Berharap Derma Tuhan di Puncak Kemarau

Redaksi Gilang Fathu Romadhan
Ditulis oleh Redaksi , Gilang Fathu Romadhan diterbitkan Rabu 07 Mei 2025, 11:47 WIB
Warga mengambil air sumur yang berada di trotoar Jalan Cipaganti, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Warga mengambil air sumur yang berada di trotoar Jalan Cipaganti, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID — Rupanya negara tidak hadir kala air tak mengalir. Yang terbuka justru rumah Tuhan. Maka ke situlah Sarimin dan warga lain melangkah, bukan untuk sembahyang, tapi membawa jeriken kosong. Gerobak didorong bukan ke kantor kelurahan atau PDAM, tapi ke tempat wudu. Di sana air masih setia menetes, seperti belas kasih yang hanya tinggal di pelataran masjid.

"Jadi waktu itu ambil dari masjid airnya, dibawa pakai gerobak jeriken," ucap Sarimin, Selasa, 6 Mei 2025.

Sarimin, 75 tahun, adalah warga RT 5 RW 17 Mekarsari, Kelurahan Babakan Sari, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung. Ketika musim kemarau melanda enam bulan lalu, air PDAM berhenti mengalir ke rumahnya dan rumah-rumah tetangganya. Saat itu, setiap tetes air adalah barang langka, dan untuk mendapatkannya, warga harus rela mendorong gerobak berisi jeriken ke masjid terdekat.

Di Masjid Miftahul Jannah, air masih mengalir. Tempat wudu yang biasanya hanya untuk bersuci sebelum salat, berubah menjadi sumber utama kehidupan warga. Ada dua gerobak yang digunakan bergiliran oleh warga. Satu bisa membawa empat jeriken, yang lain enam jeriken.

Tapi, air itu tidak sepenuhnya gratis. Warga mesti memasukkan uang ke dalam kencleng dengan harga Rp1.000 per jeriken. Uang tersebut digunakan untuk operasional masjid dan kebutuhan air bersama. "Musim kemarau air suka seret, jadi pada ambil di masjid," kata Sarimin.

Tak ada keluhan dari mulutnya. Hanya rasa khawatir yang diam-diam tumbuh kembali, mengingat musim kemarau tahun ini sudah di depan mata. Prediksi BMKG, puncak kemarau tahun ini ada di bulan delapan.

"Ya khawatir sih, tapi mudah-mudahan air terpenuhi karena ada air dari masjid itu," ucapnya, seolah sekali lagi menggantung harapan pada rumah ibadah, bukan rumah dinas.

Kini warga masih bisa menyalakan keran, tapi Sarimin tetap menengok masjid. Di situ, enam bulan lalu, ia merasa ditolong. Jeriken boleh kosong, tapi harapan Sarimin selalu penuh. Bukan pada kehadiran negara, tapi pada kemurahan Tuhan yang mengalir dari tempat wudu.

Hak Dasar Cuma Katanya

Tentu saja, air bukan sekadar barang dagangan yang bisa ditakar dalam liter dan dihitung dengan meteran. Air adalah hak dasar. Itu kata Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada 2010, Sidang Umum PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 64/292 yang mengakui air bersih dan sanitasi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Seharusnya, air itu layak. Seharusnya, air itu mudah didapat.

Tapi hak, rupanya, tak selalu berwujud seperti yang kita bayangkan. Ia bukan kartu ATM yang tinggal digesek. Bukan juga ember yang otomatis terisi tiap pagi. Di lapangan, hak bisa saja menjadi antrean panjang jeriken di gang-gang sempit. Hak bisa berupa suara pompa air yang meraung semalaman. Bisa jadi juga tagihan bulanan yang tiba-tiba naik dua puluh persen tanpa permisi.

Di Bandung, tibanya musim kemarau tidak datang sebagai bencana. Ia datang perlahan, tenang, dan kadang bahkan tampak menyenangkan. Matahari lebih lama nongol, cucian lebih cepat kering, dan anak-anak bisa bermain tanpa lumpur. Tapi bagi sebagian orang, musim ini datang sambil membawa pertanyaan yang makin lama makin sulit dijawab: apakah air akan mengalir hari ini?

Pertanyaan itu mungkin terdengar remeh bagi sebagian besar warga kota. Toh, menurut data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 92% rumah tangga di Kota Bandung masih tercatat memiliki akses terhadap sumber air minum layak. Tapi angka statistik, seperti biasa, tidak selalu mencerminkan kenyataan di lapangan. Karena bagi 8% lainnya—yang jika dikonversi berarti puluhan ribu orang—akses terhadap air bersih bukan sekadar angka, melainkan urusan harian yang butuh strategi.

