Kala Bandung Menjadi Orkestra Kebisingan

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Senin 04 Agu 2025, 15:01 WIB
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu 5 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu 5 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

BANDUNG pernah hening. Ini suatu masa di mana angin pagi di Bandung bisa terdengar menyapa dedaunan. Suara burung jadi alarm alami, bukan dering gawai. Kota belum sepadat sekarang, dan ruang untuk bernafas masih luas.

Kiwari, deru mesin menggantikan nyanyian burung. Klakson, gergaji mesin, deru knalpot, dan pengumuman mal saling bertubrukan di udara. Bandung menjadi orkestra kebisingan yang tak pernah selesai. Seakan kota ini tak tahu cara diam.

Di tengah semua itu, kita, warga Bandung, kehilangan satu hal yang sangat kita butuhkan: sunyi. 

Bukan kekosongan

Kemacetan panjang di Jalan Cimindi, Kota Bandung pada Jumat, 10 Januari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Kemacetan panjang di Jalan Cimindi, Kota Bandung pada Jumat, 10 Januari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Sunyi sendiri bukan kekosongan. Tapi, jeda yang menyelamatkan. Ia semacam pelabuhan batin dari hiruk pikuk luar. Tapi kini, sulit sekali menemukannya di Bandung.

Sunyi adalah ruang. Ruang untuk berpikir. Untuk merasa. Untuk hadir penuh di dalam diri. Tanpa sunyi, kita mungkin terus berjalan tanpa tahu arah. Kota terus bergerak, dan kita boleh jadi kehilangan makna dari tiap langkahnya.

Bandung semakin tak lagi memberi ruang. Lapangan berubah jadi lahan parkir. Gang-gang sempit dijejali motor dan kabel. Seolah setiap meter tanah harus dimonetisasi.

Di saat yang sama, pengeras suara digunakan bukan untuk mengajak hening, tapi untuk menunjukkan kuasa. Kota semakin penuh dengan kompetisi desibel.

Bandung semakin sibuk, sementara warganya bertambah lelah. Kita semua diburu oleh waktu. Oleh target. Juga oleh citra. Bahkan, saat duduk di kafe, kita masih harus tetap terus bekerja. Adapun di rumah, otak masih dipenuhi jadwal dan pesan masuk. Tak ada ruang bernafas, bahkan mungkin dalam tidur.

Padahal manusia butuh jeda. Butuh titik koma di antara kalimat panjang kehidupan. Bukan untuk lari, tapi untuk memahami. Untuk kembali menjadi manusia seutuhnya.

Banyak titik koma

Pengunjung saat berlibur ke Bandung Zoo, Jalan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Pengunjung saat berlibur ke Bandung Zoo, Jalan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Dulu Bandung punya banyak titik koma. Ada taman-taman sunyi untuk rehat tanpa harus belanja. Ada gang-gang hening yang sejuk dan tenang. Ada suara angin yang bisa didengar tanpa harus dicari.

Sekarang banyak yang hilang. Lahan-lahan terbuka diganti bangunan. Gang digantikan jongko dan kos-kosan bertingkat. Angin tersaring oleh beton.

Kita fasih bicara tentang pembangunan, tapi lupa membangun ruang batin. Bangunan tinggi mencakar langit, tapi kesadaran kita mengendap. Pembangunan tanpa arah spiritual hanya menyisakan kekosongan. Maka, semakin tinggi bangunan, semakin hampa perasaan.

Ritme Bandung kian cepat, tapi hampa. Kita sibuk, tapi tak tahu untuk apa. Hidup terasa seperti mesin – hidup, kerja, tidur, dan berulang begitu setiap hari.

Boleh jadi banyak orang merasa sendiri di tengah keramaian Bandung. Di jalan ramai, di pusat perbelanjaan, bahkan di pesta-pesta. Namun, keramaian tidak menjamin kebersamaan. Sebab yang hilang bukan manusia, tapi bisa jadi kedekatannya.

