Setengah Abad Hidup di Atas Rel Mati: Warga Maleer Pasrah Jika Rumah Mereka Harus Digusur

Gilang Fathu Romadhan
Ditulis oleh Gilang Fathu Romadhan diterbitkan Jumat 02 Mei 2025, 09:00 WIB
Warga beraktifitas di rel kereta api rute Cikudapateuh-Ciwidey yang sudah tidak aktif, Jalan Ciparay, Kelurahan Kujangsari, Kec. Bandung Kidul, Kota Bandung, Senin 28 April 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Warga beraktifitas di rel kereta api rute Cikudapateuh-Ciwidey yang sudah tidak aktif, Jalan Ciparay, Kelurahan Kujangsari, Kec. Bandung Kidul, Kota Bandung, Senin 28 April 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Setengah abad lalu, rel kereta api jalur Bandung–Ciwidey berhenti beroperasi. Namun bagi sejumlah warga yang membangun rumah di atasnya, itu justru menjadi awal dari perubahan besar dalam gaya hidup mereka.

Di atas besi yang mulai ditelan karat dan di sekitarnya, berdiri rumah-rumah penuh cerita. Di dalam salah satunya, Enik Supriyati sedang berbincang dengan kerabatnya.

Keluarga Enik telah tinggal di kawasan tersebut sejak ia masih balita. Rumahnya berada di Kampung Maleer Utara, RT 6 RW 4, Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung.

Bangunan rumahnya sederhana: ada halaman, ruang tamu, dapur, kamar mandi, dan dua kamar tidur. Luasnya hanya sekitar tiga kali enam meter persegi. Tapi cukup untuk menampung tiga generasi keluarganya.

Perempuan berusia 63 tahun itu bercerita bahwa sang ayah dulu merupakan pekerja di Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA). Sekitar tahun 1960-an, ayahnya memutuskan tinggal di kawasan tersebut.

Lokasi rumahnya hanya berjarak sekitar tujuh meter dari sisi rel. Saat itu, kereta masih aktif berlalu-lalang di jalur Bandung–Ciwidey. Kereta yang lewat kebanyakan mengangkut hasil bumi seperti teh dan kopi, meski kadang juga membawa penumpang.

Enik Supriyati. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)

“Dulu kalau ayah lewat naik kereta saya suka dadah-dadah ke dia. Kalau hari Minggu saya suka diajak naik kereta,” kenang Enik sambil tersenyum.

Pada tahun 1960-an, Kampung Maleer Utara belum menjadi kawasan padat. Perkebunan, sawah, dan tanah kosong masih mendominasi pemandangan. Hanya ada beberapa rumah yang jaraknya berjauhan satu sama lain.

Enik bercerita, sebagian warga tidak langsung membangun rumah di kawasan gang tersebut. Awalnya mereka hanya mendirikan kandang ayam atau tempat menjemur pakaian. Seiring waktu, bangunan-bangunan itu disulap menjadi rumah permanen.

Lahan tempat rumah Enik berdiri dulunya merupakan tanah kosong milik DJKA. Sang ayah meminta izin kepada pemilik lahan untuk membangun rumah. Kini, rumah itu menjadi tempat tinggal Enik bersama dua anak dan empat cucunya.

Sebelumnya, rumah itu sempat ditempati adiknya yang juga bekerja di DJKA. Enik sempat pindah ke rumah mertuanya setelah menikah. Namun ketika hamil anak pertama, ia memutuskan kembali dan membeli rumah itu dari sang adik dengan harga sekitar Rp1–3 juta.

Sekitar tahun 2007, Enik sempat menangis histeris saat mendengar kabar akan ada pembongkaran rumah di sekitar rel. Ia panik, karena tak tahu harus tinggal di mana jika digusur.

“Saya nangis ke adik saya, kenapa dibongkar. Katanya jalur mau aktif lagi. Terus ada pengukuran juga, satu meternya kalau enggak salah Rp250 ribu,” tuturnya.

Untungnya, rencana itu tak pernah terealisasi. Rumahnya dan rumah-rumah warga lainnya masih berdiri hingga hari ini. Ia juga rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada pemerintah.

Enik menunjukkan enam lembar surat bukti pembayaran PBB kepada AyoBandung. Bukti pembayaran tertua berasal dari tahun 2022, dan yang terbaru dari tahun 2024.

