AYOBANDUNG.ID - Kota Bandung berubah mencekam pada Jumat, 29 Agustus 2025. Hujan sore itu gagal menurunkan suhu amarah yang menggelegak di Jalan Diponegoro. Ribuan orang, sebagian mengenakan jaket hijau ojek online dan sebagian lainnya berbalut almamater kampus, berkumpul di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Mereka membawa satu tuntutan yang sama: keadilan untuk Affan Kurniawan, pengemudi ojek online di Jakarta yang tewas setelah dilindas kendaraan taktis Brimob.
Demostrasi yang dimulai sejak sekitar pukul 14.00 WIB itu menjelma menjadi 13 jam penuh ketegangan. Kota seolah lumpuh di satu titik. Sirene meraung, gas air mata meletup, batu berhamburan, hingga api menjilat bangunan. Dari sore hingga dini hari keesokan harinya, Bandung menyaksikan salah satu demonstrasi paling dramatis dalam satu dekade terakhir.
“Tuntutan kami hanya satu, keadilan,” kata Sandi, 32 tahun, seorang pengemudi ojek online.
Gelombang massa mulai berdatangan sejak pukul 13.30 WIB. Ada yang datang dari arah Gedung Sate, ada pula dari Jalan Trunojoyo. Mereka berjalan sambil menyanyikan lagu Buruh Tani berulang-ulang, lagu yang sering menjadi mars gerakan perlawanan. Begitu tiba di depan gerbang DPRD, suasana sudah tegang. Barisan polisi yang berjaga mundur beberapa langkah, dikejar puluhan orang. Botol air mineral, kayu, dan batu beterbangan ke arah aparat.
Di sela kepulan asap flare merah yang dinyalakan, pekikan sumpah mahasiswa menggema. Massa menutup total Jalan Diponegoro. Dari arah Gasibu, kendaraan dialihkan ke Jalan Banda, sementara dari arah Sulanjana diarahkan ke Trunojoyo. Lalu lintas Bandung seketika macet, menyisakan hanya suara orasi, sirene, dan dentuman keras yang entah berasal dari petasan atau ledakan gas air mata.
“Saya sebagai masyarakat Indonesia mengutuk keras polisi yang seakan tidak punya hati nurani. Melindas teman saya, saudara saya, hingga meninggal. Tolong diusut tuntas semuanya,” kata Gusti, pengemudi ojol lain.
Baca Juga: Mengapa Mereka Menjadi Sangat Marah?
Hujan sempat turun sekitar pukul 14.30, membasahi kawat berduri dan wajah massa yang basah keringat. Namun bukannya bubar, kerumunan justru semakin menebal. Dari berbagai kampus di Bandung, mahasiswa berdatangan. Videotron di depan DPRD berulang kali jadi sasaran lemparan. Beberapa orang mencoba memanjat tembok sisi kanan gedung, sementara gerbang utama yang dipasangi kawat berduri terus didorong.
Sekitar pukul 15.30, aksi serupa juga berlangsung di Mapolda Jabar. Ratusan mahasiswa menggelar orasi mengecam kematian Affan. Sempat terjadi dorong-dorongan di depan gerbang Mapolda, tapi mereda setelah polisi menahan diri. Massa kemudian bergerak menuju Gedung Sate, lalu bergabung kembali dengan kerumunan di DPRD menjelang sore.

Jelang malam, situasi di DPRD kian panas. Letupan gas air mata dari halaman gedung membuat ratusan orang merasakan perih di mata dan sesak napas, sesak napas dan mata perih. Tim medis dari Universitas Islam Bandung (Unisba) mendirikan posko darurat di sekitar lokasi.
“Kami membuat triase darurat untuk memilah korban berdasarkan tingkat kegawatannya, mana yang urgent, bisa ditunda, atau yang tergolong ringan,” kata Fajar Awalia Yulianto, Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Unisba. Catatan medis menunjukkan, hingga pukul 18.30 jumlah korban mencapai 208 orang, mayoritas karena sesak akibat gas air mata.
Di tengah kekacauan itu, api tiba-tiba muncul dari arah Wisma MPR RI yang berdiri di samping Gedung DPRD. Diduga bangunan itu dianggap sebagai tempat persembunyian aparat. Sejumlah orang berusaha membobol pintu, sementara lainnya berteriak menyelamatkan seseorang yang terjebak di dalam. Api menjalar cepat, menambah kepanikan malam itu.
Baca Juga: Kisah Siti Fatimah: Intel Cilik yang Menjadi Saksi Agresi Militer Belanda
Di jalanan, lemparan batu tak henti menghujani. Seorang mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, Ilham Renal mengalami luka tusuk di punggung. Tusukan itu membuat paru-paru kirinya kolaps. Ia dilarikan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. “Paru-paru kirinya tidak berfungsi, jadi harus operasi segera,” kata seorang relawan medis.

Di sisi lain, polisi juga tak luput jadi korban. “Tiga orang (luka) dan dua orang dilarikan ke RS Sartika Asih karena harus ada jahitan karena lemparan batu,” kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, Sabtu 30 Agustus 2025.
Hingga pukul 23.00, suasana masih belum sepenuhnya reda. Tidak hanya Wisma MPR RI yang terbakar, tapi juga rumah makan Sambara, satu rumah warga di Jalan Gempol, serta dua kantor bank di kawasan Dago. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengatakan, ada lima bangunan rusak berat. Sejumlah fasilitas umum, termasuk lampu lalu lintas, ikut hancur. Bahkan, beberapa ruas jalan aspal hangus terbakar.
Hingga larut malam aksi tak kunjung reda. Massa masih menyalakan berkerumun. Baru sekitar pukul 03.00 WIB, Sabtu dini hari, situasi mulai mereda. Namun sisa-sisa kerusakan terlihat jelas: kaca pecah berserakan, kawat berduri rebah, jalan penuh batu dan arang.
Keesokan harinya, polisi bergerak cepat. Polda Jabar menangkap sedikitnya 65 orang yang disebut biang ribut dalam aksi solidaritas itu. Status Siaga 1 diberlakukan di seluruh jajaran kepolisian Jawa Barat.
“Berarti seluruh personel Polres, personel Polda itu berada di mako, semuanya untuk siaga memantau situasi perkembangan,” kata Kombes Hendra.
Gelombang Protes Lawan Despotisme
Gelombang aksi protes massa ini sendiri dipantik oleh kekecewaan rakyat yang sedang bertungkus-lumus mempertahankan hidup di tengah gejolak ekonomi yang justru dihadapkan dengan tindak tanduk congkak kelompok elit. Kabar kenaikan gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi pemicu awal. Belum reda perbincangan publik soal itu, beredar pula video sejumlah anggota dewan bernyanyi dan berjoget. Di layar gawai, gambar mereka tampil riang. Di lapangan, rakyat masih berkutat dengan harga pangan, upah murah, dan pekerjaan tak pasti.
Ketegangan itu mulanya pecah pada 25 Agustus 2025. Ribuan mahasiswa memimpin aksi di depan Gedung DPR Senayan. Dari spanduk dan pengeras suara, suara-suara tuntutan bersahut-sahutan. Mereka tak hanya menolak kenaikan gaji dewan, melainkan juga mendesak mundurnya Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Daftar tuntutan meluas: pembubaran DPR, pembatalan proyek penulisan ulang sejarah, penolakan Rancangan Undang-Undang Anti Pemerasan, hingga desakan agar Fadli Zon diadili atas pernyataannya yang menolak mengakui tragedi perkosaan massal 1998. Transparansi gaji DPR dan pembatalan tunjangan perumahan pun masuk dalam agenda.
Beberapa hari kemudian, giliran buruh turun ke jalan. Pada 28 Agustus, massa pekerja dari berbagai serikat menggelar demonstrasi besar-besaran. Mereka menolak upah murah, menuntut penghapusan outsourcing, kenaikan upah minimum, dan penghapusan pajak atas tunjangan hari raya serta pesangon. “Omnibus Law harus dicabut,” teriak orator dari atas mobil komando.
Baca Juga: Meme Mahasiswa ITB Tak Lulus Sensor Kekuasaan
Protes itu berlangsung damai hingga sore. Namun, ketika tuntutan tak kunjung dijawab anggota DPRD, ketegangan pecah. Aparat menembakkan gas air mata dan menyemprotkan water cannon. Massa terpaksa mundur ke ruas-ruas jalan sekitarnya.

Situasi memburuk malam harinya. Sebuah kendaraan taktis Brimob melaju kencang di kawasan Pejompongan. Alih-alih membubarkan kerumunan, mobil itu menabrak pengemudi ojek online. Rekamannya tersebar di media sosial, memantik kemarahan baru. Ribuan orang bergerak ke markas Brimob, menuntut pelaku ditindak.
Di tengah panasnya situasi, komentar Ahmad Sahroni, anggota Komisi III DPR, menyulut api. Ia menyebut rakyat “bodoh” karena menyerukan pembubaran DPR. Tak lama kemudian, rumah Sahroni di Jakarta Utara diserbu demonstran. Perabotan dan kendaraan di dalamnya hancur. Aksi serupa menyasar kediaman politikus cum seleb Eko Patrio dan Uya Kuya. Rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani juga jadi sasaran.
Kerusuhan menyebar ke berbagai kota. Di Jakarta, Tangerang, Surabaya, hingga Bandung, massa terus turun ke jalan. Di antara kerumunan, muncul kelompok-kelompok tak dikenal yang bertindak brutal. Mereka membakar halte busway, merusak fasilitas umum, bahkan melumpuhkan jalur tol.