Bervakansi ke Tahura, Medium untuk Menepi dan Menyembuhkan

Yayang Nanda Budiman
Ditulis oleh Yayang Nanda Budiman diterbitkan Selasa 10 Jun 2025, 18:27 WIB
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)

Adakalanya ritme kehidupan yang tengah kita hadapi berjalan monoton dan repetitif. Bangun tidur, mandi, sarapan, kerja, pulang dan tidur kembali untuk mengawali semuanya dari awal.

Apakah hidup yang layak dijalani ketika ia tidak mempunyai makna objektif? Pertanyaan mendasarkan yang sempat diajukan juga oleh Albert Camus dalam Mitos Sisifus.

Sebagai tokoh dalam mitologi Yunani, Sisifus dihukum untuk terjebak dalam siklus absurditas yang serupa: terus-menerus mendorong ke puncak gunung, hanya untuk melihat batu yang ia bawa jatuh kembali. Begitu seterusnya, tanpa akhir dan tidak ada tujuan yang hendak dicapai. 

Jalan Braga Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)
Jalan Braga Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)

Kota Bandung, dengan segala macam romantisme dan euforia yang dipamerkan di beranda sosial media, tak jarang terasa menyerupai jarum jam yang berputar tak kenal lelah.

Belum genap tidur lelap dengan mimpi indah yang telah kita bayangkan terjadi di masa depan, realitas membangunkan kita kembali untuk segera menyeka wajah dan mempersiapkan diri kembali menerabas sesaknya jalan Pasteur menuju kantor.

Di antara persimpangan jalan Kiaracondong dengan jeda lampu merah yang mengajarkan kita soal kesabaran, ada banyak rekam lelah yang serupa, meski isi kepala sudah mendesak untuk meminta jeda. 

Meski tidak sedang berupaya untuk meromantisir pelarian atasnama penyembuhan, tapi barangkali kita pun menyadari bahwa dalam kehidupan yang padat mesti ada satu ruang khusus untuk menjernihkan kembali isi kepala ke format semula dan menepi sejenak dari ritme rutinitas yang kian menyebalkan.  

Dengan kata lain, bukan untuk mengibarkan bendera putih, melainkan hanya untuk menarik napas agak lebih dalam dari semestinya.

Bertepatan di hari Selasa, layaknya hari Senin, di mana orang-orang sedang benar-benar bertarung dengan tugas-tugas kantor yang padat, saya memutuskan untuk bervakansi ke salah satu sudut Kota Bandung. Namanya, Tahura atau Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda: tempat yang tak hanya menampilkan keasrian, tapi juga menyediakan ruang untuk jeda dan bertahan dalam diam. 

Tahura dan Ruang Jeda dari Ingar-Bingar Kota

Sekitar tujuh kilometer dari pusat kota Bandung, terdapat jalan yang terlalu besar di daerah Dago yang menuntun saya menuju gerbang utama taman yang cukup luas, asri dan terawat. Serupa dimensi transisi, jalan itu seolah membawa saya melintas dunia lain yang kontradiktif.

Dari suara pimpinan kantor yang marah-marah, suara klakson dan ingar orang-orang di pusat perbelanjaan, menjadi siulan angin yang menggesek dedaunan, kicauan burung yang kawin di ranting dahan, dan gemuruh air yang jatuh dari kejauhan. Di pintu masuk, aroma hutan mempersilahkan saya untuk bergegas masuk lebih dalam. 

Taman Tahura Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)
Taman Tahura Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)

Berbeda dari destinasi wisata lain yang ramai oleh konsep modernitas, Tahura tampil dalam keasrian dan kesederhanaan. Lebih dari itu, ia serupa teman lama yang menyambut kehadiran kita dengan peluk hangat dalam diam, tapi menenangkan.

Tahura bukan hanya kawasan konservasi, tapi juga ruang penyembuhan: melalui langkah di atas tanah yang lembab, suara dedaunan yang jatuh diam-diam, dari cahaya yang memaksa menerobos ranting-ranting pinus di sepanjang jalan. 

Jarum jam telah menunjukan pukul 8 pagi, langkah perlahan mulai menelusuri jalan setapak, melewati setiap jengkal sejarah yang tertanam di taman ini.

Katanya, kawasan Tahura merupakan bagian dari Hutang Lindung Gunung Pulosari, sebuah cekungan alami yang diperkirakan sudah ada sejak masa purbakala.

Tempat ini kemudian berganti nama menjadi Taman Wisata Alam Curug Dago hingga pada Januari 1985, kawasan ini diresmikan sebagai hutan raya pertama di Indonesia bertepatan dengan hari ulang tahun Ir. H. Djuanda. 

