Garis Merah di Atas Kepala Kita

Yudaningsih
Ditulis oleh Yudaningsih diterbitkan Rabu 05 Nov 2025, 11:49 WIB
poster film S-Line (Sumber: Video.com)

poster film S-Line (Sumber: Video.com)

Beberapa pekan terakhir, linimasa media sosial seperti TikTok, X (Twitter), dan Instagram diramaikan oleh tren baru: “S-Line.” Di sana, banyak pengguna terutama remaja mengunggah foto dengan garis merah di atas kepala mereka. Tren ini terinspirasi dari drama Korea berjudul S-Line, yang diadaptasi dari Webtoon populer. Dalam drama tersebut, garis merah menjadi simbol jumlah pengalaman seksual seseorang.

Sekilas terlihat lucu, kreatif, bahkan estetik. Namun di balik efek visual itu, ada pertanyaan besar yang layak diajukan: mengapa hal yang seharusnya menjadi privasi kini justru dirayakan di ruang publik?

Tren ini bukan hanya soal hiburan; ia adalah cermin perubahan nilai yang sedang melanda dunia digital. Di satu sisi, masyarakat semakin terbuka dan ekspresif. Namun di sisi lain, batas antara kebebasan dan kehormatan mulai kabur.

Fenomena S-Line sebenarnya bermula dari dunia fiksi, sebuah narasi satir tentang bagaimana manusia modern hidup dalam dunia yang menelanjangi privasi. Namun ketika dunia maya menirunya secara harfiah, makna satir itu berubah menjadi realita yang ironis.

Menurut M. Febriyanto Firman Wijaya, dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, tren ini bukan sekadar hiburan kosong. “Konsep garis merah ini, meskipun fiktif, seolah memberi pembenaran bahwa aib seseorang bisa diumbar ke publik. Ini sangat berbahaya karena menormalisasi pelanggaran privasi dan membuka ruang bagi penghakiman sosial,” ujarnya (21/7/2025).

Pernyataan ini menegaskan bahwa viralitas sering kali tidak netral. Ia membawa nilai dan arah tertentu. Dalam hal ini, S-Line menandakan pergeseran budaya malu menjadi budaya pamer—di mana sensasi lebih menarik daripada introspeksi, dan klik lebih berharga daripada martabat.

Islam, dalam pandangan moralnya, menempatkan kehormatan dan rasa malu (haya’) sebagai mahkota iman. Rasulullah SAW bersabda:

“Malu adalah salah satu cabang dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Makna hadis ini bukan sekadar sopan santun sosial, melainkan kesadaran spiritual bahwa setiap nikmat termasuk tubuh dan privasi adalah amanah yang harus dijaga dari pandangan yang tidak pantas.

Dalam konteks S-Line, sekalipun efeknya hanya digital, substansinya tetap sama: menyebarkan sesuatu yang seharusnya ditutupi. Islam mengingatkan dalam QS. An-Nur [24]:19:

“Sesungguhnya orang-orang yang suka agar perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang-orang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.”

Ayat ini menjadi teguran keras bagi siapa pun yang menjadikan kemaksiatan atau aib sebagai bahan hiburan publik.

Mari jujur, kita hidup di zaman di mana “malu” dianggap kuno. Generasi digital tumbuh dalam ekosistem algoritma yang menilai manusia dari likes dan views. Privasi berubah menjadi konten, dan aib menjadi bahan bercanda.

Ibu dan anak yang cuma ikutan tren S-line tanpa tau artinya.
Ibu dan anak yang cuma ikutan tren S-line tanpa tau artinya.

Padahal, dalam etika Islam, menutup aib—baik diri sendiri maupun orang lain—adalah bentuk kasih sayang sosial. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim)

Sayangnya, di dunia digital hari ini, kita justru berlomba-lomba membuka penutup itu sendiri. Ironinya, kita menjadi “mujahirin modern”—orang yang terang-terangan memamerkan dosa—tanpa merasa bersalah, bahkan bangga karena viral.