Sunyi bukan kesepian. Sunyi adalah pelukan tak bersuara. Tempat kita menemukan kembali diri yang tercecer. Dalam sunyi, ada ruang untuk mendengar hati.

Pernahkah kita sekarang duduk tenang di tepi Cikapundung saat pagi? Dulu air sungai ini jernih. Alirannya lembut. Sekarang, ada sampah dan bau. Sungai telah kehilangan nyanyian alaminya.

Bandung kiwari tak lagi mendengar alam. Sungai dibeton, pohon ditebang, langit tertutup billboard. Dan kita kian tuli terhadap suara asli Bandung. Juga tuli terhadap panggilan batin kita sendiri.

Dari sunyi sesungguhnya bisa lahir banyak hal besar. Musik yang menyentuh, puisi yang jujur, dan keputusan yang bijak. Tapi, kalau kota seperti Bandung semakin tidak menyediakan sunyi, di mana lagi kita bisa tumbuh? Apakah kita harus selalu lari ke gunung untuk sekadar mendengar suara diri sendiri?

Beberapa warga Bandung mencoba menciptakan sunyinya sendiri. Ada yang bangun lebih pagi untuk berjalan-jalan. Ada yang membuat taman kecil di balkon rumah. Ada pula yang membaca di pojok perpustakaan.

Tapi, tidak semua warga punya pilihan itu. Banyak yang terpaksa tinggal di rumah petak sempit. Di gang yang tidak pernah tidur. Di lingkungan yang bising dari pagi hingga pagi lagi.

Apakah kontemplasi hanya milik kelas menengah? Apakah ruang tenang hanya tersedia bagi yang punya waktu luang? 

Bebas kebisingan

Tugu Gitar di Taman Musik Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Tugu Gitar di Taman Musik Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung)

Merdeka seharusnya juga berarti bebas dari kebisingan yang memaksa. Bebas untuk menutup mata dan menarik nafas panjang. Bebas dari keharusan untuk selalu on. Merdeka dari tuntutan untuk terus hadir secara sosial.

Merdeka bukan hanya soal bicara. Tapi juga soal hak untuk diam. Untuk tidak ikut-ikutan. Untuk menepi sejenak.

Membangun kota bukan cuma soal infrastruktur. Tapi, juga soal bagaimana kota membuat warganya merasa hidup. Bukan sekadar bertahan. Bukan hanya produktif.

Mungkin kita bisa belajar dari suara hujan. Ia hadir tanpa memaksa. Ia menenangkan tanpa perlu bicara. Dan ia membawa sunyi dalam riuhnya.

Mungkin Bandung bisa mulai mengupayakannya. Tak perlu proyek besar. Cukup menyediakan ruang kecil untuk duduk. Tanpa wifi, tanpa iklan.

Jalan kaki harus kembali menyenangkan. Taman-taman kecil harus kembali tumbuh. Kota harus menurunkan volumenya. Agar suara hati bisa terdengar nyaring kembali.

Kota yang merdeka adalah kota yang bisa mendengarkan. Bukan yang terus menerus bicara. Yang memberi ruang, bukan hanya memberi tugas. Yang memberi makna, bukan memberi sekadar fungsi.

Dan ketika Bandung bisa menyanyikan lagu sunyi di tengah kebisingan beton, di sanalah kita tahu bahwa kota ini belum sepenuhnya hilang. Masih ada harapan. Masih ada kemungkinan. Karena merdeka, sejatinya, adalah saat kita bisa mendengar diri sendiri lagi. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 04 Agu 2025, 17:47 WIB

Di Balik Secangkir Kopi, Langkah Awal The Kamasan Menjadi Rumah bagi Semua

The Kamasan menawarkan ruang untuk berkarya dan berkoneksi, sebuah tempat ngopi yang juga bisa menjadi tempat bekerja, healing, dan bertemu gagasan baru.
The Kamasan menawarkan ruang untuk berkarya dan berkoneksi, sebuah tempat ngopi yang juga bisa menjadi tempat bekerja, healing, dan bertemu gagasan baru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 04 Agu 2025, 17:12 WIB