Kawasan Tahura tidak hanya menjadi ekosistem bagi ragam flora dan fauna, terdapat juga sejumlah titik destinasi yang bisa kita sambangi, seperti Goa Jepang, Goa Belanda hingga Curug Omas. Di balik sejarah yang melatar belakanginya, barangkali tak banyak diketahui oleh generasi kita yang terlalu larut dalam layar ponsel pintar. 

Baca Juga: Ketentuan Kirim Artikel ke Ayobandung.id, Total Hadiah Rp1,5 Juta per Bulan

Mengawali perjalanan ini, Goa Jepang menjadi spot destinasi yang pertama disambangi. Berbekal rasa penasaran yang besar, suasana di dalam nampak cukup gelap dan lembab seperti gua-gua pada umumnya.

Namun yang membedakan adalah ia menyimpan pesan yang sudah lama terkubur oleh waktu. Di tengah keheningan,dari dalam sini kita dapat lebih peka mendengar suara hati yang selama ini tersisihkan. 

Di tengah perjalanan panjang itu, nalar mulai berdialog: “Tahura serupa jeda panjang yang seringkali kita abaikan. Padahal, hidup tak sepenuhnya hanya untuk menyelesaikan rutinitas. Sepertihalnya manusia, kita juga berhak untuk jeda sejenak, menikmati hidup dari sudut yang lebih tenang dan diam.”

Kita pun tahu, kota selalu sibuk berkutat dalam kompetisi dan pencapaian. Tapi di sini, kita akan mulai menikmati sisi lain yang tak ditemukan di sudut kota: apa artinya hidup yang tak terburu-buru. Bahkan, untuk jatuh pun ranting akan mendarat pelan, seolah tengah mencari pendaratan yang tepat bahwa tanah tempatnya berlabuh adalah humus yang subur. 

Setapak Jalan untuk Menyembuhkan

Di balik percakapan yang tengah berlangsung, tepat di jantung hutan, sebuah shelter kecil berdiri dari jarak yang tak terlalu dekat. Nampak bukan tempat mewah yang dirancang dengan konsep kekinian dan dipatenkan, hanya sekedar bangunan kayu dengan bangku yang tertata memanjang, tapi cukup untuk menampung segala lelah yang telah saya pikul.

Sembari meregangkan sejenak otot betis yang mulai terasa pegal, perbekalan yang sebelum dibawa telah dihidangkan: nasi timbel dan beberapa potong perkedel yang sebelumnya telah dibeli, tepat sebelum Curug Omas.

Menurut para pengunjung, namanya Perkedel Ceu Kokom. Belum ada informasi yang termuat di Google siapa yang pertama kali mempopulerkannya. Meski lokasinya cukup jauh, tapi jika akhir pekan tempat ini akan selalu disesaki oleh antrian pelanggan. Bahkan, di hari kerja sekalipun, antrian masih nampak mengisi hampir semua kursi.

Tidak heran, karena terkadang rasa yang jujur memang layak untuk dinantikan. Selain perihal citarasa, suasana pun berkontribusi membuatnya semakin istimewa. Di tengah hutan, dengan kondisi fisik yang mulai letih dan pikiran yang perlahan jernih, hidangan sederhana pun terasa serupa jamuan hotel bintang lima. Bagaimana tidak, makan nasi timbel dengan lauk perkedel sambil menatap dedaunan yang diterpa angin, adalah nikmat yang tak bisa didustakan.

Baca Juga: 6 Tulisan Orisinal Terbaik Mei 2025, Total Hadiah Rp1,5 Juta untuk Netizen Aktif Berkontribusi

Kendati jam operasionalnya terbatas dari pukul 8 pagi hingga 4 sore, tapi waktu rasanya berputar jauh lebih pelan dari semestinya. Di Tahura, waktu seolah menurunkan intensitasnya. Entah karena tidak diburu, atau mungkin karena saya baru sadar bahwa selama ini kita terlalu lama menyelami rutinitas kehidupan dalam siklus yang tak pernah dipertanyakan. 

Tak terasa setengah jam dihabiskan hanya untuk duduk diam lebih lama dari yang direncanakan. Mengamati setiap kepakan sayap sepasang burung yang bertengger di tepi dahan, mendengar desir angin yang berbisik pelan. Meski perayaan ini sederhana, tapi ia telah berhasil menjernihkan ruang benak yang selama ini penuh sesak oleh segudang tuntutan. 

Puncaknya, langkah ini telah menyelesaikan perjalanan panjang. Tubuh terasa jauh lebih ringan dari biasanya. Bukan karena beban telah seluruhnya enyah, tapi karena kita mulai belajar untuk sedikit memberi jeda pada kehidupan yang serba cepat.