Fenomena ini menunjukkan betapa budaya “fastabiqul viralat” (berlomba menjadi viral) telah menggantikan semangat fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan). Perubahan kecil dalam orientasi nilai ini berdampak besar: generasi muda lebih cepat memoles citra digitalnya ketimbang mengasah karakter spiritualnya.

Maka, ketika tren seperti S-Line muncul, masalahnya bukan sekadar soal moral individu, tapi krisis arah peradaban digital. Dunia maya kini menjadi arena pertarungan antara etika dan euforia, antara cahaya dan sensasi.

Kita tidak bisa menolak kenyataan bahwa dunia digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Namun, kemajuan teknologi tidak boleh membuat kita kehilangan kendali moral. Islam tidak anti hiburan, tetapi menegaskan batas: jangan sampai hiburan menghapus rasa hormat terhadap nilai kesucian diri.

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, orang yang membanggakan dosanya di depan umum termasuk dalam kategori mujahirin yang diancam tidak mendapat ampunan Allah. Pesan ini relevan untuk era media sosial—di mana dosa bisa di-“upload”, dan aib bisa dijadikan content challenge.

Alih-alih meniru tren yang merendahkan martabat, generasi muda justru perlu menumbuhkan tren yang menghidupkan nurani. Misalnya, konten edukatif tentang akhlak digital, kampanye menjaga privasi, atau ajakan berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).

Karena pada akhirnya, medsos hanyalah alat. Yang membuatnya mulia atau tercela adalah niat dan nilai di balik penggunaannya.

Baca Juga: Spirit Fastabiqul Khairat dan Teologi Al-Ma’un dalam Ikhtiar Memajukan Kesejahteraan Bangsa

Fenomena S-Line mungkin akan berlalu, seperti tren viral lainnya. Tapi persoalan yang ia cerminkan akan tetap relevan: ke mana arah moral generasi digital kita?

Garis merah dalam drama mungkin fiksi. Tapi ada garis lain yang lebih nyata: garis antara malu dan bangga, antara iman dan sensasi. Garis itu tidak tampak di atas kepala, tapi ada di dalam hati menjadi pembeda antara mereka yang menjaga marwah dan mereka yang kehilangan arah.

Mari kita jaga garis itu tetap terang. Sebab di tengah derasnya arus dunia digital, malu bukan tanda keterbelakangan, tapi benteng terakhir kemanusiaan.

“Jangan biarkan algoritma menuntun nurani kita. Sebab, imanlah yang seharusnya menjadi filter pertama sebelum jari menekan tombol upload.” (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Yudaningsih
Tentang Yudaningsih
Yudaningsih, akademisi Tel-U & aktivis keterbukaan informasi, Tenaga Ahli KI Jabar, eks Komisioner KPU Bandung & KI Jabar, kini S3 SAA UIN SGD.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 22 Des 2025, 20:00 WIB

Batu Kuda Manglayang, Ruang Tenang di Tengah Hutan Pinus

Wisata Alam Batu Kuda di kaki Gunung Manglayang menawarkan pengalaman sederhana, berdiam santai di hutan pinus, menikmati sunyi, dan menenangkan pikiran di depan monumen ikoniknya.
Situs Batu Kuda, saksi sunyi di hutan pinus Manglayang. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 22 Des 2025, 19:04 WIB

Alam sebagai Ruang Pemulihan

Stres di zaman sekarang memerlukan tempat untuk istirahat.
Alam sering menjadi tempat relaksasi. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Biz 22 Des 2025, 17:37 WIB

Ketika Banjir dan Longsor Menguji, Kepedulian Sosial dan Ekologis Menjadi Fondasi Pemulihan Sumatra

Banjir dan longsor yang melanda Aceh serta sejumlah wilayah di Sumatra pada Desember lalu menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Ilustrasi. Pemulihan Aceh dan Sumatra membutuhkan energi besar dan napas panjang. Bantuan logistik hanyalah langkah awal. (Sumber: EIGER Adventure)
Ayo Netizen 22 Des 2025, 17:19 WIB

