AYOBANDUNG.ID - Hasan Fiidel tidak banyak bicara, apalagi mengeluh di media sosial. Ia juga tak mengunggah surat terbuka kepada pejabat atau menyebar petisi daring. Pemuda 24 tahun asal Kabupaten Bandung ini justru mengambil tindakan diam-diam, tapi nyata.
Hasan adalah tukang ojek online (ojol), yang beberapa waktu lalu mengalami kecelakaan tunggal karena terperosok di jalan berlubang. Motor rusak, handphone yang menjadi alat kerja utama sebagai driver ojol pun retak layarnya.
“LCD-nya pecah, aplikasinya gak bisa dipakai. Saya nyesek banget waktu itu,” kata Hasan saat ditemui Selasa, 27 Mei 2025.
Bagi sebagian orang, rasa kecewa seperti itu mungkin akan berubah menjadi kemarahan terhadap pemerintah. Tapi Hasan justru mengambil jalan yang berbeda: memperbaiki sendiri lubang-lubang jalan yang ia temui.
“Saya gak mau nyalahin pemerintah. Tapi saya juga gak mau orang lain jatuh kayak saya,” ujarnya.
Ia mulai mengumpulkan informasi tentang teknik penambalan jalan melalui video YouTube dan bantuan kecerdasan buatan. Ia belajar jenis aspal yang digunakan, cara mencairkannya, hingga komposisi batu kerikil dan pasir agar hasil tambalan lebih awet.
Semua biaya ditanggung sendiri dari hasil menyisihkan pendapatan sebagai ojol.
Setiap kali menemukan jalan berlubang saat mengantar penumpang atau makanan, Hasan akan menandainya. Ketika ada waktu senggang, ia kembali ke lokasi itu dengan membawa peralatan: aspal cair, batu, pasir, dan semangat yang tak bisa dibeli.
“Biasanya 30 menit cukup buat nutup lubangnya. Tapi mencairkan aspalnya yang lama,” katanya.
Upaya Hasan ini kini sudah menjangkau berbagai kawasan di Kabupaten Bandung: dari Ciwidey, Soreang, hingga Pasirjambu. Jalan demi jalan ia tambal. Semata karena ia pernah merasakan sendiri bagaimana satu lubang kecil bisa menghancurkan hari, bahkan penghidupan.
500 Kilometer Jalan Rusak di Kabupaten Bandung
Cerita Hasan tak bisa dilepaskan dari konteks yang lebih besar: krisis infrastruktur jalan di Kabupaten Bandung. Sebagian jalan yang dilintasi Hasan mungkin termasuk dalam 500 kilometer ruas rusak yang menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Kabupaten Bandung.
Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menyatakan pemerintah telah memperbaiki 1.000 kilometer jalan selama 3,5 tahun kepemimpinannya. Tapi itu belum cukup. Karena banyak jalan desa naik status menjadi jalan kabupaten, jumlah jalan rusak kembali membengkak. Targetnya, 500 kilometer sisa akan diselesaikan dalam tiga tahun mendatang dengan anggaran Rp1 triliun.
“Dari 1.500 kilometer jalan kabupaten, yang sudah mantap 1.000 kilometer. Sisanya 500 kilometer lagi kita bereskan sampai 2027,” kata Dadang, Februari lalu.
Tapi, ada pula cerita jalan yang bahkan belum pernah tersentuh perbaikan sejak zaman kolonial. Di Kampung Londok, perbatasan Kabupaten Bandung dan Cianjur, jalan peninggalan Belanda masih jadi akses utama warga.
“Sejak Indonesia merdeka belum ada perbaikan. Saya kepala daerah pertama yang datang ke sana,” kata Dadang.

Padahal, daerah itu hanya sekitar 22 kilometer dari Ciwidey dan punya potensi wisata yang tak kalah menarik. Tapi jalan rusak parah membuat kawasan itu seperti terisolasi. Nama Kampung Londok pun diplesetkan warga jadi "Kampung London"—karena rasanya seperti jauh di ujung dunia.
Untuk memperbaiki ruas jalan Kendeng–Dewata–Londok sepanjang 27 kilometer, Pemerintah Kabupaten Bandung menyiapkan dana sekitar Rp50 miliar. Dadang berharap perbaikan ini juga melibatkan perusahaan lewat program CSR. Ia menyebut perusahaan seperti PT Geo Dipa dan PT Sangkanwangi sebagai pihak yang bisa dilibatkan dalam skema pentahelix.
Hingga akhir 2023, menurut Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Bandung, tingkat jalan mantap di wilayah itu mencapai 89,30%.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan masih ada ketimpangan besar. Dari total panjang jalan di Kabupaten Bandung yang mencapai 1,16 juta kilometer, hanya 659 ribu kilometer yang berstatus baik. Sisanya rusak ringan hingga berat mencapai 82 ribu kilometer, dan sebagian besar belum beraspal.
Jika dijabarkan, hanya 31,4% jalan di Kabupaten Bandung yang sudah beraspal. Sisanya, sekitar 63,9% masih berupa kerikil, 3,5 persen tanah, dan 1,2% material lainnya.
Sementara negara baru menganggarkan perbaikan secara bertahap, orang seperti Hasan memilih tidak menunggu. Mungkin ia sadar, jalan berlubang tak akan hilang hanya dengan menyalahkan. Jalan yang baik bisa dimulai dari satu tambalan kecil, asal ada niat besar di baliknya.