Laki-Laki, Pancingan, dan Stigma Pengangguran

Yayang Nanda Budiman
Ditulis oleh Yayang Nanda Budiman diterbitkan Rabu 04 Jun 2025, 17:20 WIB
Ilustrasi memancing. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Ilustrasi memancing. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Pemancing tidak akan pernah maju!” Begitu ucapan tendensius sebagian pihak yang kerap menempelkan stereotip buruk terhadap mereka yang hobi mengamati setiap gerak kumbul di hadapannya. Pemancing pasti menjawab: “Kalau maju, ya jatuh, basah!” Terdengar sebatas lelucon, tapi penuh pendalaman.

Jika kamu berada di skena pemancing, mungkin kamu merasakan betapa menyebalkan stigma ini melekat terhadap diri mereka. Oleh karena itu, masalah ini sangat krusial untuk dibahas, terlebih pasca komposisi kabinet baru selesai dibentuk. 

Pertama, kita harus mengiyakan bahwa memancing memang nampak terlihat santai. Siapa yang tak ingin duduk bersila di tepi empang, diterpa angin sepoi-sepoi, sambil menunggu ikan mencicipi racikan umpan yang kita buat? 

Bayangan visual ini dapat membuat siapa pun berketus dengan tatapan sinis, “Enak banget ya, seharian cuma duduk-duduk doang. Nggak ada kerjaan.” Padahal, memancing bukan sekadar duduk manis dan menunggu umpan disambar. Ada banyak hal yang tak bisa didapatkan di bangku perkuliahan. 

Pengetahuan di Balik Lengkungan Joran

Ilustrasi alat pancing (Sumber: Pixabay.com | Foto: Sonel)
Ilustrasi alat pancing (Sumber: Pixabay.com | Foto: Sonel)

Ketika seseorang memutuskan untuk menggemari hobi memancing, mereka pada dasarnya akan terjun ke dunia yang kaya akan ilmu dan keterampilan. Tak banyak orang tahu, pemancing yang baik tahu segudang teknik, mulai dari cara mengolah umpan dengan formula dan takaran yang pas layaknya chef restoran bintang lima sampai mafhum membaca arus dan suasana sungai.

Mereka harus mengenali jenis ikan, kapan waktu ikan lapar, kondisi iklim dan letak lokasi strategis untuk melempar joran. Semua itu butuh waktu, usaha dan bukan perkara yang instan. Jadi, pantaskah cap pemalas itu masih melekat kepada mereka?

Selain itu, para pemancing juga mempunyai batas kesabaran yang jauh lebih luas. Terkadang, pemancing bisa melahap waktu berjam-jam menunggu satu ikan menyambar umpan. Dari sana mereka belajar bahwa semua ini bukan soal siapa cepat mendapatkan hasil, melainkan bagaimana kita dapat menikmati setiap proses yang panjang dengan menyenangkan. Secara tak langsung mereka mengaplikasikan prinsip slow living: menikmati setiap momen yang terlewati dengan tenang dan tak perlu terburu-buru. 

Tak lupa, ada aspek sosiologis dari para pemancing yang tak dapat dihindarkan. Tak sedikit orang memancing bersama kawan atau keluarga. Memancing adalah momen yang cukup intim untuk berkumpul, berbagi cerita sembari mengepal-ngepal umpan, tertawa bersama hingga joran dilempar kembali.

Jadi, siapa bilang itu tidak produktif? Interaksi persahabatan dan hubungan yang terjalin dalam momen ini bisa jadi jauh lebih berharga daripada hasil ikan yang didapatkan. Boleh jadi, memancing adalah jembatan pereda kecanggungan. 

Kini, mari kita saksikan bagaimana stigma ini kerap mencuat. Di masyarakat, tak sedikit yang menilai puncak kesuksesan berdasarkan preferensi jenis pekerjaan dan kalkulasi penghasilan.  Jika kamu terlihat “hanya” memancing, orang cenderung menganggap kamu tak mempunyai visi hidup.

Padahal, hobi merupakan elemen penting dari keseimbangan hidup. Sebagai manusia yang selalu mencoba tetap “waras” di tengah dunia yang serba cepat, kita perlu waktu untuk bersantai dan membebaskan diri sejenak dari rutinitas sehari-sehari yang melelahkan. 

Ironisnya, banyak pemancing yang sukses dalam karir mereka, tetapi hobi ini masih dipandang sebelah mata. Mereka mungkin berprofesi sebagai pengusaha, insinyur atau bahkan politisi, tetapi saat akhir pekan tiba, mereka memilih untuk melempar kail dan menikmati setiap tarikan joran yang disambar ikan. Apakah ini berarti mereka malas? Tentu saja tidak! Justru, hobi semacam ini membantu mereka me-re-charge energi dan kreativitas yang sebelumnya telah terkuras oleh padatnya rutinitas. 

