Jalan raya masih menjadi mesin pembunuh dan penyebab cacat tubuh akibat kecelakaan lalu lintas. Budaya keselamatan di jalan raya masih memprihatinkan. Perlu meningkatkan Kompetensi pekerja transportasi untuk mengatasi darurat keselamatan angkutan Jalan.
Proses revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang kini sedang dikerjakan oleh Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hendaknya menekankan pentingnya kompetensi pekerja transportasi.
Penulis sebagai aktivis serikat pekerja merasa berkepentingan untuk memberi masukan dalam proses revisi tersebut dengan melakukan diskusi dengan Sofwan Dedy Ardyanto (SDA), anggota DPR Komisi V dan anggota Badan Legislasi (Baleg) yang kini sedang getol menghimpun aspirasi masyarakat demi menurunkan angka kecelakaan dan meningkatkan keselamatan jalan, dengan upaya yang dilakukan melalui berbagai program dan kebijakan.
Menurut SDA, perubahan UU LLAJ mesti bisa menjadi solusi darurat keselamatan jalan. Solusi yang mendasar perlu proses pendidikan atau pelatihan yang efektif terhadap pekerja transportasi, khususnya pengemudi angkutan barang dan penumpang. Mengemudi merupakan pekerjaan yang memiliki resiko yang besar, karenanya membutuhkan kompetensi berlalu lintas. Kompetensi merupakan perwujudan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dimiliki oleh seseorang dalam pekerjaan tertentu.
Kompetensi pengemudi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam mengoperasikan kendaraan di jalan raya. Pengemudi merupakan orang yang mengoperasikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki surat izin mengemudi/SIM (UU LLAJ No 22, 2009). Pengemudi menjadi pelaku utama dalam kecelakaan lalu lintas di jalan.
Menurut International Labor Organization (ILO), 2015, kompetensi merupakan kemampuan untuk melakukan tugas dan tugas tertentu sesuai standar kinerja yang diharapkan di tempat kerja, menerapkan semua keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang relevan secara konsisten dari waktu ke waktu dalam situasi tempat kerja yang dibutuhkan.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengusulkan agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ditetapkan sebagai koordinator dalam implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
“Komisi V DPR sedang menyusun draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ). Untuk menjaring masukan, Komisi V mengundang berbagai kalangan, termasuk kepada pihak manajemen platform transportasi daring dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU),” kata SDA kepada penulis.
Menurut SDA revisi ketiga UU LLAJ arahnya membenahi berbagai aturan dan mengadopsi perkembangan yang ada di masyarakat. Salah satu permasalahan yang perlu dicarikan solusi adalah belum adanya dasar hukum setingkat undang-undang untuk transportasi berbasis online.
Baca Juga: Kini 10 Netizen Terpilih Dapat Total Hadiah Rp1,5 Juta dari Ayobandung.id setiap Bulan
SDA sependapat dengan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) yang menilai Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) secara umum cenderung menyalahkan pekerja transportasi pengemudi pada peristiwa kecelakaan. Atas dasar itu, perlu revisi UU LLAJ agar lebih adil dan proporsional dalam melihat masalah keselamatan di jalan raya.
Ada pihak lain yang mesti ikut bertanggung jawab secara hukum, yang layak diperhatikan dalam konteks kecelakaan itu adalah peran operator dan KIR yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Selain itu, pengawasan pemerintah terhadap operasional armada angkutan jalan raya mesti terus berkelanjutan, jangan hanya pada saat libur hari raya keagamaan saja.

Pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan kompetensi pekerja transportasi. Perlu kerjasama yang intens dengan Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Darat melalui Politeknik Transportasi Darat Indonesia-STTD dan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Angka kecelakaan lalu lintas khususnya untuk truk angkutan barang dari tahun ke tahun terus meningkat. Merujuk pada data Korlantas Polri, tercatat 21.463 truk terlibat kecelakaan pada tahun 2021. Jumlah ini meningkat menjadi 24.638 kasus pada tahun 2022, dan kembali naik menjadi 26.294 kejadian pada tahun 2023.
