Jalan Sunyi Buruh Perempuan Lansia, jadi Tulang Punggung Keluarga di Usia Senja

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Rabu 30 Apr 2025, 21:29 WIB
Pedagang sayuran, Sariah (70), berjualan di Pasar Kosambi, Jalan Jendral Ahmad Yani, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)

Pedagang sayuran, Sariah (70), berjualan di Pasar Kosambi, Jalan Jendral Ahmad Yani, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)

AYOBANDUNG.ID - Hidup sering tak memberi pilihan. Terkadang, diam-diam ia malah menyerahkan beban. Pada usia yang semestinya dihabiskan dengan menimang cucu, sebagian perempuan justru harus menanggung tunggakan utang, belanjaan, dan kebutuhan rumah tangga.

Sebagian karena tak punya suami. Sebagian karena punya, tapi tak bisa diandalkan. Mereka tak pernah minta disebut pahlawan. Hanya ingin listrik tetap menyala dan perut tidak kosong. Dunia bergerak cepat, tapi mereka tertinggal di pojok-pojok dapur tetangga, gudang, ladang, pasar, dan pabrik, jadi mesin tanpa bensin.

Dunia menyebut mereka female breadwinners. Istilahnya terdengar modern, tapi isinya klasik: perempuan yang harus memikul tanggung jawab ekonomi karena ketimpangan struktural dan absennya negara dalam urusan rumah tangga.

Secara umum, female breadwinners adalah perempuan yang menjadi pencari nafkah utama dalam rumah tangga, baik sebagai satu-satunya sumber pendapatan maupun sebagai kontributor terbesar dalam penghasilan keluarga. Mereka bekerja dan menerima pendapatan paling besar dibandingkan anggota keluarga lainnya, termasuk dalam situasi di mana pasangan mereka tidak memiliki pekerjaan tetap, berpenghasilan lebih rendah, atau tidak lagi bekerja karena usia atau kondisi kesehatan.

Peran female breadwinners tidak hanya mencerminkan perubahan struktur ekonomi keluarga, tetapi juga memperlihatkan tekanan ganda yang dihadapi perempuan, terutama di tengah kungkungan beban tambahan pekerjaan domestik yang tak jarang lebih merepotkan.

Dalam laporan Female Breadwinners: Fenomena Perempuan Sebagai Pencari Nafkah Utama Keluarga yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2025 lalu mencatat, dari total perempuan pekerja di Indonesia, sebanyak 14,4% merupakan pencari nafkah utama keluarga atau female breadwinners. Ironisnya, proporsi tertinggi dari kelompok ini (17,9%) justru berasal dari mereka yang berusia 60 tahun ke atas.

Para ibu ini adalah juga buruh dalam definisinya yang klasik. Kelompok ini tidak memiliki alat produksi dan karena itu terpaksa menjual tenaga kerjanya demi bertahan hidup. Bukan semata soal status di pabrik atau seragam kerja, tetapi sebuah posisi dalam struktur ekonomi yang timpang. Maka, buruh bukan hanya mereka yang digaji rutin oleh industri, tetapi juga para pekerja serabutan, termasuk lansia yang memungut kardus atau menawarkan jasa kecil di jalanan; mereka tetap bagian dari kelas proletar karena menggantungkan hidup pada penukaran tenaga dengan upah, sekecil apa pun itu.

Para buruh lansia perempuan tersebut tak cuma asal bekerja, melainkan menjadi sandaran utama ekonomi keluarga di tengah kondisi tubuh mereka yang renta. Lebih buruk lagi, tak sedikit dari perempuan ini pula yang hidup sebatang kara tanpa suami, anak, atau cucu. Catatan statistik menunjukkan sebanyak 16,3% female breadwinners tinggal sendiri, dan dari jumlah tersebut, 55,7% berusia 60 tahun ke atas.

Kelompok usia ini menjadi mayoritas dari female breadwinners yang hidup sebatang kara. Mereka telah kehilangan pasangan hidup, atau anak-anak yang sudah mandiri dan tinggal jauh. Pada usia di mana tubuh seharusnya beristirahat, mereka justru menggandeng keranjang dagangan dan bekerja dari pagi hingga petang.

Realitas ini memperlihatkan bagaimana beban kerja perempuan tidak berhenti seiring usia. Semakin renta, mereka justru semakin terdesak untuk bertahan sendiri. Karena ketika pasangan tak bisa diandalkan dan anak-anak sudah pergi, perempuan tetap harus bekerja demi bertahan hidup.