Wiranatakusumah V, Bangsawan Sunda Penentu Bubarnya Parlemen Pasundan Boneka Belanda

Wiranatakusumah V, bangsawan Sunda dan Presiden Negara Pasundan, memilih membela Republik dan menggagalkan skema federal Belanda.
Raden Aria Adipati Wiranatakusumah V saat berpidato di Cianjur. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 04 Agu 2025, 17:02 WIB

‘Membaca’ Masa Depan Tunggal Putra Indonesia

SEKTOR bulu tangkis Tunggal Putra Indonesia–perlahan tapi pasti–sedang mengalami transisi dari era seniornya.
Pebulutu tangkis Indonesia, Alwi Farhan. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 04 Agu 2025, 16:00 WIB

Membaca Bendera One Piece 'Jolly Roger' sebagai Simbol Komunikasi Publik

Mengapa kita takuti bendera One Piece jelang Agustus-an ini?
Bendera One Piece yang belakangan jadi kontroversi di Indonesia. (Sumber: Deviantart/Vlarg)
Ayo Biz 04 Agu 2025, 15:15 WIB

Melukis Kota Lama, Warna-Warna Kehidupan di Jalan Braga

Jalan Braga tidak hanya menjadi saksi bisu kemegahan masa lalu, tapi juga rumah bagi seniman jalanan yang menantang arus zaman lewat goresan kanvas.
Jalan Braga tidak hanya menjadi saksi bisu kemegahan masa lalu, tapi juga rumah bagi seniman jalanan yang menantang arus zaman lewat goresan kanvas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 04 Agu 2025, 15:01 WIB

Kala Bandung Menjadi Orkestra Kebisingan

Deru mesin menggantikan nyanyian burung. Klakson, gergaji mesin, deru knalpot, dan pengumuman mal saling bertubrukan di udara.
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu 5 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 04 Agu 2025, 14:25 WIB

Bersepeda Bisa Bikin Anak Tangkas dan Cerdas, Pastikan Fitur Keamanannya!

Bersepeda merupakan aktivitas menyenangkan bagi anak-anak. Selain melatih ketangkasan fisik, bersepeda juga bisa membuat anak menjadi lebih fokus, sehingga daya berpikirnya lebih cepat.
Ilustrasi anak bersepeda (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 04 Agu 2025, 14:02 WIB

Menyulam Keresahan Menjadi Karya, Linawati dan Pesan di Balik Batik Kontemporer

Lewat Zada Fashion Handmade, brand yang ia dirikan, Linawati menyuarakan keresahannya tentang lingkungan, budaya, dan masa kecil yang kini perlahan menghilang.
Lewat Zada Fashion Handmade, brand yang ia dirikan, Linawati menyuarakan keresahannya tentang lingkungan, budaya, dan masa kecil yang kini perlahan menghilang. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 04 Agu 2025, 11:25 WIB

Busana Muslim Kapake by Iyank, Digagas dari Keprihatinan

Sebuah usaha kecil di Bandung Barat berhasil mencuri perhatian lewat kualitas produk dan filosofi unik di balik brand-nya. Kapake, sebuah UMKM rumahan yang mengusung misi menghadirkan busana muslim be
Ilustrasi Busana Muslim (Foto: Freepik)
Ayo Jelajah 04 Agu 2025, 11:23 WIB

Sejarah Bioskop Rio Cimahi, Tempat Hiburan Serdadu KNIL yang Jadi Sarang Film Panas

Dibangun tahun 1937 oleh keluarga Busè, Bioskop Rio pernah jadi pusat hiburan elite Eropa di jantung Kota Cimahi.
Potret Bioskop Rio Cimahi zaman baheula. (Sumber: Sadayapadu Kota Cimahi | Foto: Sundakalapa)
Ayo Biz 04 Agu 2025, 10:25 WIB

