Selebritisasi Politik dan Kebudayaan di Bandung

Abah Omtris
Ditulis oleh Abah Omtris diterbitkan Rabu 10 Sep 2025, 16:02 WIB
Bandung sering dipromosikan sebagai kota kreatif dan kota budaya, namun di balik slogan itu, kebijakan kebudayaan justru terseret logika selebritisasi. (Sumber: Unsplash/Firall Ar Dunda)

Bandung sering dipromosikan sebagai kota kreatif dan kota budaya, namun di balik slogan itu, kebijakan kebudayaan justru terseret logika selebritisasi. (Sumber: Unsplash/Firall Ar Dunda)

Bandung sering dipromosikan sebagai kota kreatif dan kota budaya, namun di balik slogan itu, kebijakan kebudayaan justru terseret logika selebritisasi. Popularitas dan kedekatan politik lebih menentukan siapa yang mendapat ruang, sementara amanat undang-undang tentang gedung pusat seni dan budaya terus diabaikan. Akibatnya, kebudayaan hanya tampil sebagai jargon, bukan sebagai ekosistem yang hidup dan berdaya sebagai pembangun peradaban. 

***

Bandung kerap dielu-elukan sebagai kota kreatif, kota budaya, bahkan laboratorium gagasan yang melahirkan berbagai gelombang seni, intelektual, dan perlawanan sosial. Dari musik, teater, seni rupa, hingga sastra, kota ini memiliki sejarah panjang yang memperlihatkan dinamika kebudayaan yang hidup dan tak pernah sepi.

Namun, di balik citra tersebut, muncul pertanyaan mendasar: apakah pembangunan kebudayaan di Bandung sungguh-sungguh dijalankan dengan serius, atau sekadar dikemas dalam logika popularitas dan panggung pencitraan?

Pertanyaan ini semakin relevan ketika kita melihat figur Wali Kota Bandung yang berasal dari kalangan selebritas. Posisi politik yang berangkat dari dunia hiburan membawa serta logika selebritisasi ke dalam ruang kebijakan.

Akibatnya, pembangunan kebudayaan sering kali ditakar berdasarkan standar popularitas, kedekatan politik, dan lingkaran orang dekat. Dalam praktiknya, yang muncul bukanlah kebijakan kebudayaan yang menyentuh akar, melainkan serangkaian acara seremonial yang lebih menekankan pada tampilan luar ketimbang substansi.

Logika Selebritas dalam Kebijakan Kebudayaan

Tugu Gitar di Taman Musik Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Tugu Gitar di Taman Musik Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung)

Dalam bidang musik, misalnya, pemerintah kota lebih sering memberi panggung kepada kelompok yang memiliki kedekatan personal atau afiliasi politik dengan lingkar kekuasaan. Standar utama yang berlaku bukanlah kualitas artistik atau kontribusi pada ekosistem seni, melainkan seberapa “terlihat” dan “terkenal” sosok tersebut.

Pola semacam ini menciptakan kesan seolah pembangunan kebudayaan telah dilakukan, padahal yang hadir hanyalah pengulangan logika industri hiburan: yang populer diberi ruang, sementara yang lain didorong ke pinggiran.

Di sinilah letak persoalan serius. Kebudayaan bukanlah panggung selebritas yang hanya bisa diisi oleh mereka yang punya akses dan jaringan politik. Kebudayaan adalah denyut hidup masyarakat, hasil dari kerja panjang para seniman, penulis, musisi, budayawan, dan komunitas yang sering kali justru bekerja dalam sunyi, jauh dari sorotan.

Menggeser pembangunan kebudayaan ke logika selebritisasi berarti menyingkirkan banyak potensi yang sebetulnya sedang tumbuh.

Lebih jauh lagi, kita sebetulnya memiliki dasar hukum yang jelas. Undang-undang mengamanatkan bahwa pemerintah kota wajib menyediakan gedung pusat kegiatan seni dan budaya. Ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan sebuah kewajiban nyata untuk memastikan masyarakat memiliki ruang berproses, berinteraksi, dan menumbuhkan kreativitas.