Puluhan Rumah Tanpa Sertifikat

Belakangan, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyuarakan wacana reaktivasi jalur kereta Bandung–Ciwidey. Jika wacana ini direalisasikan, rumah Enik berpotensi digusur. Meski ada kekhawatiran, Enik mengaku pasrah.

Ia sadar, tanah tempat rumahnya berdiri bukan miliknya secara sah. Ia tidak memiliki sertifikat atau bukti hak kepemilikan.

Mendiang ayahnya juga pernah berpesan agar ia tidak keberatan jika sewaktu-waktu lahan itu diminta kembali oleh pemiliknya.

“Kalau saya mah legowo aja kalau mau ada reaktivasi. Soalnya ini bukan tanah kita, tanah DJKA,” katanya sambil memandang halaman depan rumah.

Meski begitu, Enik berharap ada ganti rugi dari pemerintah jika rumahnya dibongkar. Berapa pun jumlahnya, asal pantas dan layak, ia akan merelakannya.

Puluhan bangunan berdiri di atas rel kereta api rute Cikudapateuh-Ciwidey yang sudah tidak aktif. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Rel kereta di Gang Maleer Utara membentang sekitar 450 meter. Di beberapa titik, rel telah tertutup oleh bangunan—mulai dari rumah, gudang, kontrakan, hingga kandang ayam.

Gang hanya bisa dilalui dua sepeda motor secara bersamaan. Kawasan ini kini padat penduduk. Saat AyoBandung menyusuri lokasi, tampak anak-anak bermain, bapak-bapak nongkrong, dan ibu-ibu merumpi di warung sayur.

Kehidupan di sana mencerminkan dinamika khas kota besar. Pagi hari, orang dewasa bekerja, anak-anak bersekolah, dan ibu-ibu mengurus rumah. Bangunan di sana bervariasi—ada yang dari bata merah, bata ringan, hingga triplek.

Tak semua bangunan difungsikan sebagai rumah. Beberapa dimanfaatkan untuk usaha seperti warung dan depot air minum isi ulang. Kebutuhan pokok pun tersedia di dalam kawasan.

Di sisi barat gang, berdiri salah satu mal ternama di Kota Bandung. Suasana di dalam mal kontras dengan kehidupan warga di sekitarnya: pengunjung makan enak, sementara warga berjuang menyambung hidup.

Ketua RT 6, Sopian (42), menyebut ada 88 Kepala Keluarga (KK) tinggal di wilayah itu. Sebagian besar rumah dibangun sejak awal 2000-an, dengan konstruksi semi permanen. Namun tak satu pun warga memiliki sertifikat tanah.

“Warga nggak ada yang punya sertifikat,” ujarnya saat ditemui di lokasi.

Sebagian besar penghuni bekerja sebagai buruh pabrik, buruh toko, atau ojek online. Beberapa juga membuka usaha kecil di rumah.

Rel kereta api rute Cikudapateuh-Ciwidey yang sudah tidak aktif di Kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Saat ditanya tentang reaktivasi rel Bandung–Ciwidey, Sopian mengaku tak keberatan. Ia menyadari bahwa mereka menempati lahan yang bukan milik pribadi.

“Ya enggak apa-apa, saya setuju aja. Ini kan bukan lahan kita,” ujarnya.

Paini (60), warga lama lainnya, juga tumbuh besar di kawasan itu. Ia mengenang masa kecilnya saat rel masih aktif. Banyak anak-anak senang menyambut kereta yang lewat sambil melambai.

Dulu kawasan ini belum ramai. Lebih banyak tumbuhan liar dan sawah ketimbang rumah. Kini, sawah dan ladang berganti menjadi toko, rumah, bahkan mal.

“Sekarang mah anak-anak kalau mau main tempatnya sempit, enggak kayak dulu,” katanya.

Terkait reaktivasi rel, Paini hanya tersenyum kecil lalu berkata, “Enggak apa-apa, kan ini juga bukan tanah kita.”

Baik Sopian maupun Paini berharap, jika reaktivasi benar-benar terjadi, pemerintah memberikan ganti rugi yang layak.

Jalur rel Bandung–Ciwidey membentang dari pusat kota menuju lembah-lembah di selatan Bandung, berkelok melewati sawah dan hutan. Dibangun lebih dari seabad lalu, rel ini nyaris hilang di balik beton dan aspal.

