Ketenangan di Atas Ketinggian

Firqotu Naajiyah
Ditulis oleh Firqotu Naajiyah diterbitkan Selasa 23 Des 2025, 19:41 WIB
Puncak panyawangan (Sumber: dokumentasi penulis | Foto: Firqotu Naajiyah)

Puncak panyawangan (Sumber: dokumentasi penulis | Foto: Firqotu Naajiyah)

Di tengah hiruk pikuk kota yang bergerak tanpa jeda, semakin banyak orang memilih menjauh untuk sejenak berhenti. Alam, dengan jalur pendakian dan udara dinginnya, dipandang sebagai ruang sunyi yang mampu meredakan lelah. Ketinggian menawarkan jarak dari rutinitas harian, sekaligus menghadirkan janji ketenangan yang dipercaya dapat memulihkan diri. Tak heran, mendaki gunung kini tidak lagi sekadar hobi, melainkan bagian dari gaya hidup.

Namun, di balik narasi tentang alam sebagai ruang pemulihan, muncul pertanyaan yang jarang diajukan, apakah ketenangan benar-benar ditemukan hanya dengan berpindah tempat? Ketinggian memang memberi jarak dari kebisingan kota, tetapi tidak selalu menjauhkan seseorang dari beban pikiran yang dibawa.

Di sinilah pendakian perlu dilihat tidak sekadar sebagai pelarian, melainkan sebagai proses yang menuntut kesadaran, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap alam yang disinggahi. Mendaki pada dasarnya merupakan aktivitas fisik yang menuntut ketahanan tubuh dan kesiapan mental.

Perjalanan panjang, jalur yang menanjak, serta kondisi alam yang tidak selalu ramah melatih kekuatan fisik sekaligus kedisiplinan diri. Aktivitas ini mendorong tubuh untuk bergerak aktif, bernapas lebih teratur, dan beradaptasi dengan ritme yang lebih alami. Tidak mengherankan jika hiking kerap dipandang sebagai hobi yang menyehatkan, baik bagi tubuh maupun pikiran.

jalur pendakian gunung tangkuban perahu (Sumber: dokumentasi pribadi | Foto: Firqotu Naajiyah)
jalur pendakian gunung tangkuban perahu (Sumber: dokumentasi pribadi | Foto: Firqotu Naajiyah)

Lebih dari sekadar olahraga, mendaki juga mengajarkan proses. Setiap langkah mengharuskan kehati-hatian, kesabaran, dan kemampuan mengenali batas diri. Tidak semua perjalanan harus berakhir di puncak; keputusan untuk berhenti atau turun sering kali menjadi bagian dari kedewasaan dalam mendaki. Dalam proses inilah, hiking menjadi ruang belajar tentang tubuh dan kesadaran diri.

Daya tarik utama pendakian terletak pada alam yang masih relatif asri dan jauh dari kebisingan kota. Lanskap hijau, udara yang lebih bersih, serta ritme alam yang lebih tenang memberi kesempatan bagi seseorang untuk sejenak melepaskan diri dari tuntutan sehari-hari. Alam menghadirkan ruang jeda tempat untuk memperlambat langkah dan mengamati sekitar dengan lebih sadar.

Berada di tengah alam juga kerap memunculkan perspektif baru. Rasa kecil di hadapan luasnya bentang alam membuat banyak orang lebih reflektif, menyadari bahwa tidak semua hal harus dikejar dengan tergesa. Dalam konteks ini, ketenangan tidak hadir sebagai sesuatu yang instan, melainkan tumbuh dari proses menyatu dengan suasana dan ritme alam.

Meski demikian, ketenangan yang diharapkan dari pendakian tidak selalu hadir sebagaimana dibayangkan. Beban pikiran yang dibawa dari kota sering kali tetap menyertai hingga ke jalur pendakian. Kelelahan fisik, tekanan untuk mencapai puncak, atau ekspektasi berlebihan justru dapat menimbulkan ketegangan baru. Ketinggian memberi jarak secara fisik, tetapi tidak selalu menjauhkan seseorang dari persoalan batin.

Upass Hill - Tangkuban Perahu (Sumber: dokumentasi pribadi | Foto: Firqotu Naajiyah)
Upass Hill - Tangkuban Perahu (Sumber: dokumentasi pribadi | Foto: Firqotu Naajiyah)

Di sinilah muncul ilusi bahwa alam dapat menjadi jawaban atas segala kelelahan. Pendakian kemudian dipahami sebagai pelarian singkat, bukan proses pemulihan yang utuh. Ketika ketenangan dijadikan tujuan utama tanpa kesadaran diri, pengalaman mendaki berisiko kehilangan maknanya.

