayar santri lama. Itu adalah ponzi murni dengan dupa dan jubah putih. Tapi berkat karismanya, Dimas Kanjeng bisa bertahan hampir satu dekade. Bahkan ketika korban pertama mulai melapor ke Bareskrim pada Februari 2016, ribuan orang masih percaya bahwa guru mereka dizalimi oleh âpihak yang tidak paham ilmu gaibâ.
Untuk menopang kultus, Taat Pribadi menggunakan strategi marketing yang lumayan oke. Sejumlah foto yang memperlihatkan Dimas Kanjeng Taat Pribadi bersama pejabat, termasuk Menteri Agraria Sofyan Djalil, Jenderal Moeldoko saat menjabat Panglima TNI, dan perwira TNI-Polri lain, terpampang di Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo. Namun, keaslian foto-foto itu diragukan kepolisian. Meski begitu, warga setempat menyebut padepokan yang berdiri sejak 2005 itu memang sering dikunjungi pejabat dan tokoh nasional, termasuk Mahfud MD yang mengaku pernah datang.
Barang bukti kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi sangat beragam, mencakup benda pusaka, uang asing, dan perlengkapan ritual. Polisi menyita berbagai keris, patung Nyi Roro Kidul, tongkat, batu dari Gunung Kawi, minyak berkah, kitab aliran kecil, serta benda-benda mistis lain seperti sabuk mantra dan selendang emas.
Selain itu, ditemukan juga 260 batang logam diduga emas, berbagai lembaran uang palsu seperti âmillion billâ dan âone million euroâ, serta ribuan uang asing dari Vietnam, Korea, dan China yang ternyata bukan uang asli. Ada pula peti berisi keris, jubah hitam, dan kartu identitas padepokan. Kasus ini menjerat Taat karena dugaan penipuan penggandaan uang dan pembunuhan, dengan korban mencapai lebih dari 3.000 orang dari berbagai daerah, termasuk Sulawesi Selatan.
Persidangan Dimas Kanjeng berlangsung seperti sinetron mistik yang berubah jadi drama kriminal. Di Pengadilan Negeri Kraksaan, jaksa bersikeras membuktikan ia memerintahkan pembunuhan. Para algojo bersaksi bahwa mereka dibayar Rp30â40 juta per orang. Taat Pribadi bersikeras tidak tahu apa-apa. Namun, saksi dan bukti forensik terlalu kuat. Hakim menjatuhkan vonis 18 tahun penjara pada 1 Agustus 2017 untuk dua pembunuhan berencana.
Baca Juga: Gaduh Kisah Vina Garut, Skandal Video Syur yang Bikin Geger
Sebulan kemudian, vonis lain datang untuk kasus penipuan senilai Rp800 juta. Dalam kasus itu, dia divonis dua tahun penjara, yang naik jadi tiga tahun setelah banding. Di tingkat kasasi Mahkamah Agung (Mei 2018), semuanya dikukuhkan: total 21 tahun penjara.
Tapi kisah ini belum selesai. Pada Desember 2018, Dimas Kanjeng Taat Pribadi kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Surabaya atas perkara penipuan senilai Rp10 miliar. Ketua Majelis Hakim Anne Rusiana menyatakan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP. Meskipun demikian, hakim memutuskan vonis nihil karena Dimas Kanjeng telah lebih dahulu menjalani hukuman total 21 tahun penjara dari perkara sebelumnya, yakni 18 tahun atas kasus pembunuhan berencana terhadap Abdul Gani, serta 3 tahun untuk kasus penipuan.
Hakim Anne menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada ketentuan hukum yang tidak memperbolehkan pemberian hukuman secara kumulatif melebihi 20 tahun penjara. Oleh karena itu, hukuman tambahan tidak dijatuhkan meski terdakwa kembali terbukti bersalah.
Tahun berikutnya, Dimas Kanjeng kembali terjerat kasus penipuan dan penggelapan lain yang disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam perkara itu, Majelis Hakim yang dipimpin R. Anton Widyopriyono juga menjatuhkan vonis nihil dengan pertimbangan serupa. Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) KUHP, seseorang yang telah menerima hukuman maksimal tidak dapat dijatuhi hukuman tambahan yang melampaui batas waktu penahanan. Vonis tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan menjadi penutup dari rangkaian panjang kasus hukum Dimas Kanjeng.
Pada April 2025, Taat Pribadi bebas bersyarat. Dari 21 tahun hukuman, dia hana menjalani ukrang dari saparuh masa tahanan. Delapan tahun berlalu, dan ia kembali ke padepokan. Kabarnya, sebagian santri lama masih menyambutnya. Belakngan, beredar viral video kegiatan Taat Pribadi di Padepokan Dimas Kanjeng. Nuansanya ingar bingar. Ia duduk di kursi sofa empuk bak raja, dikelilingi pengikutnya yang, entah bagaaimana, masih menaruh hormat. Taat naik mobil, melambaikan tangan laiknya selebritas. Lambaian itu disambut meriah, meskipun semua tahu bahwa dia pernah menjelma coreng hitam di mata hukum, yang lebih pekat ketimbang celak matanya.