Mengepalkan Umpan, Merawat Kesehatan Mental

Ilustrasi umpan ikan (Sumber: Pixabay.com | Foto: Robin_S)
Ilustrasi umpan ikan (Sumber: Pixabay.com | Foto: Robin_S)

Dan jangan lupa, ada isu kesehatan mental yang tak boleh dilupakan. Memancing bisa menjadi terapi.  Di tengah dinamika dan tekanan kehidupan, melepaskan stres dengan pergi memancing di alam bisa sangat menenangkan.

Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Universitas Anglia Ruskin di Cambridge, Inggris, serta Universitas Ulster dan Universitas Queen di Belfast, Irlandia Utara menunjukkan bahwa orang yang gemar memancing mempunyai kesehatan mental yang lebih baik. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa memancing dapat mengurangi resiko depresi, kecemasan, pikiran untuk mengakhiri hidup dan beragam masalah kesehatan mental lainnya. 

Menyatu dengan alam, mendengarkan gemuruh arus sungai yang menenangkan, menghirup hembusan udara segar dan angin yang menerpa syahdu ke setiap helai rambut kepala, kicauan burung dan suara hewan penghuni ekosistem sekitar memberikan ketenangan yang tak bisa kita dapatkan di beranda digital. Ini adalah cara untuk untuk menjaga keseimbangan emosional dan mental. 

Memancing dan Membongkar Narasi “Produktivitas”

Para nelayan sedang memancing (Sumber: Pixabay.com | Foto: Mduman1997)
Para nelayan sedang memancing (Sumber: Pixabay.com | Foto: Mduman1997)

Lantas, bagaimana dengan anggapan bahwa memancing itu kegiatan yang tak produktif? Mari kita resapi kembali. Memancing bisa menjadi media dan kesempatan untuk belajar. Bagi mereka yang memancing dengan orientasi hasil, ini bisa menjadi ladang cuan yang menguntungkan.

Selain itu, ada banyak orang yang menjadikan hobi ini sebagai bagian dari praktik bisnis, seperti membuka warung makan atau menjual peralatan memancing. Jadi jangan salah sangka, hobi ini bisa sangat menguntungkan!

Maka dari itu, kita harus belajar bagaimana menghargai setiap pilihan yang dibuat seseorang. Barangkali, di balik umpan dan kail, terdapat segudang kisah menarik dan pengalaman hidup berharga yang mereka dapatkan.

Kita tak pernah tahu seberisik apa isi kepala mereka di balik ketenangan yang ditampilkan. Kita tidak pernah tahu dialog seperti apa yang sedang mereka perbincangkan dalam perasaan. Memancing adalah cara bagaimana kita meracik ketenangan dalam mengambil keputusan dan menjernihkan keruhnya pikiran. 

Di akhir hari, mari kita berupaya untuk lebih demokratis dan tak perlu tergesa-gesa dalam memvonis seseorang hanya dari hobi mereka. Memancing bukan simbol dari kemalasan, melainkan sebuah seni yang memerlukan konsistensi, kesabaran dan pengetahuan. Setiap individu manusia mempunyai metode sendiri untuk menemukan kebahagiaan, dan tidak ada yang salah dengan itu, selagi tak merugikan orang lain. 

Pancingan dan Penghormatan

Meski bukan pelaku atau praktisi menyelami langsung, saya tetap menolak dengan tegas segala bentuk stigma yang kerap disematkan sebagai simbol kemalasan. Sekali lagi, di balik kegiatan yang nir-ambisi itu, terdapat esensi yang mendalam yang seringkali luput dari kacamata khalayak: soal ketekunan, kesabaran, konsentrasi dan cara manusia mencoba berdamai dengan bagaimana cara alam bekerja untuk dirinya.

Dua orang laki-laki terlihat sedang memancing di laut menjelang sore (Sumber: Pixabay.com | Foto: Angelo_Giordano)
Dua orang laki-laki terlihat sedang memancing di laut menjelang sore (Sumber: Pixabay.com | Foto: Angelo_Giordano)

Oleh karenanya, memacing bukan cuma soal kail dan racikan umpan, melainkan medium kontemplatif yang memungkinkan individu belajar menerima segala alur proses tanpa tergesa dan semata-mata berorientasi pada hasil.