Namun, hingga kini, kewajiban tersebut tampak diabaikan. Alih-alih menyediakan ruang yang memadai, pemerintah kota lebih sibuk dengan agenda jangka pendek yang berorientasi pada pencitraan. Ruang seni publik yang seharusnya menjadi pusat kegiatan lintas disiplin justru jarang dibicarakan, apalagi diwujudkan.

Akibatnya, ekosistem seni di Bandung sering kali bergantung pada inisiatif komunitas kecil yang harus berjuang sendiri—dengan segala keterbatasan fasilitas, dana, maupun dukungan regulasi.

Masalah lain yang tak kalah penting adalah soal persepsi. Dalam praktik kebijakan, kata “budaya” sering direduksi hanya pada seni tradisi. Tentu, seni tradisi adalah bagian penting dari identitas, dan sudah semestinya mendapatkan dukungan. Namun, membatasi budaya hanya pada dimensi tradisi berarti mengabaikan dinamika kebudayaan yang hidup hari ini.

Seni kontemporer—musik, teater, seni rupa modern, film independen, hingga sastra—adalah bagian tak terpisahkan dari pembentukan kesadaran budaya masyarakat. Karya-karya kontemporer sering kali lebih dekat dengan problem sosial-politik yang dihadapi masyarakat sehari-hari. Ia menjadi cermin zaman, medium kritik, sekaligus ruang refleksi. Mengabaikan seni kontemporer sama artinya dengan memutus dialog masyarakat dengan realitasnya sendiri.

Peran Komunitas Alternatif

Daya tarik Bandung sebagai kota pendidikan sekaligus ekosistem pendidikan, terletak pada reputasi perguruan tinggi ternama. (Sumber: Pexels/Muhamad Firdaus)
Daya tarik Bandung sebagai kota pendidikan sekaligus ekosistem pendidikan, terletak pada reputasi perguruan tinggi ternama. (Sumber: Pexels/Muhamad Firdaus)

Meski pemerintah kota abai, bukan berarti denyut kebudayaan Bandung padam. Justru sebaliknya, banyak komunitas alternatif yang terus bergerak. Dari pasar buku murah, ruang diskusi sastra, hingga kolektif musik independen, mereka hadir dengan daya tahan yang mengagumkan. Komunitas-komunitas inilah yang menjaga api kebudayaan tetap menyala, meski tanpa fasilitas memadai dari negara.

Keberadaan mereka membuktikan bahwa kebudayaan tumbuh dari bawah, dari ruang-ruang kecil yang penuh dedikasi. Namun, ketahanan komunitas ini tidak bisa terus-menerus dijadikan alasan untuk membiarkan pemerintah abai. Sebab, jika dibiarkan berlarut, jurang ketimpangan akan semakin lebar: di satu sisi ada selebritisasi yang mendapat panggung, di sisi lain komunitas independen yang terus berjuang di pinggiran.

Jika Bandung ingin sungguh-sungguh menjadi kota budaya, pemerintah kota harus berani melampaui logika selebritisasi. Ada beberapa langkah mendasar yang seharusnya segera dilakukan:

Membangun Gedung Pusat Kegiatan Seni dan Budaya sebagaimana amanat undang-undang. Ruang ini harus inklusif, terbuka bagi semua disiplin seni, dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu.

Mengubah cara pandang kebudayaan dari yang sempit (hanya seni tradisi) menjadi luas dan kontekstual, mencakup seni kontemporer dan sastra sebagai bagian integral.

Memberikan dukungan nyata bagi komunitas alternatif, bukan sekadar bantuan seremonial, tetapi akses reguler terhadap ruang, dana, dan jaringan kerja sama.

Menghentikan politik panggung selebritas, menggantinya dengan kebijakan berbasis kebutuhan ekosistem seni yang beragam.

Kebudayaan bukanlah sekadar acara hiburan di panggung besar, bukan pula seremoni yang penuh kamera. Kebudayaan adalah proses panjang yang lahir dari interaksi, refleksi, dan penciptaan. Bandung memiliki sejarah dan modal sosial yang kaya untuk benar-benar menjadi kota budaya, tetapi semua itu akan sia-sia jika pemerintah kota terus terjebak dalam logika selebritisasi.