Bebek Om Aris Dipati Ukur: Sajian Legendaris yang Terjangkau dan Nyaman di Kota Bandung

Bebek Om Aris Dipati Ukur Bandung menawarkan daging empuk, sambal variatif, harga terjangkau.
Menu Favorit yang ada di Bebek Om Aris. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 22 Des 2025, 17:09 WIB

Warga Puas dengan Transportasi Umum, tapi Terkendala Minimnya Halte dan Sistem Transit

Kepuasan warga terkait transportasi umum yang ada di Kota Bandung.
Warga sedang mengantri untuk masuk ke TransMetro Bandung di Halte Pelajar Pejuang 45 (3/12/2025). (Sumber: Fauzi Ananta)
Ayo Biz 22 Des 2025, 16:55 WIB

Solidaritas Kemanusiaan Menjadi Pilar Pemulihan Sumatera Pascabencana

Solidaritas publik menjadi denyut nadi dari gerakan ini. Donasi mengalir dari berbagai penjuru negeri, membuktikan bahwa rasa kepedulian masih kuat.
Solidaritas publik menjadi denyut nadi dari gerakan ini. Donasi mengalir dari berbagai penjuru negeri, membuktikan bahwa rasa kepedulian masih kuat. (Sumber: Dok Rumah Zakat)
Ayo Jelajah 22 Des 2025, 15:45 WIB

Sejarah Gereja Santo Petrus, Katedral Tertua di Bandung

Sejarah Gereja St Franciscus Regis hingga berdirinya Katedral Santo Petrus di jantung Bandung pada awal abad ke-20.
Gereja Katedral Santo Petrus Bandung (Sumber: KITLV)
Beranda 22 Des 2025, 15:33 WIB

ISMN Yogyakarta Tegaskan Literasi Digital sebagai Fondasi Informasi Publik di Era AI

ISMN Yogyakarta bahas kolaborasi, literasi digital, dan tantangan media sosial di era AI untuk wujudkan distribusi informasi berkualitas.
Indonesia Social Media Network (ISMN) Meetup Yogyakarta 2026 akan diselenggarakan pada Kamis, 15 Januari 2026.
Ayo Biz 22 Des 2025, 15:09 WIB

Transformasi Digital Jawa Barat Menjadi Peluang Strategis Operator Seluler di Periode Nataru

Menjelang periode Natal dan Tahun Baru (Nataru), pasar telekomunikasi Indonesia kembali menunjukkan potensi besar, terutama di Jawa Barat yang menjadi salah satu pusat mobilitas masyarakat.
Ilustrasi. Menjelang periode Natal dan Tahun Baru (Nataru), pasar telekomunikasi Indonesia kembali menunjukkan potensi besar, terutama di Jawa Barat yang menjadi salah satu pusat mobilitas masyarakat. (Sumber: Indosat)
Ayo Netizen 22 Des 2025, 12:35 WIB

Cerita Kota Singgah yang Dirindukan

Predikat "kota singgah" bisa diraih Bandung dengan menghubungkan potensi wilayah dan kota di sekitar Bandung.
Flagship outlet Bebek Kaleyo di Jalan Sumatera No. 5, Kota Bandung yang mempertemukan kuliner tradisional dengan estetika kekinian. (Sumber: dok. Bebek Kaleyo)
Beranda 22 Des 2025, 12:19 WIB

Peran Ibu di Era Screen Time: Tak Harus Jadi Ahli Teknologi, Cukup Mendampingi dengan Hati

Seorang ibu tidak harus menjadi ahli teknologi untuk bisa menjadi sosok yang menginspirasi bagi anak-anaknya. Justru kehadiran, pendampingan, dan kemauan belajar jauh lebih penting.
Dini Andriani, kedua dari kanan. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Beranda 22 Des 2025, 11:51 WIB