Stigma yang melekat pada laki-laki yang menggemari pancingan sesungguhnya cerminan dari ketidakmampuan kita dalam menyaksikan “produktivitas” dari kacamata yang teramat sempit. Padahal, tidak sedikit metode manusia untuk terlihat “produktif” baik secara emosional, sosial, ekonomi, bahkan spritual.

Dengan demikian, sangat tidak relevan jika narasi negatif dan stereotif itu masih melekat kepada mereka yang mempunyai kegemaran  yang berbeda. Bagaimanapun, hobi, apapun jenis dan tujuannya, tak layak divonis dengan prasangka. Dengan saling memahami membuat kita mengerti, bahwa cara manusia menemukan titik kebahagiaannya ternyata berbeda-beda.

Yayang Nanda Budiman
Praktisi hukum di Jakarta, menyukai perjalanan, menulis apapun, sisanya mendengarkan Rolling Stones

News Update

Ayo Jelajah 06 Jun 2025, 13:58 WIB

Geger Bandung 1934, Pembunuhan Berdarah di Rumah Asep Berlian

Pembunuhan keji terhadap lima orang di rumah Asep Berlian gegerkan Bandung pada 1934. Motifnya: cinta, cemburu, atau harta?
Mintarsih, Komariah, dan Maliah merupakan tiga dari lima korban dalam tragedi pembunuhan brutal di kediaman Asep Berlian. (Sumber: Sin Po, 9 Februari 1935)
Ayo Netizen 06 Jun 2025, 11:32 WIB

Hidup dalam Gelembung Digital

Filter Bubble membuat kita melihat dunia hanya dari sudut yang kita sukai saja.
Filter Bubble membuat kita melihat dunia hanya dari sudut yang kita sukai saja. (Sumber: cottonbro studio)
Ayo Netizen 06 Jun 2025, 05:38 WIB

Hari Raya Idul Adha Bertepatan Hari Jumat, Tetap Wajibkah Shalat Jumat?

Perkara ini adalah masalah fikhiyah.
Bagaimana bila Idul Adha jatuh tepat pada hari Jum’at? (Sumber: Pexels/Pir Sümeyra)
Ayo Biz 05 Jun 2025, 16:03 WIB

Ember Sampah yang Mengubah Nasib: Kisah Ema Suranta dan Bank Sampah Bukit Berlian

Bukit Berlian mungkin terdengar mewah, tapi aktivitas komunitas ini jauh dari kesan glamor. Anggotanya, yang mayoritas kaum ibu, berurusan dengan sesuatu yang sering dianggap menjijikkan.
Ema Suranta, pendiri komunitas Bukit Berlian (Sumber: PT Permodalan Nasional Madani (PNM))
Ayo Biz 05 Jun 2025, 16:02 WIB

Nyi Empol, Manisan Terung Ungu Warisan Ibu Pilihan Oleh-oleh Garut

Lewat Nyi Empol, Lina Marliana pertahankan manisan terong khas Garut dengan inovasi agar tak kalah saing di pasar oleh-oleh.
Manisan terung ungu Nyi Empol. (Sumber: Instagram @warung_bulienz)
Ayo Netizen 05 Jun 2025, 12:39 WIB

6 Tulisan Orisinal Terbaik Mei 2025, Total Hadiah Rp1,5 Juta untuk Netizen Aktif Berkontribusi

Pengumuman 6 tulisan orisinal terbaik dari netizen yang aktif berkontribusi pada periode Mei 2025.
Dalam tujuan mengapreasiasi kamu yang gemar menulis dengan etika orisinalitas, Ayobandung.id pun memberi total hadiah Rp1,5 juta setiap bulannya. (Sumber: Pexels/Lisa)
Beranda 05 Jun 2025, 10:39 WIB

Polemik Tablet Rp850 Juta untuk DPRD Bandung Barat di Tengah Seruan Efisiensi

DPRD Bandung Barat anggarkan Rp850 juta untuk tablet anggota dewan, ironi di tengah seruan efisiensi dari Presiden.
Ilustrasi tablet. (Sumber: Pexels | Foto: Matheus Bertelli)
Ayo Netizen 05 Jun 2025, 08:42 WIB

Negeri atau Swasta? Potret Ketimpangan Akses dan Kualitas Pendidikan

Benarkah semua sekolah negeri seperti tidak lebih baik dari swasta?
Ilustrasi murid sekolah negeri. (Sumber: Pexels/Yazid N)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 20:22 WIB

Membaca sambil Menikmati Makanan Khas Toko Buku Pelagia

Toko Buku Pelagia merupakan toko yang mengusung konsep kafe dan perpustakaan secara langsung.
Menu makanan Toko Pelagia, Kamis, 29 Mei 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 04 Jun 2025, 17:39 WIB