Ironisnya, ketika proyek infrastruktur modern kini terkendala biaya dan birokrasi, rel tua peninggalan kolonial justru membuktikan bahwa ambisi besar pernah benar-benar diwujudkan.

Jalur ini dibangun oleh Staatsspoorwegen (SS) pada 1917, bukan untuk mobilitas warga, melainkan menunjang industri perkebunan yang saat itu menguasai Bandung Selatan.

Dari Stasiun Cikudapateuh, rel membentang melalui Buah Batu, Bojongsoang, Soreang, hingga Ciwidey. Biaya pembangunan segmen Bandung–Soreang mencapai 1,5 juta gulden, sementara Soreang–Ciwidey sekitar 1,7 juta gulden. Di Sadu, jembatan dibangun dari besi bekas Karawang—hemat biaya tapi tetap kokoh hingga kini.

Rencana reaktivasi jalur ini kembali dibahas. Rel itu bukan hanya warisan logistik dan penumpang, melainkan jejak ekonomi kolonial. Rel dibangun untuk mempercepat distribusi hasil bumi: teh, kina, kopi, dan kayu rasamala dari lahan milik pengusaha Eropa seperti Kerkhoven dan Bosscha.

Di Banjaran saja, tercatat ada 27 persil perkebunan seluas 5.904 bau—setara 4.130 hektare. Di Majalaya dan Cisondari, lahan perkebunan membentang luas.

Rel Jadi Gang

Kini semua itu tinggal cerita. Rel tua yang dulunya urat nadi perdagangan kini terkubur oleh beton dan waktu. Namun ingatan tentang kejayaannya masih hidup di benak warga seperti Nono Gunawan, warga RT 6 RW 2 Jalan Ciparay, Kelurahan Kujangsari, Kecamatan Bandung Kidul.

Saat SMP, Nono sering naik kereta tanpa tiket hanya untuk iseng.

“Iseng aja, naik dari Cibangkong atau Buahbatu sampai sini (Kujangsari) atau ke kabupaten,” katanya sambil menghembuskan asap rokok.

Ia menjelaskan, jalan gang di Jalan Ciparay dibangun tepat di atas rel. Paving block ditata di atas rel, sehingga besi masih tampak menyembul.

Rel kereta api rute Cikudapateuh-Ciwidey yang sudah tidak aktif di Jalan Ciparay, Kelurahan Kujangsari, Kec. Bandung Kidul, Kota Bandung, jadi gang. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Dulu, kawasan sekitar rel dipenuhi sawah dan hanya segelintir rumah. Saat rel berhenti beroperasi, rumah mulai bermunculan. Termasuk rumah Nono yang dibangun sejak 1970-an.

“Jarak rumah ke rel cuma satu meter. Kalau masih aktif, mungkin rumah ini udah kesenggol kereta,” ujarnya.

Sejak awal 2000-an, kawasan ini makin padat. Rumah dibangun dari bata atau triplek. Usaha kecil pun menjamur.

“Nggak ada sertifikat resmi. Kan ini bukan tanah kita,” katanya di halaman rumah yang nyaris menempel pada rel.

Warga lain, Dakri (64), juga menyimpan nostalgia. Ia masih ingat suara peluit kereta dan getaran tanah setiap pagi.

“Dulu suka lihat petani bawa panen dari sawah. Sekarang, sawah sudah jadi rumah semua,” ujarnya pelan.

Meski kawasan berkembang, jejak rel tak hilang. Besi rel yang menyembul jadi saksi bisu sejarah. Beberapa warga bahkan menjadikannya pembatas halaman atau tempat menjemur pakaian.

Nono dan Dakri telah mendengar wacana reaktivasi. Keduanya mengaku tak keberatan.

Rencana ini memunculkan pro dan kontra. Sebagian warga berharap reaktivasi menggairahkan ekonomi lokal, sebagian lain khawatir kehilangan rumah yang telah mereka tempati puluhan tahun.

“Kalau jadi reaktivasi, entah rumah saya masih berdiri atau enggak,” ujar Nono sambil tersenyum.

“Saya mah legowo aja,” sambungnya.