Pemerintah daerah perlu menyelenggarakan pelatihan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan tambahan kepada para pengemudi angkutan barang agar mereka lebih memahami regulasi lalu lintas yang berlaku, standar keselamatan berkendara, serta teknik-teknik mengemudi yang efektif dan efisien.
Secara garis besar materi pelatihan mencakup :
- Regulasi lalu lintas dan peraturan terkait angkutan barang;
- Teknik mengemudi defensive dan responsif terhadap kondisi jalan;
- Pre-trip inspection dan merencanakan perjalanan;
- Tata cara pemuatan angkutan barang;
- Etika dan Tanggung jawab pengemudi terhadap keselamatan diri dan orang lain di jalan.
Selain itu, dalam sesi praktik dengan simulator, para peserta juga akan diberi kesempatan untuk melakukan simulasi pengemudian dalam kondisi yang berbahaya atau menantang, seperti pada saat hujan lebat, jalan yang licin dan medan jalan yang menanjak dan menurun serta berliku. Serta pelatihan terkait dengan geografi wilayah dan kondisi jalan.
Menurut SDA, kondisi angkutan darat kini masih banyak pekerja transportasi atau awak kendaraan yang kompetensinya masih rendah. Padahal semestinya pemerintah menerapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara totalitas. Antara lain diamanatkan dalam Pasal 254, Ayat (1) UU tersebut berbunyi ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan dan pelatihan bagi tenaga mekanik dan pengemudi”. Namun hingga kini pasal diatas belum dijalankan dengan baik.
“Peran Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk pengemudi angkutan massal yang merupakan bukti formal bahwa seorang pengemudi telah memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan oleh industri transportasi dan diakui secara nasional belum optimal. Sertifikasi ini sebenarnya menunjukkan bahwa pengemudi telah melewati proses pelatihan dan penilaian yang memastikan bahwa mereka kompeten dalam menjalankan tugasnya secara profesional, aman, dan efisien,” tutur SDA yang dirinya merupakan Lulusan Institut Teknologi Indonesia (ITI) Tangsel, Prodi PWK ( Perencanaan Wilayah dan Kota).
SDA titip pesan kepada penulis untuk disampaikan kepada Kawan-kawan pekerja transportasi bahwa pentingnya menjaga kesehatan kerja agar tidak terjadi kondisi yang fatal saat beroperasi di jalan raya. Faktor ergonomi untuk pengemudi perlu diterapkan. Selama ini ada masalah penting yang sering luput dari perhatian, yakni adanya ketidaknyamanan bagi pengemudi bus atau truk sehingga cepat mengalami kelelahan.
Hal diatas diakibatkan oleh masalah ergonomi pada kabin pengemudi bus. Untuk itu perlu menerapkan kabin pengemudi bus yang ergonomis menurut kondisi fisik rata-rata orang Indonesia. Agar kabin pengemudi bus menjadi ergonomi sebaiknya dilakukan analisa terhadap kursi, pedal, setir, dashboard, display, panel, dan sebagainya.
Ada beberapa aspek teknis yang bisa berakibat fatal. Yakni terkait dengan standardisasi terhadap chassis, sistem kemudi, tangki bahan bakar, panel kontrol unit elektronik dan lain-lain. Yang mana komponen diatas dibuat langsung oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) atau pabrikan. Disinyalir ada pihak karoseri yang melakukan perubahan berarti tanpa ada rekomendasi atau sertifikasi. Selain itu pihak karoseri juga sering mengubah dimensi keseluruhan kendaraan tanpa mengikuti ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: Ketentuan Kirim Artikel ke Ayobandung.id, Total Hadiah Rp1,5 Juta per Bulan
Secara sederhana ergonomi adalah studi tentang efisiensi orang-orang di lingkungan kerja mereka. Studi ini mempertimbangkan kebutuhan fisik seseorang dan cara menyesuaikan, mengatur, atau menata lingkungan mereka untuk kondisi yang lebih baik dan lebih aman.
Ada beberapa tips agar pengemudi tetap sehat saat bertugas. Menjaga tubuh tetap terhidrasi adalah kuncinya. Perlu disadari bahwa otot kita membutuhkan air dan nutrisi yang tepat untuk berfungsi dan pulih. (TS)