Di era digital ini, sudah bukan lagi sebuah kejutan yang langka bagi masyarakat melihat bisnis-bisnis startup yang baru. Menurut Cindy Mutia Annur pada tahun 2024 dari penelitiannya mengenai jumlah bisnis startup di Indonesia menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat keenam dengan bisnis startup terbanyak di dunia dengan jumlah 2.562 bisnis.
Walaupun banyak sekali bisnis-bisnis startup yang fokus ke berbagai bidang ada satu hal yang menyamakan semua bisnis yaitu strategi-strategi pemasarannya. Strategi-strategi pemasaran yang dilakukan oleh para bisnis startup ini tentu tidak sama persis namun ada pola yang sama dari para strategi pemasaran yang dilakukan. Tetapi, masih ada banyak strategi-strategi pemasaran yang lain yang sangat unik dan sangat mengikuti perkembangan teknologi.
Strategi-strategi yang dimaksud ada banyak sekali, tapi saya hanya ingin membahas tiga contoh strategi yang saya anggap sangat menarik dan unik bahkan untuk di era digital ini yaitu yang pertama ada strategi pemasaran Guerilla dimana strategi pemasaran ini memiliki tujuan untuk menciptakan kejutan terhadap para konsumen dengan menggunakan dana yang rendah namun dampak yang besar seperti contohnya flashmob atau poster produk yang interaktif.
Strategi pemasaran kedua adalah strategi pemasaran Emotional Storytelling yang memiliki tujuan untuk membangun koneksi emosional dengan para konsumen seperti contohnya lewat Instagram Reels, TikTok ataupun Youtube Shorts dimana influencers-influencers menceritakan cerita emosional dibawah 60 detik.
Untuk strategi pemasaran yang ke terakhir adalah strategi pemasaran FOMO dimana strategi ini memanfaatkan rasa ketakutan ketinggalan dari para konsumen agar meningkatkan rasa untuk harus cepat-cepat dalam memutuskan sesuatu dari para konsumen untuk segera membeli produk yang bersangkutan.
Ketiga strategi pemasaran tersebut tentunya tidak begitu saja muncul secara tiba-tiba, Penelitian dari Xendit pada tahun 2023 tentang Guerilla Marketing menyatakan bahwa strategi pemasaran Guerilla pertama kali dicetuskan oleh Jay Conrad Levinson di dalam bukunya yang berjudul “Guerilla Advertising” di tahun 1984. Strategi pemasaran Guerilla itu terinspirasi dari taktik perang Gerilya yang merupakan sebuah taktik perang tanpa rencana yang pasti dimana apabila para musuh sedang terjaga, para tentara berpura-pura menjadi rakyat atau bersembunyi dan saat musuh lengah, baru para tentara menyerang.
Strategi pemasaran ini sangat bergantung pada daya kreativitas untuk menghasilkan sesuatu yang tidak biasa yang bisa mengejutkan konsumen, membuat kesan yang tidak terlupakan, dan menciptakan gebrakan sosial yang besar.
Menurut penelitian dari Angga Yudha Pratama dan Hendra Riofita pada tahun 2025 dari penelitian mereka mengenai pentingnya Storytelling dalam strategi Content Marketing menyatakan bahwa strategi pemasaran Emotional Storytelling bukan merupakan suatu strategi pemasaran yang baru, tetapi strategi pemasaran ini terus-menerus berubah seiring berkembangnya zaman dimana pada awalnya storytelling digunakan untuk membangun nama-nama brand namun semakin berkembang zaman, emotional storytelling pun digunakan untuk meningkatkan penjualan.
Dibandingkan dengan strategi pemasaran tradisional, strategi pemasaran Emotional Storytelling memiliki keunggulan dimana strategi pemasaran emotional storytelling mampu dalam membuat ikatan emosi dengan para konsumen. Strategi pemasaran emotional storytelling pada intinya memiliki pengaruh yang kuat pada keputusan pembelian konsumen.