Hingga kini, belum ada kepastian dari pemerintah terkait kelanjutan proyek. Tapi bagi warga seperti Enik, Sopian, Paini, Nono, dan Dakri, rel tua itu bukan sekadar lintasan kereta. Ia adalah bagian dari perjalanan hidup yang tak tergantikan. (*)

Jika Anda memiliki informasi lainnya terkait rumah atau bangunan yang akan digusur akibat reaktivasi jalur rel kereta Bandung-Ciwidey sampaikan kepada kami melalui [email protected]

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 17 Sep 2025, 06:09 WIB

Apakah Mentalitas 'Modal Janji' Berakar dari Masyarakat ?

Janji manis yang sering kali tidak ditepati membuat seseorang bisa kehilangan mempercayai semua pihak.
Janji manis seseorang yang tidak ditepati sungguh mencederai kepercayaan orang lain. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 18:51 WIB

Bandung Bukan Milik Segelintir: BBFT dan Perjuangan Ruang yang Setara

Mereka ingin masyarakat melihat langsung bahwa difabel bukan kelompok yang terpisah. Mereka ada, dan mereka ingin dilibatkan.
BBFT ingin masyarakat melihat langsung bahwa difabel bukan kelompok yang terpisah. Mereka ada, dan mereka ingin dilibatkan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 18:31 WIB

Huruf Kapital Tak Boleh Diabaikan, tapi Kapan Jangan Digunakan?

Tanpa huruf kapital, tulisan formal menjadi hamparan kata yang tak punya penekanan, kehilangan nuansa dan martabat.
Tanpa huruf kapital, tulisan formal menjadi hamparan kata yang tak punya penekanan, kehilangan nuansa dan martabat. (Sumber: Pexels/Brett Jordan)
Ayo Jelajah 16 Sep 2025, 17:33 WIB

Sejarah Gempa Besar Cianjur 1879 yang Guncang Kota Kolonial

Catatan sejarah Belanda ungkap 1.621 rumah hancur, dari penjara hingga gudang garam, akibat guncangan berhari-hari.
Dokumentasi kerusakan gempa Cianjur 1879. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 16:48 WIB

Reggae Menggema dari Lereng Bandung, Jejak The Paps dan Generasi Musik Bebas

Dari gang-gang kecil tempat anak muda berkumpul, hingga panggung-panggung komunitas yang tak pernah sepi, Bandung jadi rumah bagi banyak eksperimen musikal yang berani.
The Paps, band reggae asal Bandung yang tak hanya memainkan musik, tapi juga merayakan kebebasan dalam berkarya. (Sumber: dok. The Paps)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 16:10 WIB

Upaya Menyukseskan Program Revitalisasi Sekolah

Revitalisasi sekolah merupakan program pemerintah saat ini yang layak untuk diapresiasi.
Revitalisasi sekolah merupakan program pemerintah saat ini yang layak untuk diapresiasi. (Sumber: Unsplash/Husniati Salma)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 15:37 WIB

Menyulam Asa di Dapur UMKM: Tiga Kisah Perjuangan, Inovasi, dan Harapan

Tiga sosok tangguh dari Bandung ini membuktikan bisnis kecil bisa punya dampak besar asal dijalani dengan tekad, inovasi, dan dukungan publik yang berkelanjutan.
Produk brownies bites yang gluten free, dairy free, dan low sugar dari Battenberg3. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 15:00 WIB

Kasian, Kota Bandung Tak Punya Gedung Festival Film

Ya, Bandung kota seni yang tak Nyeni. Seperti gadis cantik yang belum mandi.
Kota Bandung tak punya Gedung Festival Film. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)
Ayo Jelajah 16 Sep 2025, 14:15 WIB

Sejarah DAMRI, Bus Jagoan Warga Bandung

Sejak 1960-an, DAMRI mewarnai jalanan Bandung. Dari trial and error, berkembang jadi transportasi publik penting, kini hadir dengan armada bus listrik.
Bus DAMRI jadul di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 12:14 WIB

Mouthwash, Bukan Hanya Sekedar Obat Kumur yang Bikin Napas Segar

Mouthwash atau obat kumur adalah cairan khusus yang digunakan sebagai pelengkap perawatan mulut dan gigi. Fungsinya tidak hanya untuk menyegarkan napas, tetapi juga membantu mengurangi jumlah bakteri
Mouthwash Listerin. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 10:21 WIB

