Menyoal 'Sora' Sunda di Tengah Sorak Wisatawan

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Kamis 20 Nov 2025, 16:30 WIB
Mengenalkan budaya dan nilai kesundaan bisa dilakukan lewat atraksi kaulinan barudak. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)

Mengenalkan budaya dan nilai kesundaan bisa dilakukan lewat atraksi kaulinan barudak. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)

Di kota yang riuh oleh festival, konser, dan event-event besar lainnya, seperti Bandung, suara-suara kecil sering susah terdengar. Bukan karena mereka tak bersuara, tapi karena sorak wisatawan kadang menenggelamkan yang halus, termasuk sora Sunda yang lembut.

Seniman lokal, yang mewakili sora Sunda, sejatinya  bukan sekadar penghibur. Mereka penjaga memori kolektif, penyambung kisah, pengrajin kata, dan pelestari ritual. Ketika panggung menuntut yang spektakuler, pekerjaan seniman menjadi dua, yaitu tampil dan bertahan.

Budayawan Sunda memegang peran yang serupa. Mereka bukan hanya sebagai kurator, tetapi juga mediator antara tradisi dan modernitas. Mereka sering berada di persimpangan, lantaran harus  menerjemahkan makna lama agar tetap relevan tanpa kehilangan esensi.

Komunitas lokal, dari sanggar tari sampai kelompok pemuda karawitan, adalah ruang hidup bahasa dan nilai Sunda. Di sanalah ragam tutur, lelucon kampung, dan etika bertetangga dipelihara. Tapi, ruang itu rapuh bila ekonomi kota terus menekannya.

Menawarkan insentif

Tak bisa kita mungkiri, industri pariwisata menawarkan insentif yang tampak nyata berupa honor pentas, kesempatan tampil, dan visibilitas. Namun, seringkali insentif itu membawa implikasi -- kultur harus dikemas supaya ā€œenakā€ dikonsumsi pengunjung.

Pengemasan budaya untuk turis toh bukan selalu buruk. Ia membuka jalan bagi pendanaan dan publisitas. Persoalan muncul ketika pengemasan mengubah makna. Contohnya, sebuah tarian menjadi rutinitas foto, cerita leluhur menjadi narasi singkat tanpa konteks.

Di sinilah dilema etis muncul: antara survival ekonomi dan integritas budaya. Seniman perlu makan. Mereka juga ingin menjaga nilai. Pilihan yang dihadapi seringkali pragmatis, bukan ideologis.

Seniman lokal tak jarang menjadi pekerja multi-peran. Mereka penampil, pengajar, dan wiraswasta. Mereka membuka kelas, menjual karya, dan kadang menerima proyek yang menuntut mereka ā€œmempermudahā€ tradisi agar mudah dipasarkan.

Namun, ada juga jalur positif berupa kolaborasi kreatif yang menghormati konteks. Misalnya, festival yang melibatkan seniman sejak tahap kurasi, memberi honor yang layak, dan mengakomodasi narasi panjang tentang makna budaya.

Hal lain adalah kepemilikan narasi. Ketika komunitas diberi ruang menentukan bagaimana mereka dipresentasikan, kemungkinan distorsi berkurang. Sayangnya, tak semua panitia event membuka ruang itu.

Di pihak lain, media pariwisata sering mencari cerita yang cepat dan padat. Judul menarik, gambar mencolok, lalu cepat berlalu. Sedangkan budaya lokal sering membutuhkan waktu untuk dicerna -- cerita yang panjang, bahasa yang berlapis, dan makna tersirat.

Maka, pendidikan budaya jadi aspek penting. Sekolah dan sanggar harus diberdayakan supaya bahasa Sunda tak hanya menjadi materi tontonan, tetapi bagian dari kurikulum hidup -- cara bicara, cara bersikap, cara berinteraksi.