Strategi pemasaran FOMO sendiri seperti namanya lahir dari rasa ketakutan ketinggalan atau Fear Of Missing Out, istilah FOMO sendiri pertama kali dicetuskan oleh Patrick J. McGinnis pada tahun 2004 di Harvard Business School (HBS). Strategi pemasaran ini memanfaatkan rasa ketakutan ketinggalan dari para konsumen supaya konsumen terdorong untuk segera membeli produk yang bersangkutan.
Strategi FOMO sendiri menggunakan berbagai cara seperti penawaran terbatas dan waktu yang terbatas. Menurut Strategy Online, FOMO sangat berkaitan dengan millennials. Data dari Mekari Jurnal (2023) menyebutkan sebanyak 60% millennials memutuskan untuk membeli, menggunakan, atau mengkonsumsi sesuatu karena mengalami FOMO. Eventbrite juga menyatakan bahwa 69% aktivitas remaja saat ini sangat dipengaruhi oleh FOMO.
Baca Juga: Gambar Karya para Toala di Leang Sumpangbita
Strategi Pemasaran Guerilla dan 5 tipe-tipe nya
Strategi pemasaran Guerilla yang fokus terhadap unsur kejutan atau interaksi-interaksi yang melibatkan para konsumen lewat cara-cara yang tidak biasa dimana seringkali seperti contohnya kejutan-kejutan tersebut dilakukan di fasilitas-fasilitas umum dimana banyak orang berkumpul seperti contohnya di jalan, taman umum, konser, festival, acara olahraga, pantai, ataupun pusat perbelanjaan.
Guerilla Marketing sendiri dapat menjadi solusi bagi bisnis-bisnis startup di era digital ini karena karena dengan menggunakan biaya yang tidak banyak atau bahkan dapat digolongkan sedikit atau terbatas, strategi pemasaran Guerilla dapat meningkatkan kesadaran orang-orang mengenai keberadaan suatu produk.
Penelitian Reinaldy Agung Pramudita pada tahun 2024 dari pembahasannya mengenai Pemasaran Guerilla saat kuliah tamu Pengalaman Bisnis Terpadu di Auditorium Nemangkawi SBM ITB menyebutkan bahwa strategi pemasaran Guerilla sendiri memiliki 5 jenis tipe yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk menjangkau target-target pasarnya yang terdiri dari viral marketing, stealth marketing, ambient marketing, ambush marketing, dan grassroots marketing. Viral Marketing sendiri memanfaatkan penyebaran informasi dari mulut ke mulut, entah itu hoax ataupun kenyataan, seperti contoh kasus dari viral marketing adalah gerai mixue yang disebut-sebut sebagai malaikat pencabut ruko kosong dikarenakan ruko-ruko kosong yang ada pasti langsung digunakan untuk membuka gerai-gerai mixue yang baru dan secara tanpa sadar, dengan orang-orang membicarakan hal tersebut juga memberikan dampak baik bagi gerai mixue dimana kesadaran masyarakat akan gerai mixue tentu meningkat (CNBC Indonesia, 2023).
Yang kedua adalah stealth marketing dimana perusahaan berusaha untuk mempromosikan produk mereka tanpa orang-orang sadari, contoh kasus yang viral dari stealth marketing adalah keberadaan jejak kaki kingkong di pantai Saint Monica, Amerika Serikat untuk mempromosikan film KingKong. Lalu, ada Ambient Marketing dimana perusahaan berusaha mempromosikan produk mereka namun tetap berbaur dengan lingkungan seperti contohnya menurut penelitian dari Kanavino Ahmad Rizqo pada tahun 2018 tentang tempat atau titik menunggu GRAB yang dibentuk mengikuti bentuk helm GRAB di Jakarta.
Berikutnya ada ambush marketing dimana sebuah perusahaan atau merek melibatkan produk mereka di sebuah acara besar tanpa menjadi sponsor resmi dari acara tersebut seperti contohnya menurut data dari Kumparan pada tahun 2023 mengenai contoh kasus ambush marketing menyebutkan bahwa ada kejadian pada saat Olimpiade tahun 1996 di Atlanta, dimana Michael Johnson menggunakan sepatu Nike dimana sebenarnya sponsor utama olimpiade tahun tersebut adalah Reebok. Untuk tipe strategi pemasaran Guerilla yang terakhir adalah Grassroots Marketing dimana perusahaan menerapkan promosi terhadap konsumen yang bersifat individu maupun kelompok kecil.