Seperti sebuah pengingat sederhana, “ketenangan bukan tentang sejauh mana langkah menjauh, melainkan seberapa jujur seseorang berdamai dengan dirinya sendiri.” Ketenangan yang dicari bukan soal seberapa tinggi tempat yang dituju, tetapi seberapa sadar setiap proses yang dijalani.

Baca Juga: Mahasiswa Akuntansi Syariah UIN SGD Bandung Taklukkan KTI Nasional dan Tembus Konferensi Global

Pada akhirnya, ketenangan tidak sepenuhnya menunggu di atas ketinggian. Alam hanya menyediakan ruang; makna dan pemulihan tetap dibentuk oleh cara manusia memaknainya. Mendaki dapat menjadi hobi yang menyehatkan, memberi jeda dari hiruk pikuk, sekaligus ruang belajar tentang batas diri dan tanggung jawab.

Namun, ketika pendakian dipahami semata sebagai pelarian atau solusi instan, ketenangan justru berisiko menjadi ilusi. Barangkali, ketenangan yang dicari bukan sekadar soal seberapa tinggi langkah diambil, melainkan seberapa sadar seseorang menjalani setiap prosesnya. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Firqotu Naajiyah
Explorer of Impact
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 25 Des 2025, 20:41 WIB

Menunda Kepastian, Merawat Percakapan ala Richard Rorty

Richard Rorty menolak hasrat epistemologis, keinginan obsesi manusia dalam kepastian dan soloidaritas daripada objektivitas.
Richard Rorty menolak hasrat epistemologis, keinginan obsesi manusia dalam kepastian dan soloidaritas daripada objektivitas. (Sumber:Dokumentasi Penulis)
Mayantara 25 Des 2025, 17:35 WIB

Infinite Scrolling dan Hilangnya Fokus

Dalam beberapa tahun ini, mengakses media sosial menjadi ritual yang seolah tanpa batas.
Dalam beberapa tahun ini, mengakses media sosial menjadi ritual yang seolah tanpa batas. (Sumber: Pexels | Foto: Ron Lach)
Ayo Netizen 25 Des 2025, 16:25 WIB

Gus Dur, Toleransi, dan Harmoni

Gus Dur hadir untuk memastikan martabat dan keutuhan negara tetap terpelihara dan terjaga. Perjuangannya dalam membela kemanusiaan, demokrasi, keadilan sosial, berbagai aspek kehidupan
"Dialog adalah budaya perdamaian" - Abdurrahman Wahid (Sumber: Instagram | Foto: @pamerandialogperadaban)
Ayo Netizen 25 Des 2025, 15:13 WIB

Banjir namun Hidup Tetap Harus Berjalan

Banjir setinggi lutut kembali merendam Komplek Griya Bandung Asri 1, Bojongsoang, menghambat mobilitas warga.
Banjir terjadi di komplek Griya Bandung Asri 1 Bojongsoang. (05/12/2025) (Sumber: Khalidullah As Syauqi)
Ayo Netizen 25 Des 2025, 14:47 WIB

Cidulang, Cekung seperti Dulang

Di Tatar Sunda, dulang itu berbentuk seperti tabung yang mengecil di bagian bawahnya.
Gambaran seorang perempuan sedang ngakeul nasi di dalam dulang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Jelajah 25 Des 2025, 11:58 WIB

Hikayat Christmas Island, Pulau Kecil dengan Sejarah Besar di Samudra Hindia

Christmas Island menyimpan sejarah kolonial fosfat perang dunia dan migrasi lintas Asia yang membentuk identitas unik hingga kini.
Christmas Island. (Sumber: Flickr)
Beranda 25 Des 2025, 09:41 WIB

Di Sore yang Pelan, Ngafe Menjadi Ruang Rehat Warga Kota Bandung

Pada sore, ruang ini berfungsi sebagai tempat singgah yang lebih tenang, menjadi bagian dari gaya hidup warga kota dalam bekerja, beristirahat, dan mengatur ritme hidup di tengah kesibukan urban.
Coffee shop di Kota Bandung menjadi salah satu pilihan tempat untuk rehat dari rutinitas. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ilham Maulana)
Beranda 25 Des 2025, 08:09 WIB

Panggung Tanpa Lampu Sorot, Cerita di Balik Suara Emas Penyanyi Jalanan Kota Bandung

Namun, rupiah yang mereka kumpulkan dengan cucuran keringat dari pagi hingga malam itu kerap harus dibayar dengan rasa waswas.
Penyanyi jalanan di perempatan Jalan Pahlawan, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Beranda 24 Des 2025, 20:45 WIB

Workshop Google AI Tools for Journalist di Bandung Bekali 28 Peserta Tingkatkan Kapasitas Media Lokal