Sudah saatnya kebijakan kebudayaan di Bandung diarahkan kembali ke jalur yang seharusnya: berpihak pada keragaman, menyediakan ruang bagi semua, dan memberi dukungan nyata pada para pelaku seni yang bekerja dengan kesetiaan. Tanpa langkah itu, slogan “Bandung Kota Budaya” hanya akan menjadi jargon kosong—hiasan retorika yang menutupi krisis sesungguhnya. (*) 

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Abah Omtris
Tentang Abah Omtris
Musisi balada juga aktif di berbagai komunitas lainnya
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Bandung, ABCD

Ayo Netizen 09 Sep 2025, 08:33 WIB
Bandung, ABCD

Linguistik dan Kesusastraan

Ayo Netizen 09 Sep 2025, 16:01 WIB
Linguistik dan Kesusastraan

News Update

Beranda 15 Des 2025, 21:18 WIB

Tanda Kerusakan Alam di Kabupaten Bandung Semakin Kritis, Bencana Alam Meluas

Seperti halnya banjir bandang di Sumatera, kondisi alam di wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius.
Warga di lokasi bencana sedang membantu mencari korban tertimbun longsor di Arjasari, Kabupaten Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 20:05 WIB

Tahun 2000-an, Palasari Destinasi 'Kencan Intelektual' Mahasiswa Bandung

Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung.
 Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Farisi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 19:25 WIB

Benang Kusut Kota Bandung: Penataan Kabel Tak Bisa Lagi Ditunda

Kabel semrawut di berbagai sudut Kota Bandung merusak estetika kota dan membahayakan warga.
Kabel-kabel yang menggantung tak beraturan di Jl. Katapang, Lengkong, Kota Bandung, pada Rabu (03/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Masayu K.)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 18:08 WIB

Menghangat di Hujan Bandung dengan Semangkuk Mie Telur Mandi dari Telur Dadar JUARA

“Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial.
 “Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:14 WIB

Mengukus Harapan Senja di Jatinangor

Ketika roti kukus di sore hari menjadi kawan sepulang kuliah.
Roti-roti yang dikukus kembali sebelum diberi topping. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:04 WIB

Selamat Datang di Kota Bandung! Jalan Kaki Bisa Lebih Cepat daripada Naik Kendaraan Pribadi

Bandung, yang pernah menjadi primadona wisata, kini menduduki peringkat sebagai kota termacet di Indonesia.
Deretan kendaraan terjebak dalam kemacetan pasca-hujan di Kota Bandung, (03/12/2025). (Foto: Zaidan Muafa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:52 WIB

Cerita Kuliner Nasi Tempong dan Jalanan Lengkong yang tak Pernah Sepi

Salah satu kisahnya datang dari Nasi Tempong Rama Shinta, yang dahulu merasakan jualan di gerobak hingga kini punya kedai yang selalu ramai pembeli.
Jalan Lengkong kecil selalu punya cara menyajikan malam dengan rasa di Kota Bandung, (05/11/2025). (Foto: Zaki Al Ghifari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:09 WIB

Lampu Lalu Lintas Bermasalah, Ancaman Kecelakaan yang Perlu Ditangani Cepat

Lampu lalu lintas di perempatan Batununggal dilaporkan menampilkan hijau dari dua arah sekaligus yang memicu kebingungan dan potensi kecelakaan.
Kondisi lalu lintas yang berantakan di perempatan Batununggal, Kota Bandung (4/12/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Amelia Ulya)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:56 WIB

Terjangkau namun Belum Efisien, Trans Metro Pasundan di Mata Mahasiswa

Mahasiswa di Bandung memilih bus kota sebagai transportasi utama, namun masih menghadapi kendala pada rute, jadwal, dan aplikasi.
Suasana di dalam bus Trans Metro Pasundan di sore hari pada hari Selasa (2/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dheana Husnaini)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:16 WIB

Bandung di Tengah Ledakan Turisme: Makin Cantik atau Cuma Viral?