Berburu Sarapan Segar dan Mengenyangkan di Soto Madura Cak Alim

Dari banyaknya sajian kuliner khas daerah, Soto Madura termasuk yang mudah dijumpai di Bandung. Salah satu yang tak pernah sepi peminat adalah Soto Madura Cak Alim.
Soto Madura Cak Alim
Ayo Netizen 04 Agu 2025, 08:54 WIB

Apoteker, Profesi Penting yang Masih Dipandang Sebelah Mata

Dari dulu eksistensi apoteker di masyarakat belum setenar dokter ataupun perawat dan profesi tenaga kesehatan lainnya.
Dari dulu eksistensi apoteker di masyarakat belum setenar dokter ataupun perawat dan profesi tenaga kesehatan lainnya. (Sumber: pexels/Artem Podrez)
Ayo Netizen 03 Agu 2025, 18:40 WIB

DJ Ohim, Timpa Teks, dan Internet sebagai Ruang Berekspresi

Siapa yang menyangka, sebuah meme lokal dari grup Facebook di Indonesia dapat menyebar menjadi hoax.
Gambar yang kemudian menjadi sumber hoax. (Sumber: grup Facebook "timpa teks: singularity")
Ayo Jelajah 03 Agu 2025, 14:27 WIB

Jejak Bung Karno di Penjara Banceuy: Ketika Cicak Jadi Teman Seperjuangan

Kisah Bung Karno mendekam di Penjara Banceuy Bandung, menulis pledoi legendaris Indonesia Menggugat dari balik sel 2x1,5 meter.
Monumen Soekarno di Lapas Banceuy Bandung (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 03 Agu 2025, 14:06 WIB

Serunya Perlombaan Agustusan

Perlombaan Agustusan bukan soal menang dan kalah, melainkan tentang kebersamaan.
Lomba agustusan biasa ditunggu-tunggu oleh anak-anak, pun dengan para lansia di Balai Palayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)
Ayo Netizen 03 Agu 2025, 11:06 WIB

Hidden Farm Cafe, Sajian Penuh Selera yang Memanjakan Mata

Hidden Farm Cafe adalah salah satu tempat makan yang terletak di area Dago atas yang menyediakan berbagai macam menu sehat.
Menu Hidden Farm Cafe (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Jelajah 03 Agu 2025, 08:37 WIB

Sejarah Tahu Sumedang, Warisan Cita Rasa Tionghoa hingga Era Cisumdawu

Tahu Sumedang lahir dari tangan imigran Tiongkok di awal 1900-an dan berkembang jadi kuliner khas yang melegenda hingga hari ini.
Tahu Sumedang, kuliner legendaris dari Jawa Barat. (Sumber: Peter | Foto: Flickr)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 19:02 WIB

Dari 1968 ke Hari Ini, Warisan Rasa di Sepiring Gado-gado Tengku Angkasa

Gado-gado Tengku Angkasa bertahan hingga kini, menyuguhkan sepiring kisah sejak 1968 yang tak pernah kehilangan makna.
Gado-gado Tengku Angkasa bertahan hingga kini, menyuguhkan sepiring kisah sejak 1968 yang tak pernah kehilangan makna.
Ayo Biz 02 Agu 2025, 17:09 WIB

Menenun Inspirasi dari Barang Bekas, Kisah Tuti Rachmah dan Roemah Tafira

Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi.
Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi. (Sumber: Roemah Tafira Handycraft)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 16:07 WIB

Antara Tren dan Nilai, Cara Anggia Handmade Merancang Busana yang Bermakna

Di tengah arus dinamis industri busana muslim, Anggiasari Mawardi hadir dengan pendekatan yang tak sekadar mengikuti tren.
Di tengah arus dinamis industri busana muslim, Anggiasari Mawardi hadir dengan pendekatan yang tak sekadar mengikuti tren. (Sumber: Anggia Handmade)