Problem air di Bandung memang belum bisa disebut sebagai krisis. Tapi seperti hujan yang kadang dimulai dari satu tetes kecil di jendela, tanda-tandanya sudah terlihat beberapa kali. Tekanan air yang melemah, jadwal aliran yang tak menentu, hingga harga air yang pelan-pelan ikut menyumbang angka inflasi. Masalahnya belum menyebar luas, tapi tak juga bisa dianggap selesai.

PDAM Tirtawening, sebagai penyedia utama air bersih di kota ini, secara terbuka mengakui keterbatasan mereka. Dari kebutuhan sekitar 6.000 liter air per detik, PDAM baru bisa memasok sekitar 2.200 hingga 2.400 liter per detik. Itu artinya, secara teknis, kota ini hidup dalam kekurangan pasokan air. Dan dalam sistem yang belum merata, mereka yang tinggal di daerah tinggi atau pinggiran biasanya menjadi yang pertama merasakan dampaknya.

Di sisi lain, sungai-sungai yang melintasi kota pun tak banyak membantu. Jumlahnya ada 42, namun sebagian besar hanya aktif saat musim hujan. Di musim kemarau, alirannya surut, atau bahkan lenyap—tinggal menyisakan bebatuan, endapan, dan beberapa kantong plastik yang tak sempat hanyut.

Dari sana, muncullah solusi yang terasa megah: membawa air dari Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat, ke Kota Bandung. Proyek ini dikenal dengan nama SPAM, Sistem Pengelolaan Air Minum, yang digagas oleh Kementerian BUMN. Dengan biaya mencapai Rp3,7 triliun, proyek ini ditargetkan bisa menyuplai air langsung ke 350.000 sambungan rumah. Bahkan airnya disebut-sebut bisa langsung diminum. Sebuah lompatan besar, bila berhasil.

Tapi seperti semua proyek besar, waktu menjadi kawan sekaligus musuh. Proyek butuh proses. Dan selama proses itu berjalan, warga masih harus berhadapan dengan situasi lama: mengandalkan air tanah, atau berhemat lebih jauh dari yang seharusnya.

Padahal, air tanah sendiri bukan jawaban jangka panjang. Kota Bandung berada di cekungan yang sudah lama mengalami penurunan muka tanah. Penelitian dari Itenas mencatat terjadi penurunan rata-rata 7 cm per tahun, bahkan mencapai 23 cm di beberapa kecamatan seperti Gedebage, Buahbatu, dan Rancasari. Penyebab utamanya? Tak lain adalah eksploitasi air tanah yang berlebihan—oleh rumah tangga, industri, dan siapa pun yang tidak punya pilihan lain.

Ledakan pembangunan di kawasan urban, terutama untuk sektor komersial seperti hotel, apartemen dan pusat perbelanjaan, makin mempercepat laju penurunan muka air tanah. Eksploitasi masif air bawah tanah demi kebutuhan komersial jauh lebih besar ketimbang kebutuhan rumah tangga.Air disedot terus-menerus tanpa cukup waktu bagi akuifer untuk pulih, menciptakan kekosongan yang pada akhirnya menyebabkan tanah perlahan ambles.

Sejumlah apartemen dan hotel berdiri di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Penurunan tanah ini bukan sekadar masalah teknis. Ia bisa memengaruhi struktur bangunan, memperbesar risiko banjir lokal, hingga mengganggu distribusi air itu sendiri. Seperti menyalurkan air di atas lantai yang makin lama makin miring. Tak heran kalau sebagian rumah menerima air lebih dulu, dan sebagian lain hanya menerima angin.

Ironisnya, di tengah keterbatasan pasokan, harga air pun pelan-pelan naik. Pada Februari 2025 kemarin, PDAM menaikkan tarif air pipa 20%. Kenaikan itu otomatis akan mengerek ongkos belanja rumah tangga. Artinya inflasi di sektor ini naik.

Ini berarti air tidak lagi sekadar kebutuhan dasar, tapi juga bagian dari ongkos hidup yang makin hari makin berat. Ketika akses sulit dan harga naik, maka air bisa berubah dari hak menjadi beban.

Sebenarnya, semua ini bukan sesuatu yang tak terduga. Kota yang tumbuh pesat, dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dan industri yang terus meluas, memang akan sampai pada titik ini. Air, yang dulu dianggap tersedia tanpa batas, kini harus diatur, dibagi, bahkan dibayar lebih mahal.

Kemarau memang tidak membawa krisis yang langsung menyengat. Tapi ia datang sebagai pengingat: bahwa akses terhadap air bersih adalah sesuatu yang harus dijaga bersama, bukan hanya lewat proyek besar, tapi juga kebijakan yang menyentuh akar masalah.