Namun, sekolah formal pun terkadang tertekan oleh kurikulum nasional dan tuntutan global. Di sinilah peran komunitas ekstrakurikuler dan inisiatif lokal menjadi penyangga penting.

Doa orang Sunda hadir sederhana di keseharian, jadi pengikat relasi dan tanda solidaritas rakyat. (Sumber: Pexels/Andreas Suwardy)
Doa orang Sunda hadir sederhana di keseharian, jadi pengikat relasi dan tanda solidaritas rakyat. (Sumber: Pexels/Andreas Suwardy)

Para budayawan Sunda perlu peran ganda, yakni peneliti yang mengarsipkan dan fasilitator yang menerjemahkan. Arsip tanpa publik tidak hidup, pertunjukan tanpa konteks gampang hampa.

Ekonomi kreatif bisa menjadi sekutu. Jika model bisnis dirancang agar memberi keuntungan jangka panjang bagi komunitas -- bukan sekadar satu kali bayar -- maka pelestarian punya basis finansial.

Model profit-sharing, residensi seniman, dan ruang produksi bersama dapat mengurangi eksploitasi. Ketika seniman memiliki aset intelektual dan ruang ekonomi, mereka tidak terpaksa ā€œmenjualā€ budaya mereka secara murah.

Ada pula peranan penting pemerintah daerah. Kebijakan publik yang menghargai karya lokal -- dengan subsidi, fasilitasi izin, dan promosi yang berimbang -- diharapkan mampu menciptakan ekosistem yang sehat.

Tersebab itu, pendekatan kebijakan harus sensitif. Jangan hanya mengangkat budaya Sunda untuk menghibur turis semata, tapi juga membiayai pendokumentasian, pelatihan, dan program regenerasi bagi penerus.

Regenerasi sendiri adalah soal waktu. Anak-anak harus melihat contoh hidup. Misalnya, tetangga yang tetap memainkan kecapi, paman yang mengajarkan pantun, atau guru yang memakai bahasa Sunda sebagai medium diskusi.

Festival besar boleh menarik pengunjung, tetapi bila ruang kecil -- perpustakaan lokal, sangar seni Sunda, majelis taklim -- menghilang, bahasa Sunda dan nilai-nilai kesundaan akan kehilangan medan praktik alami.

Kita sering terpesona dengan headline besar. Namun, perubahan paling menentukan terjadi di keseharian. Sora Sunda hidup di sapaan pagi, di ucapan terima kasih, di ungkapan kecewa yang halus. Itu yang membentuk karakter budaya Sunda secara nyata.

Peluang dan risiko

Kiwari, komunitas digital membuka peluang dan juga risiko. Media sosial mempermudah dokumentasi dan jaringan, tapi juga memicu komodifikasi cepat. Video viral tentang tarian tradisi bisa mendongkrak popularitas, sekaligus mengaburkan konteksnya.

Di platform digital, komunitas bisa mengontrol narasi lebih baik: membuat kanal sendiri, menerbitkan penjelasan panjang, dan mengajak dialog. Itu cara modern menjaga otoritas budaya Sunda.

Peran akademisi tidak kalah penting. Penelitian yang membumi --kolaboratif, partisipatif, dan berbagi hasil dengan komunitas -- membantu membuat kebijakan berbasis bukti serta menguatkan argumen perlunya dukungan jangka panjang.

Seringkali, dukungan itu bukan hanya berupa uang, tetapi penghargaan simbolik berupa pengakuan resmi atas peran kelompok, akses ruang tampil reguler, dan jaminan bahwa warisan mereka dihormati dalam promosi kota.

Solidaritas antar-komunitas kreatif juga berguna. Seniman musik, teater, pematung, dan tukang tenun bisa saling menguatkan dalam hal berbagi ruang, pertukaran audiens, dan kolaborasi lintas disiplin.

Yang perlu dihindari adalah nostalgia pasif, merindukan masa lalu tanpa rencana. Pelestarian harus aktif dengan jalan mencipta konteks baru agar budaya Sunda tetap relevan sekarang. Misalnya, dengan kolaborasi kontemporer yang tetap menghormati akar budaya Sunda.