Elastico 7, Cerita Dua Sahabat Membangun Brand Olahraga hingga Go Internasional

Industri fesyen olahraga di Indonesia terus berkembang, dan salah satu merek lokal yang berhasil menorehkan prestasi hingga kancah internasional adalah Elastico 7. Brand asal Bandung ini lahir satu de
Produk Jersey Elastico 7 (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 08:52 WIB

Toko Roti Legendaris di Bandung, Berdiri Sejak 1954

Toko Roti Sidodadi, Legenda Kuliner Bandung yang Tetap Bertahan Sejak 1954Bandung dikenal memiliki deretan kuliner legendaris, salah satunya Toko Roti Sidodadi yang sudah berdiri sejak 1954. Meski usi
Aneka Jenis Roti di Toko Roti Sidodadi. (Foto: GMAPS)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 08:29 WIB

Menikmati Perkedel Ibu Kokom 3 dan Syahdu Alam Cimenyan

Menikmati perkedel ibu kokom sambil melihat dago dari atas menjadi pengalaman baru yang luar biasa.
Warung Prekedel Ibu Kokom 3 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 15 Sep 2025, 20:00 WIB

Berkenalan Lagi dengan Ayobandung.id, Perjalanan Bulan Keempat AYO NETIZEN

Ayobandung.id ini telah berkembang menjadi rumah bagi 610 anggota saluran WhatsApp (baik penulis ataupun pembaca setia).
Ayobandung.id ini telah berkembang menjadi rumah bagi 610 anggota saluran WhatsApp (baik penulis ataupun pembaca setia). (Sumber: Unsplash/Workperch)
Ayo Biz 15 Sep 2025, 18:01 WIB

Inovasi Kebab Manis dan Strategi Bertahan di Tengah Dinamika Kuliner Bandung

Persaingan yang ketat, perubahan selera yang cepat, dan tuntutan konsumen akan pengalaman makan yang unik membuat pelaku usaha harus terus berinovasi.
Kebab bisa tampil elegan dan tetap relevan di tengah tren kuliner kekinian. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 15 Sep 2025, 17:05 WIB

Kecelakaan Bus di Wado Sumedang 2021, Tragedi Study Tour yang Renggut 29 Korban

Suasana riuh study tour berubah jadi duka saat bus rombongan SMP IT terjun ke jurang Wado, Sumedang, 2021. Tragedi maut ini merenggut 29 korban jiwa.
Bus study tour yang terguling dalam kecelakaan di Wado, Sumedang, tahun 2021. (Sumber: Polri)
Ayo Biz 15 Sep 2025, 17:02 WIB

Creavill Menyalakan Lentera Pemberdayaan dari Rumah Baca ke Bisnis Berkelanjutan

Creavill bukan sekadar sebagai komunitas relawan melainkan katalis perubahan sosial yang mengakar dari literasi dan semangat kewirausahaan.
Creavill bukan sekadar sebagai komunitas relawan melainkan katalis perubahan sosial yang mengakar dari literasi dan semangat kewirausahaan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 15 Sep 2025, 15:39 WIB

Semangat April Merintis Kafe Klasik Modern di Tengah Ramainya Bisnis Kuliner Bandung

April memilih jalur kuliner sebagai bentuk eksplorasi diri dan kontribusi terhadap identitas kota Bandung sebagai kota kuliner.
Di tengah menjamurnya bisnis kuliner, satu nama datang dengan semangat dan konsep yang unik yakni Non Kitchen & Coffee. (Sumber: dok. Non Kitchen & Coffee)
Ayo Netizen 15 Sep 2025, 14:19 WIB

Kita dan Bandung: Kebuntuan Kota yang Katanya Maju

Kesan berada dan beradab, ilusi gaya hidup, dan beban modernitas yang kita ikut pelihara di Bandung.
Sejumlah pengunjung bermain di Taman Alun-Alun Bandung, Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Sabtu 5 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 15 Sep 2025, 13:03 WIB

Krisis Kepercayaan Publik terhadap Aksi 'Minta Tolong' di Bandung

Maraknya orang asing yang meminta bantuan di jalan tapi ternyata hanya modus membuat sebagai masyarakat hilang kepercayaan.
Sering kali muncul krisis kepercayaan kepada orang yang meminta bantuan secara tiba-tiba di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)