PBB menganggap air sebagai kebutuhan dasar. Pemerintah menyebutnya kewajiban negara. Air, katanya, milik semua. Tapi belum sepenuhnya merata. Yang tinggal di titik anu akan hidup nyaman, yang lain mesti bertahan dengan jeriken dan doa. Karena, air adalah hak dasar, tapi cuma katanya.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 18 Jun 2025, 20:16 WIB

Ayo, Tingkatkan Kompetensi Pekerja Transportasi!

Kompetensi pengemudi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam mengoperasikan kendaraan di jalan raya.
Diskusi bersama Sofwan Dedy Ardyanto, anggota Komisi V DPR (Sumber: dokpri | Foto: Totok Siswantara)
Ayo Netizen 18 Jun 2025, 18:02 WIB

Kandung Bahan Kimia, Skincare Pencerah Wajah Ternyata Tidak Berbahaya jika Tahu Cara Pakai

Tidak semua bahan kimia berdampak negatif jika digunakan dengan tepat dan konsumen perlu memahami kandungan produk.
Tidak semua bahan kimia dalam skincare pencerah wajah berdampak negatif. (Sumber: Pexels/Moose Photos)
Ayo Biz 18 Jun 2025, 17:39 WIB

Canary Bakery & Cafe, Jejak Keemasan Kuliner Braga yang Tak Lekang oleh Waktu

Canary Bakery & Cafe, satu tempat yang menjadi saksi bisu perjalanan Braga menuju masa kini, meninggalkan jejak keemasan kuliner yang bertahan melewati zaman.
Canary Bakery & Cafe, satu tempat yang menjadi saksi bisu perjalanan Braga menuju masa kini, meninggalkan jejak keemasan kuliner yang bertahan melewati zaman. (Sumber: Canary Bakery & Cafe)
Ayo Jelajah 18 Jun 2025, 17:25 WIB

Satu Ular, Seribu Isyarat Deforestasi di Bandung Barat

Tak hanya king cobra, puluhan ular masuk rumah sepanjang 2025. Fenomena ini tunjukkan kerusakan ekosistem makin meluas.
Ilustrasi ular kobra. (Sumber: iStock)
Beranda 18 Jun 2025, 16:24 WIB

Bertahan di Tengah Perubahan: Kampung Blekok Jadi Tempat Berlindung Burung Air Saat Habitat Mereka Terus Menyusut

Kesadaran ekologis ini juga terlihat saat warga menerima kondisi kurang nyaman akibat keberadaan sarang burung blekok
Seekor burung blekok sawah (Ardeola speciosa) di Kampung Blekok Gedebage, Senin (17/6). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)
Ayo Netizen 18 Jun 2025, 15:21 WIB

Kilas Balik, Cerita Saya Aktif Menulis di Ayobandung

Ayobandung adalah platform online yang bisa digunakan masyarakat untuk menyaluran aspirasi dan kreativitas.
Dalam tujuan mengapreasiasi netizen yang gemar menulis dengan etika orisinalitas, Ayobandung.id pun memberi total hadiah Rp1,5 juta setiap bulannya. (Sumber: Pexels/Lisa)
Ayo Biz 18 Jun 2025, 13:32 WIB

Sensasi Blenger Ayam Geprek: Ketika Pedasnya Nampol Berpadu dengan Lelehan Mozarela

Apa jadinya kalau sensasi pedas dari ayam geprek yang nampol ini berpadu dengan lelehan keju mozarela yang lembut dan menggoda?
Menu ayam geprek di Ayam Keprabon Ekspress. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 18 Jun 2025, 12:05 WIB

Bandung hingga Tasikmalaya, Atmosfer Skena Musik Reggae dan SKA yang Sempat Terasa 

Gelombang antusiasme publik dalam mengapresiasi musik Jamaican Sound di Kota Kembang sangat luas.
Don Lego di acara Antek-Antek Lego Family Tasikmalaya Tahun 2016. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yayang Nanda Budiman)
Ayo Biz 18 Jun 2025, 11:09 WIB

Sentra Roti Gang Babakan Rahayu, Bermula dari Kisah Pensiunan Muda di Tahun 1960

Gang Babakan Rahayu, Kelurahan Kopo, Kecamatan Bojongloa Kaler, dikenal sebagai sentra roti di Kota Bandung. Kawasan RW 06 yang dulunya permukiman biasa, kini dikenal sebagai penyuplai rotike berbagai
Pabrik roti di Gang Babakan Rahayu Bandung. (Foto: ist)
Ayo Biz 18 Jun 2025, 09:44 WIB