Akhirnya, sora Sunda tidak harus berteriak paling keras untuk tetap hidup dan bertahan. Ia cukup dimulai dari kebiasaan kecil. Orang tua yang berbicara kepada anak dalam bahasa Sunda, pengelola event yang membaca naskah penuh konteks, dan penonton yang mau mendengar lebih dari sekadar tontonan.

Di tengah sorak wisatawan, sora itu tetap ada jika kita memberinya medan. Dan Menjaga sora itu bukan hanya soal pelestarian, melainkan soal memilih kota seperti apa yang kita inginkan, yakni kota yang kaya pengunjung, atau kota yang kaya suara-suara yang membentuknya dari hari ke hari. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ā€˜Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:07 WIB

Curug Pelangi Punya Keindahan Ikonik seperti di Luar Negeri

Wisata alam Bandung memiliki banyak keunikan, Curug Pelangi punya ikon baru dengan pemandangan pelangi alami.
Pelangi asli terlihat jelas di wisata air terjun Curug Pelangi, Kabupaten Bandung Barat (2/11/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tazkiya Hasna Putri S)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:55 WIB

Wayang Golek Sindu Parwata Gaungkan Pelestarian Budaya Sunda di Manjahlega

Pagelaran Wayang Golek Sindu Parwata di Manjahlega gaungkan pelestarian budaya Sunda dan dorong generasi muda untuk mencintai budaya lokal sunda.
Suasana pagelaran Wayang Golek di Kelurahan Manjahlega, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Jumat (5/9/2025), di halaman Karang Taruna Caturdasa RW 14. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Ayu Amanda Gabriela)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:30 WIB

Menyoal 'Sora' Sunda di Tengah Sorak Wisatawan

Sora Sunda tidak harus berteriak paling keras untuk tetap hidup dan bertahan. Ia cukup dimulai dari kebiasaan kecil.
Mengenalkan budaya dan nilai kesundaan bisa dilakukan lewat atraksi kaulinan barudak. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:10 WIB

Kenaikan Gaji ASN, antara Harapan Dompet dan Reformasi Birokrasi

Kenaikan gaji ASN bukan sekadar soal dompet, tapi ujian sejauh mana birokrasi mampu menukar kesejahteraan menjadi kinerja.
Ilustrasi PNS di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:00 WIB

Damri dan Wisata Oase Kaum Marjinal di Dalamnya

DAMRI menjadi salah satu transportasi yang menjadi pilihan bagi masyarakat khususnya di Kota Bandung.
Ilustrasi yang menggambarkan suasana dalam bus DAMRI (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 15:52 WIB

Dari Nongkrong di Warung Jadi Komunitas Vespa Solid di Kota Bandung

Komunitas WK Scoot lahir dari tongkrongan anak SMP pada 2021 dan kini berisi 25 anggota.
WK Scoot Bandung terlihat berjejer rapi di Jalan Taman Citarum saat melakukan Sunday Morning Ride, Jumat (27/10/2024). (Sumber: Instagram | Foto: Arlo Aulia)
Ayo Jelajah 20 Nov 2025, 15:52 WIB

Sejarah Priangan Sebelum Kompeni Datang, Hidup Bersahaja di Tengah Hutan dan Sawah

Kisah Priangan sebelum Kompeni, era ketika huma, hutan, dan kepala daerah menentukan ritme hidup masyarakat pegunungan.
Lukisan pemandangan Priangan Abdullah Suriosubroto. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 15:16 WIB

Mahasiswa UIN Bandung Wajib Coba! Matcha and Me, Surga Matcha yang Bikin Nagih di Bandung Timur

Salah satu nama yang mencuri perhatian belakangan ini adalah Matcha and Me.
Authentic Matcha Latte. (Foto: Nadia Ardiyanti)