Dari Hobi ke Kesuksesan: Ria Nirwana dan Perjalanan Kreatifnya

Ria Nirwana memulai langkahnya tanpa pernah menyangka bahwa hobi kecilnya akan membawanya ke industri kreatif yang berkembang hingga ke luar negeri.
Ria Nirwana memulai langkahnya tanpa pernah menyangka bahwa hobi kecilnya akan membawanya ke industri kreatif yang berkembang hingga ke luar negeri. (Sumber: Instagram @rnirwana)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 17:20 WIB

Laki-Laki, Pancingan, dan Stigma Pengangguran

Jika kamu berada di skena pemancing, mungkin kamu merasakan betapa menyebalkan stigma pengangguran melekat terhadap diri mereka.
Ilustrasi memancing. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 04 Jun 2025, 16:03 WIB

Dari Piyama Rumahan ke Panggung Gaya: Kisah Sukses Ckl Looks dan Revolusi Fesyen Santai

Ckl Looks merek lokal yang membawa piyama dari kamar tidur ke panggung gaya, lahir di tengah pasar yang melihat piyama sebagai pakaian semata untuk bersantai di rumah.
Ckl Looks merek lokal yang membawa piyama dari kamar tidur ke panggung gaya. (Sumber: Ckl Looks)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 14:12 WIB

Tips Meningkatkan Kepercayaan Diri Saat Public Speaking

Artikel ini membahas 6 tips praktis mengatasi rasa gugup sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri saat public speaking.
ada lelucon yang menyebut public speaking menduduki tingkat pertama hal yang paling ditakuti oleh orang-orang bahkan melebihi ketakutan akan kematian. (Sumber: Pexels/Rica Naypa)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 11:12 WIB

Ibadah Haji, Momentum Tunduk dan Berserah Diri

Sejatinya Ibadah haji merupakan momentum yang sangat tepat untuk belajar.
Ilustrasi ibadah haji. (Sumber: Pexels/Mido Makasardi)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 09:07 WIB

Ibadah Kurban, antara Kesungguhan dan Batas Kemampuan

Menyambut Idul Adha dengan cinta dan pengorbanan. Sebuah ibadah kurban.
Sapi dan kambing yang akan dikurbankan (Sumber: ayobandung.id)
Ayo Netizen 03 Jun 2025, 19:20 WIB

Mirip Bentuk Tanda Baca Apostrof dan Petik Tunggal, Gunanya Ternyata Beda

Bicara tentang apostrof dan petik tunggal kali ini. Tanda baca yang mirip bentuknya, tapi beda fungsinya.
Meski bentuknya serupa, apostrof dan petik tunggal beda fungsinya. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 03 Jun 2025, 17:00 WIB

Delchi Patisserie: Ketika Sebuah Keresahan Berbuah Manis di Kota Kembang

Delchi Patisserie lebih dari sekadar patisserie, tempat ini adalah jawaban atas keresahan seorang perempuan bernama Pramesti Istiandari atau Ichi.
Mille Crepe sebagai primadona dari toko kue Delchi Patisserie. (Sumber: Instagram @delchi.id)
Ayo Netizen 03 Jun 2025, 15:33 WIB

Pembangunan untuk Siapa? Antara Kota Maju dan Desa yang Tertinggal

Pembangunan di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang berat sebelah dengan lebih banyak menyasar wilayah perkotaan dan melupakan desa.
Di balik gemerlap pembangunan kota, ada permasalahan serius yang tidak boleh diabaikan. (Sumber: Pexels/Tom Fisk)
Ayo Biz 03 Jun 2025, 12:23 WIB

Perjuangan Rara Mengangkat Kecantikan Lokal, Filosofi di Balik Amora Beauty Cosmetic

Di balik kemilau industri kecantikan, ada kisah perempuan yang berani melangkah, mendobrak batasan, dan menghadirkan sesuatu yang lebih dari sekadar kosmetik.
Produk Lipcream Jawa Series dari brand lokal Amora Beauty Cosmetic. (Sumber: Instagram @amora.beautycosmetic)
Ayo Netizen 03 Jun 2025, 11:27 WIB

Kehidupan Remaja yang Terluka, Review Film Cry Me A Sad River

Film China “Cry Me A Sad River” diadaptasi dari novel “Bei Shang Ni Liu Cheng He” karya Guo Jingming.
Film China yang berjudul Cry Me A Sad River. (Sumber: Youtube/Cry Me A Sad River)