Produksi kue keranjang di Pabrik Toko Tek Kie, Jalan Pajagalan, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Rasyad Yahdiyan)

Beban Female Breadwinners Berlipat Ganda

Jumlah female breadwinners di Indonesia masih minoritas, yakni 14,4% berbanding 44% male breadwinners. Dari angka tersebut, sebagian besar (55,8%) hanya lulusan sekolah dasar. Hanya 14% yang berlatar pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan yang rendah ini menempatkan mereka dalam pusaran pekerjaan informal dengan bayaran murah dan minim jaminan.

Berdasarkan data BPS lainnya, rata-rata upah bulanan perempuan juga menggambarkan ketimpangan yang belum tertanggulangi. BPS mencatat bahwa rata-rata upah pekerja perempuan per bulan adalah Rp2,8 juta. Sementara itu, laki-laki memperoleh rata-rata Rp3,5 juta. Dengan selisih hampir Rp700.000, angka ini tak hanya soal nominal, tetapi juga soal nilai kerja perempuan yang belum sepenuhnya diakui dan dihargai.

Buruh perempuan juga kerap kali mendominasi pekerjaan-pekerjaan yang lebih berisiko. Pada pekerja migran misalnya, dari total 297.434 pekerja migran Indonesia pada 2024, sebanyak 201.343 di antaranya perempuan. Mereka tersebar di sektor informal seperti pengasuh, pembantu rumah tangga, dan perawat lansia.

Tak sedikit di antara pekerjaan mereka menuntut tenaga dan jam kerja panjang. Kebanyakan, jam kerja mereka berada di rentang 35–49 jam per pekan, sesuai dengan regulasi standar jam kerja internasional. Namun masih ada 21% yang harus bekerja lebih dari 49 jam seminggu, atau masuk kategori jam kerja berlebihan.

Di tengah tanggungan beban kerja menggunung, perempuan-perempuan ini masih harus menanggung tanggung jawab lainnya. Sebagai perempuan, mereka juga menjalankan peran domestik. Data menunjukkan bahwa sebanyak 84,4% female breadwinners tetap mengurus rumah tangga. Aktivitas ini dijalankan di sela-sela jam kerja yang panjang. Dunia mereka tidak mengenal istilah pensiun atau akhir pekan. Mereka bekerja penuh waktu dan tetap harus menyapu lantai rumah di malam hari.

Kepalang beratnya beban kerja para perempuan tulang punggung ini membuat mereka tak mau repot-repot pekerjaan sampingan. Catatan statistik menunjukkan hanya 9,2% female breadwinners yang memiliki kerja tambahan. Kombinasi beban kerja utama yang berat dan tanggung jawab domestik membuat mereka tak memiliki waktu dan tenaga untuk menambah penghasilan. Bahkan jika ingin, peluang kerja tambahan yang layak buat mereka sangat terbatas.

Dari segi kontribusi ekonomi, sumbangsih cuan buruh perempuan terhadap rumah tangga juga relatif besar. Sebanyak 47,7% dari mereka menyumbang 90–100% dari pendapatan rumah tangga. Sisanya, sebanyak 50–60% dari total pendapatan keluarga berasal dari perempuan.

Tapi dengan kontribusi sebesar itu, jaminan kerja yang mereka terima tetap minim. Hanya 26,6% yang menerima jaminan kesehatan, 23% mendapat jaminan kecelakaan kerja, dan 17,5% memperoleh jaminan kematian.

Sibuk di Rumah, Tersingkir dari Pasar Kerja

Kesibukan kaum ibu mengurus rumah tangga ini secara tidak langsung membuat mereka tersingkir dari pasar kerja. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2024 mencatat tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan hanya 56,4%, terpaut lebih dari 28% dari laki-laki yang mencapai 84,7%.

TPAK adalah indikator ukur jumlah penduduk usia kerja yang aktif dalam pasar tenaga kerja, baik sebagai pekerja atau sedang aktif mencari lowongan kerja. Misalnya, jika TPAK perempuan adalah 56,4%, artinya dari setiap 100 perempuan usia kerja, hanya sekitar 56 orang yang bekerja atau sedang mencari kerja, karena fokus mengurus rumah tangga, melanjutkan pendidikan, atau alasan lain.

