AYOBANDUNG.ID -- Di rumah keluarga Angga Nugraha Iswan, sushi bukan sekadar hidangan asing dari negeri seberang. Sejak kecil, Angga mengenalnya sebagai makanan favorit di setiap momen kebersamaan.
Gulungan nasi berbalut nori yang dinikmati bersama ayah, ibu, dan saudara-saudaranya pelan-pelan menanamkan kecintaan pada kuliner Jepang yang kelak menjelma menjadi jalan hidupnya.
"Sushi itu sebetulnya makanan kegemaran keluarga besar saya," ujar Angga saat ditemui Ayobandung.
Dari situ keinginan Angga muncul untuk menghadirkan pengalaman serupa ke orang lain, tapi dengan rasa yang dekat dengan rumah.
Keinginan itu tak hanya berakhir sebagai cita-cita masa kecil. Pada Juni 2019, Angga merealisasikannya dalam bentuk Sushinomori, sebuah restoran sushi yang tak hanya menjual rasa, tapi juga cerita dan suasana. Terletak di Jalan Martadinata, Kota Bandung, restoran ini menyuguhkan pengalaman menyantap sushi dalam suasana layaknya hutan bambu.
"Nama 'Sushinomori' artinya Hutan Sushi. Konsep restorannya dibuat melingkar, tanpa tangga, dengan dedaunan menjuntai seperti masuk ke dunia baru," jelas Angga.
Berbekal kecintaan pada sushi dan naluri bisnis yang tajam, Angga menyadari satu hal yakni untuk bertahan di pasar kuliner Bandung yang kompetitif, perlu ada sentuhan lokal yang membedakan.
Maka lahirlah gagasan Sundanese Sushi, gulungan sushi yang memadukan teknik Jepang dengan bahan-bahan khas Tanah Sunda.

"Sundanese sushi ini bentuk layaknya sushi tapi komposisinya makanan Sunda. Kayak genjer oncom, kangkung crispy, karedok leunca, dan bacem crispy tapi tetap pakai nori dan disajikan seperti sushi biasa," katanya.
Empat menu khas yaitu genjer oncom sushi roll, kangkung crispy sushi roll, pesta karedok leunca sushi roll, dan bacem crispy sushi roll menjadi bukti nyata bahwa warisan rasa lokal bisa dibungkus dengan estetika global.
"Sebelumnya menu Sundanese ini kita uji rasa dan responsnya positif," tambahnya.
Tak hanya memikat dari sisi rasa, menu ini juga dirancang agar tetap ramah di kantong. Dengan harga mulai Rp20.000 hingga Rp35.000, Angga ingin memperluas akses terhadap sushi tanpa mengorbankan kualitas.
"Hampir semua bahan sushi di sini gak semua import karena mengejar harga yang terjangkau. Tapi dari segi rasa kita jamin enak dan kualitasnya gak kalah sama yang lain," ujarnya.
Namun Sushinomori bukan hanya soal makanan. Bagi Angga, tempat ini harus menjadi ruang berkumpul, berkisah, dan berinteraksi.
Selain sajian sushi, restoran ini juga menjadi tempat berlangsungnya acara komunitas Jepang, pertunjukan, bahkan perayaan pernikahan dan arisan.
"Kalau masuk ke sini, dimulai dari lorong ada pesan tersembunyi. Kisah ini kalau keliling restoran akan ditemukan potongan-potongan ceritanya. Sengaja dibikin melingkar juga karena kalau kita masuk ke sini seperti masuk ke dunia baru," katanya.
Dengan kapasitas hingga 300 orang, fasilitas lengkap, serta pendekatan visual yang memukau, tak heran jika ibu-ibu menjadi target utama. Bagi Angga, merekalah yang menentukan ke mana keluarga akan bersantap.
"Target pasar sebenernya ibu-ibu. Karena kalau ibu-ibu itu sering rombongan," ujarnya.
Dalam gulungan sushi yang tampak sederhana, ada impian, keberanian bereksperimen, dan keberpihakan pada budaya lokal.
Di situlah letak keistimewaan Sushinomori khususunya menu Sundanese Sushi yang digagas Angga, menjadikan makanan bukan sekadar konsumsi, tapi juga cara untuk merayakan identitas.