Baca Juga: PayLater, FOMO, dan Kita yang Takut Tak Terlihat
Strategi pemasaran Guerilla tentunya memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri, dengan menjalani strategi pemasaran Guerilla, perusahaan akan menggunakan dana yang dapat dibilang relatif rendah dan lebih efisien, lalu dengan menjalankan strategi pemasaran Guerilla juga dapat menantang karyawan-karyawan departemen pemasaran untuk lebih kreatif, dan dengan menjalankan strategi pemasaran Guerilla juga dapat menjangkau konsumen-konsumen dengan lebih luas.
Namun, dengan menjalankan strategi pemasaran Guerilla, promosi-promosi tersebut memiliki kemungkinan menjadi kurang terarah, lalu pesan dari promosi tersebut juga bisa jadi tidak tersampaikan secara konsisten atau bahkan tidak tersampaikan sama sekali, dan susah juga bagi perusahaan untuk mendapatkan data secara pasti.
Strategi Pemasaran Emotional Storytelling
Strategi pemasaran Emotional Storytelling efektif dalam membangun hubungan secara emosional dengan para konsumen, meningkatkan daya tarik produk, dan juga mampu dalam memperkuat branding produk tersebut. Dengan menggunakan strategi pemasaran Emotional Storytelling, informasi dari sebuah produk akan menjadi lebih mudah untuk diingat oleh para konsumen dan juga membuat para konsumen memiliki hubungan secara emosional maupun personal dengan produk tersebut.
Strategi pemasaran Emotional Storytelling bukanlah hanya sebuah sarana untuk bercerita atau curhat kepada para konsumen tetapi juga sebagai sarana untuk membangun hubungan yang kuat dengan para konsumen supaya para konsumen juga merasa terikat atau terhubung ke produk tersebut.

Menurut penelitian dari Muhammad Miqdad Robbani pada tahun 2024 dari artikelnya mengenai strategi pemasaran emotional storytelling menyatakan bahwa strategi pemasaran Emotional Storytelling memiliki 5 elemen-elemen penting yang perlu diperhatikan seperti orisinalitas dimana cerita yang diceritakan perlu original sehingga para konsumen merasa terhubung dan relevan dengan kehidupan para konsumen, keringkasan cerita juga diperlukan karena dengan cerita yang ringkas juga menjadi lebih mudah untuk menyampaikan informasi dan juga lebih mudah untuk diingat.
Sedangkan plot twist dan humor dalam sebuah cerita juga dibutuhkan untuk untuk menambah daya tarik dan kesan yang mendalam di dalam hati dan pikiran para konsumen. Sama dengan strategi-strategi pemasaran yang lain, tentunya strategi pemasaran Emotional Storytelling memiliki kekurangan juga seperti kesusahan dalam menghitung data ataupun ROI karena sulit untuk perusahaan mengukur secara terperinci dan detail, lalu bisa saja terjadi manipulasi emosi dimana konsumen bisa merasa dimanipulasi dan dimanfaatkan emosinya.
Strategi Pemasaran FOMO
Strategi pemasaran FOMO (Fear Of Missing Out) merupakan strategi pemasaran yang memanfaatkan rasa takut ketinggalan para konsumen dimana para konsumen jadi terdorong dalam segera membeli produk tersebut. Strategi pemasaran FOMO yang melakukan taktik-taktik seperti penawaran terbatas, stok yang terbatas, maupun waktu promosi yang singkat membuat para konsumen berpikir cepat apakah untuk membeli produk tersebut atau tidak.