Menutup langkah ini, Tahura adalah medium untuk menepi dan menyembuhkan. Ruang dimana saya menyadari bahwa tenang bukan berarti tak berambisi.

Dari Tahura kita belajar bahwa kehidupan bukan soal siapa yang mampu berlari, tapi tentang sadar kapan waktu yang tepat bagi kita untuk berhenti dan memberi sedikit jeda, menghela nafas dalam dan mensyukuri setiap jengkal kehidupan yang selama ini tersisihkan. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Yayang Nanda Budiman
Praktisi hukum di Jakarta, menyukai perjalanan, menulis apapun, sisanya mendengarkan Rolling Stones
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 19 Des 2025, 21:14 WIB

Sate Murah di Tikungan Jalan Manisi, Favorit Mahasiswa Cibiru

Sate dengan harga yang murah meriah dan rasa yang enak serta memiliki tempat yang strategis di sekitar wilayah Cibiru.
Dengan harga Rp20.000, pembeli sudah mendapatkan satu porsi berisi 10 tusuk sate lengkap dengan nasi. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 20:24 WIB

Hidup Selaras dengan Alam, Solusi Mencegah Terjadinya Banjir di Musim Penghujan

Banjir menjadi salah satu masalah ketika musim hujan telah tiba, termasuk di Kota Bandung.
Salah satu dampak dari penurunan permukaan tanah adalah banjir seperti banjir cileuncang di Jalan Citarip Barat, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Rabu 28 Februari 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Jelajah 19 Des 2025, 19:15 WIB

Sejarah Jatinangor, Perkebunan Kolonial yang jadi Pabrik Sarjana di Timur Bandung

Jatinangor pernah hidup dari teh dan karet sebelum menjelma kawasan pendidikan terbesar di timur Bandung.
Jatinangor. (Sumber: sumedangkab.go.id)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 18:09 WIB

Abah, Buku Bekas, dan Denyut Intelektual

Mahasiswa lintas angkatan mengenalnya cukup dengan satu panggilan Abah. Bukan dosen, staf, bukan pula pustakawan kampus.
Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 16:01 WIB

Maribaya Natural Hotspring Resort: Wisata Alam, Relaksasi, dan Petualangan di Lembang

Maribaya Natural Hotspring Resort menawarkan pengalaman wisata alam dan relaksasi di tengah kesejukan Lembang.
Maribaya Lembang. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 15:13 WIB

Bukit Pasir sebagai Benteng Alami dari Hempasan Tsunami 

Sand dune yang terbentuk oleh proses angin dan gelombang dapat mengurangi efek tsunami.
Teluk dengan pantai di selatan Jawa Barat yang landai, berpotensi terdampak hempasan maut tsunami. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T. Bachtiar)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:22 WIB

Jualan setelah Maghrib Pulang Dinihari, Mi Goreng ‘Mas Sam’ Cari Orang Lapar di Malam Hari

Mengapa mesti nasi goreng “Mas Iput”? Orangnya ramah.
SAM adalah nama sebenarnya, tapi para pelanggannya telanjur menyebutnya “Mas Iput”. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:12 WIB

5 Hidden Gem Makanan Manis di Pasar Cihapit, Wajib Dicoba Saat Main ke Bandung!

Semuanya bisa ditemukan dalam satu area sambil menikmati suasana Pasar Cihapit.
Salah satu tempat dessert di Pasar Cihapit, yang menjadi tujuan berburu makanan manis bagi pengunjung. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig Café Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 10:21 WIB

Keberlangsungan Suatu Negara dalam Bayang-Bayang Deformasi Kekuasaan

Sering kali ada pengaruh buruk dalam jalannya suatu pemerintahan yang dikenal dengan istilah deformasi kekuasaan.
 (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:24 WIB

Kota Bandung: Hak Trotoar, Pejalan Kaki, dan PKL

Antara hak pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang harus diseimbangkan pemerintah Kota Bandung
Pejalan kaki harus melintas di jalan yang diisi oleh para pedagang di trotoar Lengkong Street Food, Kamis, 4 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi pribadi | Foto: Taqiyya Tamrin Tamam)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:13 WIB

Cibaduyut: Sentra Sepatu yang Berubah Menjadi Sentra Kemacetan

Cibaduyut tidak hanya menjadi pusat penjualan sepatu di Kota Bandung, tapi juga sebagai salah satu pusat kemacetan di kota ini.
Tampak jalanan yang dipenuhi kendaraan di Jln. Cibaduyut, Kota Bandung (04/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yudhistira Rangga Eka Putra)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)