Tek Kie: Dodol Keranjang dari Bandung yang Selalu Diburu

Sebuah toko bercat krem di Jalan Pajagalan, Bandung, selalu ramai setiap momen Imlek. Toko bernama Tek Kie itu menjadi destinasi utama bagi masyarakat keturunan Tionghoa yang mencari dodol keranjang.
Dodol keranjang Tek Kie. (Foto: ist)
Ayo Netizen 18 Jun 2025, 09:17 WIB

Minum Air Sungai Perlahan Meracuni Tubuh

Sungai Citarum telah tercemar oleh logam berat yang dapat merusak kesehatan manusia.
Perairan Sungai Citarum di Blok Desa Selacau Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB) masih menjadi area penampungan sampah kiriman dari Kota dan Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 17 Jun 2025, 20:03 WIB

Menemukan Cahaya di Tengah Krisis: Kisah Transformasi Bisnis Clothing Born & Blessed dan Strategi Bertahan Hidup

Kerja keras, adaptif, dan kreativitas, prinsip itulah yang menjadi kompas bagi Christian Eka, pemilik brand lokal Born & Blessed dalam mengarungi masa sulitnya.
Produk brand lokal Born & Blessed. (Sumber: Born & Blessed)
Ayo Jelajah 17 Jun 2025, 17:02 WIB

Luarnya Lapang Futsal, Isinya Tempat Judi Kasino

Di balik papan futsal dan biliar, tersembunyi arena judi kasino di Bandung. Punya ruang VIP kasino dilengkapi AC dan TV.
Polisi menggerebek lokasi lapang futsal palsu berisi tempat judi kasino di Kosambi, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 17 Jun 2025, 16:26 WIB

Kini 10 Netizen Terpilih Dapat Total Hadiah Rp1,5 Juta dari Ayobandung.id setiap Bulan

Untuk mengapresiasi kontribusi Netizen yang terus bertambah, Ayobandung.id kini memilih 10 tulisan terbaik setiap bulan.
Kini Ayobandung.id memberi total hadiah Rp1,5 juta setiap bulannya kepada 10 netizen terpilih. (Sumber: Pexels/MART PRODUCTION)
Ayo Biz 17 Jun 2025, 15:40 WIB

Mengenal Kampung Rajut Binong Jati yang Jadi Kebanggaan Kota Bandung

Di balik hiruk pikuk Kota Bandung, tersembunyi sebuah kampung kreatif yang dikenal dengan produk rajutnya yang sudah melanglang buana ke penjuru dunia, yaitu Kampung Rajut Binong Jati.
Kampung Rajut Binong Jati (Foto: GMAPS Kampung Rajut Binong Jati)
Ayo Biz 17 Jun 2025, 14:36 WIB

Menghidangkan Kebanggaan Lokal, AAW Pastry & Bakery dari Bandung untuk Jadi Oleh-oleh Ikonik Jabar

AAW Pastry & Bakery, UMKM Bandung yang tak sekadar menjual kue atau pastry, tetapi menyajikan sepenggal kisah cerita cinta pada dunia kuliner.
AAW Pastry & Bakery, UMKM Bandung yang tak sekadar menjual kue atau pastry, tetapi menyajikan sepenggal kisah cerita cinta pada dunia kuliner. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Jun 2025, 13:50 WIB

Cerita Umi Kembangkan Abon Gepuk Suhantika, Berbuah Manis Setelah Jatuh Bangun Berusaha

Ia berhasil mengubah sisa filet ayam yang tak terjual menjadi produk unggulan abon dan gepuk. Saat ini produknya dikenal luas dengan merek Abon Gepuk Suhantika.
Abon Gepuk Suhantika. (Foto: Dok. Abon Gepuk Suhantika)
Ayo Netizen 17 Jun 2025, 11:36 WIB

Menelaah Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia: Dari Regulasi hingga Kasus Perdagangan Orang

Jangan abai membahas pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Tidak semua yang layak mendapatkan kebebasan Hak Asasi Manusia. (Sumber: Pexels/Jimmy Chan)
Ayo Netizen 17 Jun 2025, 09:59 WIB

Dunia Digital makin Canggih, Kondisi Generasi Z yang kian Letih

Kondisi teknologi yang semakin canggih mempengaruhi Generasi Z yang berujung terhadap hal negatif.
Gen Z tidak segan untuk berbicara terkait isu-isu dunia termasuk lingkungan dan kesehatan mental. (Sumber: Pexels/Tim Gouw)
Ayo Jelajah 17 Jun 2025, 09:32 WIB

Saat Patung Harimau Bandung Loncat dari Pos Jaga

Patung maung Bandung mewakili penjuru mata angin, tapi sering loncat dari pos jaga. Peristiwa aneh nan jenaka ini berulang kali terjadi.
Salah satu patung maung Bandung yang pernah melompat dari pos jaga. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)