Strategi pemasaran FOMO memanfaatkan prinsip-prinsip dasar psikologi konsumen yang terdiri dari kelangkaan dimana bila konsumen menganggap sesuatu produk langka, maka konsumen akan terdorong untuk segera memilikinya. Lalu, ada prinsip urgensi juga dimana dengan waktu yang terbatas, para konsumen akan terpaksa untuk bertindak cepat dan tidak lagi menunda-nunda keputusan. Untuk prinsip berikutnya adalah social proof dimana FOMO dapat terjadi apabila lingkungan di sekitar konsumen sudah memiliki produk tersebut dan sudah menggunakan produk tersebut dimana produk tersebut memenuhi ekspektasi mereka, dan yang terakhir adalah eksklusivitas dimana perusahaan menawarkan produk atau diskon yang eksklusif hanya untuk beberapa kelompok orang saja dimana tentunya dengan begitu, konsumen-konsumen akan merasa FOMO atau takut ketinggalan.
Sama dengan strategi pemasaran yang lain, menurut penelitian dari Mekari Jurnal (2023) menyatakan bahwa strategi pemasaran FOMO memiliki keuntungan dan kerugiannya yang sendiri. Dengan menerapkan strategi pemasaran FOMO, perusahaan akan mengalami peningkatan penjualan yang cepat karena strategi pemasaran ini menciptakan rasa urgensi dimana konsumen akan terdorong untuk segera membeli produk, lalu strategi pemasaran FOMO juga dapat meningkatkan engagement karena konsumen-konsumen pasti ingin mendiskusikan mengenai pengalaman mereka menggunakan produk tersebut, keuntungan strategi pemasaran FOMO yang ketiga adalah mengurangi ragu konsumen dimana dengan waktu yang terbatas, konsumen terdorong untuk cepat dalam mengambil keputusan, dan keuntungan yang terakhir adalah mendorong loyalitas konsumen dimana dengan perusahaan menawarkan penawaran-penawaran eksklusif terhadap konsumen yang sudah langganan, konsumen tersebut dapat merasa spesial dan eksklusif sehingga konsumen tersebut menjadi semakin setia terhadap perusahaan tersebut.
Sedangkan, untuk kerugian dari strategi pemasaran FOMO adalah jika strategi pemasaran FOMO ini sering digunakan maka konsumen bisa jadi kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan tersebut lalu bisa jadi juga apabila ekspektasi para konsumen tidak terpenuhi maka para konsumen yang merasa dirugikan itu dapat memberikan ulasan yang jelek terhadap produk maupun perusahaan tersebut, dan kerugian yang terakhir adalah strategi pemasaran ini bisa jadi meninggalkan rasa stress terhadap konsumen karena ada beberapa konsumen yang tidak mampu dalam memutuskan sesuatu di bawah tekanan.
Setelah membahas ketiga strategi pemasaran tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa ada strategi pemasaran yang unggul dan ada yang kurang unggul.
Bila kita teliti, kita dapat simpulkan bahwa strategi pemasaran emotional storytelling merupakan pilihan yang paling unggul secara jangka panjang karena dapat membangun koneksi emosional dan juga mempertahankan loyalitas para konsumen. Lalu strategi ini juga cocok untuk melakukan branding selama jangka panjang. Pun karena strategi pemasaran ini mendorong engagement yang tinggi dari para konsumen.
Baca Juga: Perang Melawan Narkoba: Refleksi 26 Juni
Kedua paling unggul adalah strategi pemasaran FOMO karena dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat meningkatkan demand terhadap produk tersebut secara cepat, strategi pemasaran FOMO juga cocok untuk penjualan-penjualan musiman, dan yang terakhir adalah strategi ini memanfaatkan psikologi sosial yang memaksa para konsumen untuk bertindak cepat.
Sedangkan yang paling kurang unggul adalah strategi pemasaran Guerilla dimana walaupun menggunakan dana paling sedikit, resiko nya tetaplah sangat tinggi dan ROI juga akan sulit untuk dihitung. Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa banyak sekali strategi-strategi pemasaran yang bisnis-bisnis startup dapat terapkan, namun harus tetap pilih-pilih sesuai dengan produk dan kampanye apa yang mau dijual. (*)