Kesenjangan gender TPAK ini bukan tanpa sebab. Sekitar 32% perempuan usia kerja (di atas 15 tahun) di Indonesia masih berada di ranah domestik sebagai pengurus rumah tangga. Jumlah ini jauh melebihi laki-laki yang hanya 3%. Fenomena ini tak hanya soal pilihan pribadi, melainkan refleksi dari konstruksi sosial yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat dalam urusan kerja-kerja rumah, yang ironisnya tak dihitung dalam produk domestik bruto (PDB) dan tak diberi nilai ekonomi.

Pekerja menyelkesaikan produksi tas di salah satu pabrik di Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)

Beban kerja domestik ini menjadi semacam pagar tak kasat mata bagi perempuan untuk lebih leluasa mengakses dunia kerja formal. Meski demikian, sebagian dari mereka tetap bekerja—dan bahkan menjadi tulang punggung keluarga—meski berada dalam sektor informal atau pekerjaan tanpa upah.

Ketimpangan semacam ini kian kentara di sejumlah daerah padat penduduk seperti Jawa Barat (Jabar). Pada 2024, jumlah angkatan kerja di provinsi ini mencapai 26,1 juta jiwa. Dari total tersebut, partisipasi laki-laki mencapai 84,5%, sedangkan perempuan hanya 50,59%—lebih rendah dari rata-rata nasional.

Jumlah perempuan Jabar yang tak masuk angkatan kerja karena mengurus rumah tangga mencapai 7,6 juta jiwa, atau 40% dari total perempuan usia kerja—8% lebih tinggi dari rata-rata nasional.

Situasi tak kalah kontras terlihat dari sisi status pekerjaan. Data mencatat ada 1,7 juta perempuan Jabar yang bekerja sebagai pekerja keluarga atau tidak dibayar, dan ironisnya, status ini tercatat sebagai pekerjaan utama mereka. Angka ini hampir setengah dari total perempuan yang bekerja sebagai buruh, yaitu sekitar 3,3 juta orang.

Sebaliknya, laki-laki lebih banyak menempati pekerjaan utama sebagai buruh dengan jumlah mencapai 7 juta orang—dua kali lipat dibanding perempuan. Untuk pekerjaan tanpa bayaran, laki-laki yang terlibat jauh lebih sedikit, hanya 534.886 orang. Artinya, perempuan tiga kali lebih banyak terlibat dalam pekerjaan tanpa bayaran dibanding laki-laki.

Para buruh perempuan ini, termasuk para lansia, telah lama berada di posisi paling rentan dalam struktur ekonomi masyarakat. Semua bekerja dalam senyap, memikul beban ganda, dan nyaris tak terdengar. Mereka mungkin tak lagi muda, tapi tetap menjadi tulang punggung keluarga dengan atau tanpa pengakuan.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 03 Nov 2025, 20:51 WIB

Tawas, Bahan Sederhana dengan Khasiat Luar Biasa untuk Atasi Bau Badan

Si bening sederhana bernama tawas punya manfaat luar biasa.
Sejak lama, tawas digunakan dalam berbagai keperluan. (Sumber: Wikimedia Commons/Maxim Bilovitskiy)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 19:47 WIB

Fesyen sebagai Cerminan Kepribadian: Lebih dari Sekadar Gaya

Fashion tidak hanya berbicara tentang pakaian yang indah atau tren terkini, tetapi juga menjadi cara seseorang mengekspresikan diri.
Setiap pilihan busana, warna, hingga aksesori yang dikenakan seseorang menyimpan cerita tentang siapa dirinya (Sumber: Pexels/PNW Production)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:40 WIB

Tempo vs Menteri Pertanian, AJI Tegaskan Sengketa Pers Bukan Urusan Pengadilan

Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”.
Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” yang tayang di akun X dan Instagram Tempo. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:24 WIB

Pusat Perbelanjaan Bandung di Era Digital, Bertahan atau Bertransformasi?

Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis.
Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:54 WIB

Sejarah Flyover Pasupati Bandung, Gagasan Kolonial yang Dieksekusi Setelah Reformasi

Flyover Pasupati Bandung menyimpan sejarah panjang, dari ide Thomas Karsten di era kolonial hingga menjadi simbol kemajuan urban modern Jawa Barat.
Flyover Pasupati Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:39 WIB

Hikayat Tragedi Lumpur Lapindo, Bencana Besar yang Tenggelamkan Belasan Desa di Sidoarjo

Sejarah amukan lumpur Lapindo telan 16 desa dan 60 ribu jiwa, tapi yang tenggelam bukan cuma rumah, juga nurani dan keadilan negeri ini.
Lumpur Lapindo. (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 17:54 WIB

Perundungan Dunia Maya (Cyberbullying), Siswa SMAN 25 Bandung Diajak Lebih Bijak di Dunia Digital

Mahasiswa Telkom University mengedukasi siswa SMAN 25 Bandung tentang bahaya cyberbullying melalui kegiatan sosialisasi dan diskusi interaktif.
Dokumentasi Pribadi, sosialisasi "Perundungan Dunia Maya (cyberbullying)" SMAN 25 Bandung, 27 oktober 2025.
Ayo Biz 03 Nov 2025, 16:56 WIB

Fesyen Sunda dan Anak Muda Bandung: Warisan atau Wawasan yang Tergerus?

Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan.
[ilustrasi]Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 15:41 WIB

Bandung dan Krisis Nurani Ekologis

Pemerintah kota Bandung tampak lebih sibuk memoles citra daripada memelihara kehidupan.
Sungai Cikapundung Kampung Cibarani Kota Bandung (Foto: Dokumen River Clean up)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 14:56 WIB

Milenial dan Generasi Z Tak Lagi Beli Barang, Mereka Beli Nilai

Di tangan generasi milenial dan Gen Z, konsep Keberlanjutan menjelma menjadi gaya hidup yang menuntut transparansi, nilai, dan tanggung jawab sosial.
Produk upcycle, yang mengolah limbah menjadi barang bernilai, kini menjadi simbol perubahan yang digerakkan oleh kesadaran kolektif. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:46 WIB

‘Galgah’, Antonim Baru dari ‘Haus’ yang Resmi Masuk KBBI

Kata baru “galgah” sedang jadi sorotan warganet!
Kata "galgah" menunjukkan seseorang sudah tidak lagi haus. (Sumber: Pexels/Karola G)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:10 WIB

Cahaya di Tengah Luka: Ketulusan Ibu Timothy Anugerah yang Mengampuni dan Merangkul

Kehilangan seorang anak adalah duka yang tak terbayangkan. Namun, Ibu dari almarhum Timothy Anugerah memilih jalan yang tak biasa.
Ketulusan hati ibu Timothy Anugerah (Sumber: https://share.google/StTZP2teeh7VKZtTl)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 13:15 WIB

Diskusi Buku 'Berani Tidak Disukai' bersama Salman Reading Corner

Membaca adalah cara kita untuk menyelami pemikiran orang lain. Sementara berdiskusi adalah cara kita mengetahui berbagai macam perspektif.
Diskusi Buku Bersama Salman Reading Corner, Sabtu, 01 November 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 11:32 WIB

Menyalakan Kembali Lentera Peradaban

Refleksi Milad ke-113 Muhammadiyah.
Lentera dengan karya seni Islam. (Sumber: Pexels/Ahmed Aqtai)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 10:01 WIB

Perutku, Makanan, dan Rasa Lapar yang Sia-sia

Perut adalah salah satu inti kehidupan manusia. Dari sanalah segalanya bermula, dan juga sering berakhir.
Para pengungsi. (Sumber: Pexels/Ahmed akacha)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 08:12 WIB

Mati Kelaparan di Negeri para Bedebah

Membunuh memang tidak selamanya melukai tubuh seseorang dengan senjata.
Ilustrasi Meninggal karena kelaparan (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 20:37 WIB

Mengapa Tidur Cukup Sangat Penting? Begini Cara Mencapainya

Sering begadang? Hati-hati, kurang tidur bisa merusak kesehatan tubuh dan pikiranmu!
Ilustrasi tidur. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 17:53 WIB

Inspirasi Sosok yang Teguh Mengabdi di Cipadung Wetan

Sosok lurah di Cipadung Wetan yang memiliki dedikasi tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Lurah Cipadung Wetan, Bapak Tarsujono S. Sos, M,. M,. (Sumber: Mila Aulia / dok. pribadi | Foto: Mila Aulia)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 15:14 WIB

Peran Orang Tua di Tengah Tantangan Pendidikan Modern

Perkembangan teknologi dan perubahan gaya belajar membuat pendidikan modern tidak lagi sama seperti dulu.
Orang tua dan anaknya. (Sumber: Pexels/Lgh_9)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 14:01 WIB

Ketika Kampus Tak Lagi Aman: Belajar dari Kasus Timothy Anugerah di Universitas Udayana

Kasus meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana, membuka mata kita tentang bahaya perundungan di lingkungan kampus.
Korban perundungan, Timothy Anugerah. (Tiktok/apaajaboleh2012)