Redefinisi Peran Ibu Pekerja: Saat Karir dan Domestik Tak Lagi Menjadi Beban Ganda

Ia menegaskan bahwa kehidupan rumah tangga seharusnya dibangun di atas prinsip kebersamaan, bukan relasi timpang.
Pemimpin Redaksi Digital Mama.Id, Catur Ratna Wulandari. (Sumber: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 22 Des 2025, 11:05 WIB

Kisah ‘Lampu Merah Terlama di Indonesia’ di Kota Nomor 1 Termacet se-Nusantara

Lampu Merah Kiaracondong-Soekarno Hatta (Kircon) di Kota Bandung sudah lama ditetapkan sebagai stopan “Lampu Merah Terlama di Indonesia”.
Kemacetan di Lampu Merah Perempatan Kiaracondong, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Beranda 22 Des 2025, 10:57 WIB

Ibu Tunggal, Aktivis, dan Jalan Panjang Melawan Stigma

Salah satunya, fakta bahwa di tahun 2010-2013-an jurnalis perempuan masih minim jumlahnya dan statusnya sebagai “Janda” kemudian sering dipermasalahkan
Rinda Aunillah Sirait. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Nisrina Nuraini)
Ayo Netizen 22 Des 2025, 10:18 WIB

Mengeja Imajinasi Kota Hijau

Paris van Java (PVJ) dengan jargon Bandung Utama masih memiliki ruang strategis untuk memperkuat kebijakan dan inovasi menuju kota yang lebih hijau, inklusif, dan berkelanjutan.
Warga berada di Taman Foto, Kota Bandung, Senin 15 September 2025. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Beranda 22 Des 2025, 09:47 WIB

Menjadi Ibu dan Ayah Sekaligus, Perjalanan Seorang Single Parent Menjaga Masa Depan Anak

Menjalani dua peran sekaligus tentu bukan hal yang mudah. Namun, ia memilih bertahan dan berdamai dengan keadaan yang ada.
Tri Nur Aini Noviar. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ilham Maulana)
Ayo Netizen 22 Des 2025, 08:26 WIB

Curhat di Media Sosial, Masyarakat Bandung Keluhkan Kondisi Trotoar

Bandung terkenal sebagai kota estetik yang punya masalah dengan trotoar dan jembatan penyeberangan orang (JPO).
Kondisi trotoar Jln. Moch. Toha membutuhkan perbaikan oleh Pemerintah Kota Bandung, Sabtu (29//11/2025). (Foto: Risa)
Ayo Netizen 22 Des 2025, 07:20 WIB

Pelestari Adat Sunda: Berdedikasi pada Indahnya Pernikahan lewat Pakaian Adat Sunda

Tentang pakaian pernikahan adat Sunda dilihat dari perspektif make up artist dan distributor pakaiannya.
Pengantin wanita tampil anggun dalam balutan Paes Sunda Siger saat hari pernikahannya di Kebon Jeruk, Kec. Andir, Kota Bandung. (Sumber: Dok. Pribadi | Foto: Endang Rachmawati)
Beranda 21 Des 2025, 23:31 WIB

Bukan Sekadar Tren: Alasan Perempuan Gen Z Lebih Aktif di Second Account Instagram

Acara tersebut digelar untuk memperkenalkan ruang aman bagi para perempuan untuk saling berbagi cerita dan pengalaman yang disebut Kutub Sisters.
Meet Up Komunitas Kutub Sisters pada Minggu, (21/12), di Palary Coffee & Eatery. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Nisrina Nuraini)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 20:14 WIB

Seven October Coffee: Ruang Ngopi yang Menghidupkan Ingatan Palestina di Bandung

Seven October Coffee di Bandung menghadirkan konsep unik yang memadukan pengalaman ngopi dengan edukasi sejarah Palestina.
Tembok Sejarah Palestina dari Awal-Sekarang. (Sumber: Dokumen Pribadi | Foto: Amir Huwaidi)