Pelatihan intensif tersebut diikuti 28 peserta terpilih yang terdiri atas pengelola media lokal, jurnalis, serta konten kreator komunitas dari berbagai daerah.
Program Google AI Tools for Journalist yang digelar selama dua hari, 23–24 Desember 2025 di Kantor Ayo Media Network. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 17:03 WIB

Terminal Cicaheum Harus Siap Sambut Bus AKAP Double Decker

Banyaknya Bus AKAP Premium yang melirik kota Bandung sebagai trayek berpotensi tertinggi ketiga di Pulau Jawa, maka bersiap untuk banyaknya pemandangan bus Double-decker mewah melintas
Terparkir 3 Bus Gunung Harta Transport Solustions (GHTS) saat malam hari di garasi GHTS (19/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Dean Rahmani)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 16:40 WIB

Ujian Nyata Walikota Farhan: Normalisasi Sungai Cinambo atau Banjir Warisan?

Banjir Sungai Cinambo bukan sekadar dampak curah hujan, tetapi cerminan lemahnya tata kelola lingkungan Kota Bandung.
Kondisi Sungai Cinambo di Bandung Timur, yang dinilai mengalami pendangkalan dan penyempitan, menjadi bukti kegagalan tata kelola infrastruktur kota, (2 Desember 2025). (Sumber: Dok. Pribadi | Foto: Khansa Khairunsifa)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 15:41 WIB

Taman Lansia Bandung usai Revitalisasi: Antara Harapan Baru dan Beragam Tantangan di Lapangan

Taman Lansia Bandung hadir dengan wajah baru setelah revitalisasi, namun masih menghadapi berbagai tantangan dalam hal keamanan, fasilitas, dan pengelolaan untuk kenyamanan bersama.
Lampu taman malam hari yang menerangi jalur pejalan kaki menunjukkan suasana sepi setelah hujan mengguyur Taman Lansia pada Rabu, 3 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Hilyatul Auliya)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 15:07 WIB

Bandung Waras

Bandung harus punya otak yang waras dan hati yang peka.
Festival seni dan budaya bukan sekadar hiburan. Itu pengingat bahwa kota hidup dan waras. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 13:26 WIB

Mendidik dengan Ikhlas, Mengabdi dengan Cinta: Kisah di Balik Seragam Cokelat Herna Wati

Kisah ini mengambarkan Herna Wati yang menjadikan Pramuka sebagai ruang untuk belajar ikhlas, mandiri, dan tempatnya untuk mengabdi dengan penuh cinta.
Foto Herna Wati Pembina Pramuka MTs Baabussalaam Kota Bandung. (Foto: Lutfiah Nurrahma Faisal)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 12:23 WIB

Warisan Humanis Gus Dur bagi Bangsa yang Majemuk

Perjalanan panjang bangsa yang penuh warna dan dinamika, nama Gus Dur selalu hadir seperti lentera yang menerangi ruang-ruang gelap kemanusiaan.
Illustrasi Peringatan Haul 16 GUS DUR. (Sinan)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 09:57 WIB

Tahura Djuanda Hadirkan Wisata Edukasi Bernilai Konservasi: Batu Batik dan Flora Langka Jadi Daya Tarik Baru

Keunikan wisata Taman Hutan Raya Ir. Djuanda menjadi daya tarik.
Anggrek terkecil di dubia jadi bintang baru kawasan konservasi (04/11/2025) (Sumber: Dok.pribadi | Foto: Nazwa Revanindya)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 09:29 WIB

Remaja dan Luka Sunyi Dunia Maya

Opini ini mengajak pembaca menyelami sisi gelap dunia maya yang kian membelenggu remaja Indonesia.
Seorang remaja duduk terpukul di tengah serangan komentar kasar dan ejekan di media sosial. (Sumber: Dok. Pribadi | Foto: jajang shofar)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 08:47 WIB

Masyarakat Bandung Sudah Bersahabat dengan Gelapnya Jalanan Kota Bandung

Masyarakat Bandung sudah pasrah dengan penerangan jalan yang tidak kunjung diperbaiki oleh Wali Kota Bandung.
Suasana jalanan daerah Tegallega di jam 21.00 WIB yang sudah tidak terlihat oleh pengendara, Jumat (28/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis Foto: Nadya Ulya Zagita)
Ayo Jelajah 23 Des 2025, 21:48 WIB

Sejak Kapan Pohon Cemara Digunakan jadi Hiasan Natal?

Tradisi pohon Natal berakar dari kebiasaan masyarakat Eropa kuno yang memuliakan tanaman hijau di tengah musim dingin, jauh sebelum Natal dirayakan secara modern.
Ilustrasi Pohon Cemara saat Natal.