Artikel ini menyoroti fenomena turisme Bandung yang makin viral namun sekaligus makin membebani kota dan lingkungannya.
Sekarang Bandung seperti berubah jadi studio konten raksasa. Hampir setiap minggu muncul cafe baru dan semuanya berlomba-lomba tampil seestetik mungkin agar viral di TikTok. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:36 WIB

Jalan Baru Literasi dan Numerasi di Indonesia: Berkaca pada Pendidikan Finlandia

Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia berdasarkan data PISA dan faktor penyebabnya.
Butuh kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak dalam rangka mewujudkan pendidikan terbaik bagi anak-anak negeri ini. (Sumber: Pexels/Agung Pandit Wiguna)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:28 WIB

Tahu Bakso di Pasar Sinpasa Summarecon Bandung: Lezatnya Paduan Tradisi dan Urban Vibes

Di sekitar Pasar Modern Sinpasa Summarecon Bandung, salah satu tenant mampu menarik perhatian siapa saja yang lewat: tahu bakso enak.
Tahu Bakso Enak. (Sumber: dokumentasi penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 12:06 WIB

Polemik Penerapan Restorative Justice di Indonesia sebagai Upaya Penyelesaian Perkara

Polemik restorative justice dibahas dengan menggunakan metode analisis normatif, namun pada bagian penjelasan contoh digunakan juga analisis sosiologis.
Ilustrasi hukum. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:19 WIB

Babakan Siliwangi Perlu Cahaya: Jalur Populer, Penerangan Minim

Hampir setiap malam di wilayah Babakan Siliwangi penerangan yang minim masih menjadi persoalan rutin.
Suasana Babakan Siliwangi saat malam hari (4/12/2025) dengan jalanan gelap, mural warna-warni, dan arus kendaraan yang tak pernah sepi. (Sumber: Bunga Citra Kemalasari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:00 WIB

Kunci 'Strong Governance' Bandung

Strong governance adalah salah satu kebutuhan nyata Bandung kiwari.
Suasana permukiman padat penduduk di pinggir Sungai Cikapundung, Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 08:31 WIB

Benarkah Budidaya Maggot dalam Program 'Buruan Sae' Jadi Solusi Efektif Sampah Kota Bandung?

Integrasi budidaya maggot dalam Program Buruan Sae menjadi penegasan bahwa pengelolaan sampah dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan masyarakat.
Budidaya maggot di RW 9 Lebakgede menjadi upaya warga mengolah sampah organik agar bermanfaat bagi lingkungan sekitar. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Beranda 15 Des 2025, 07:48 WIB

Pembangunan untuk Siapa? Kisah Perempuan di Tengah Perebutan Ruang Hidup

Buku ini merekam cerita perjuangan perempuan di enam wilayah Indonesia, yakni Sumatera, Sulawesi, NTT, NTB, serta dua titik di Kalimantan, yang menghadapi konflik lahan dengan negara dan korporasi.
Diskusi Buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” yang digelar di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Minggu (14/12/2025).
Beranda 15 Des 2025, 07:32 WIB

Diskusi Publik di Dago Elos Angkat Isu Sengketa Lahan dan Hak Warga

Dari kegelisahan itu, ruang diskusi dibuka sebagai upaya merawat solidaritas dan memperjuangkan hak atas tanah.
Aliansi Bandung Melawan menggelar Diskusi Publik bertema “Jaga Lahan Lawan Tiran” pada 12 Desember 2025 di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Biz 15 Des 2025, 07:16 WIB

Berawal dari Kegelisahan, Kini Menjadi Bisnis Keberlanjutan: Perjalanan Siska Nirmala Pemilik Toko Nol Sampah Zero Waste

Toko Nol Sampah menjual kebutuhan harian rumah tangga secara curah. Produk yang ia jual sudah lebih dari 100 jenis.
Owner Toko Nol Sampah, Siska Nirmala. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 14 Des 2025, 20:09 WIB

Good Government dan Clean Government Bukan Sekadar Narasi bagi Pemkot Bandung

Pentingnya mengembalikan citra pemerintah daerah dengan sistem yang terencana melalui Good Government dan Clean Government.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan,