AYOBANDUNG.ID -- Natanael Charis tak pernah menyangka bahwa kopi, yang selama bertahun-tahun menjadi teman setianya di Eropa, justru memberinya pengalaman pahit saat kembali ke tanah air.
Setiap tegukan kopi olahan Indonesia selalu berujung sakit perut, hal yang tak pernah dialaminya meski menikmati tiga hingga empat cangkir kopi sehari di Eropa. Baginya, ada sesuatu yang janggal dan rasa penasaran itu tak bisa ia biarkan begitu saja.
Sebagai seorang fotografer yang banyak menghabiskan waktu di luar negeri, Natanael terbiasa dengan aroma dan cita rasa kopi yang menemaninya bekerja.
Saat kembali ke Indonesia, ia mendapati bahwa kopi yang diminumnya di sini seharusnya tak jauh berbeda dari yang ia temui di Eropa bahkan sama-sama menggunakan biji kopi Nusantara seperti Toraja dan Sumatera.
"Jadi ide awalnya itu karena rasa penasaran. Apa sih yang salah dengan kopi di Indonesia ini?" ungkap Natanael saat ditemui Ayobandung di salah satu kedainya.
Rasa ingin tahu itu membawa Natanael lebih dalam ke dunia kopi. Ia pun memutuskan untuk mengikuti kursus barista di Eropa, untuk menggali lebih jauh tentang proses olahan kopi dan rahasia di balik perbedaan cita rasanya. Hingga akhirnya, ia menemukan jawabannya.
"Rupanya asal sakit perut yang selalu saya rasakan pas minum kopi itu, karena saya enggak kuat minum robusta," akunya.
Namun, temuan itu bukan akhir dari kisahnya. Bukannya menjauhi dunia kopi, Natanael justru semakin jatuh cinta dengan kopi. Ia juga bertekad untuk menyelesaikan masalah ini, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk dunia kopi Indonesia.
Alhasil pada tahun 2006, Natanael membangun bisnis Morning Glory Coffee Shop, sebuah kedai yang lahir dari kegelisahannya terhadap kualitas kopi olahan yang ia temui di Indonesia.
Namun, usaha Natanael ini tak berjalan mulus begitu saja. Pasokan biji kopi berkualitas kala itu masih sulit didapat. Para petani kopi dulu belum mendapatkan edukasi yang cukup tentang cara menanam dan mengolah biji kopi dengan baik.
"Kadang kalau saya yang ngajarin, malah saya yang jadinya kena komplain," kenang Natanael.
Namun, ia tidak menyerah. Ia menyadari bahwa perubahan besar membutuhkan fondasi yang kuat dan itu harus dimulai dari sumbernya. Maka, pada tahun 2008, Natanael menginisiasi workshop untuk para petani kopi, terutama di daerah Jawa Barat, agar mereka dapat memahami cara memproduksi kopi berkualitas tinggi.
Tak perlu waktu lama hingga usaha kerasnya membuahkan hasil. Tahun 2009 menjadi titik balik ketika kopi hasil petani binaannya berhasil dibawa ke Australia untuk pertama kalinya.
Namun, tantangan berikutnya tak kalah berat. Banyak pembeli internasional yang ingin mendapatkan kopi dengan harga sangat rendah, terkadang tak sepadan dengan kerja keras petani.
Natanael tak tinggal diam. Demi membantu pemasaran kopi para petani, Morning Glory dikembangkan dengan konsep franchise, sehingga tak hanya menjadi kedai kopi biasa, tetapi juga menjadi jembatan bagi petani untuk menjual hasil panen mereka dengan harga yang lebih layak.
"Makanya Morning Glory fokus juga kepada petani dan hasil taninya. Bagaimana mengedukasi dan memberi literasi agar para petani ini bisa menghasilkan kopi terbaik yang nanti berpengaruh ke harga jual kopi mereka," jelasnya.
Sejak tahun 2008, Natanael tak pernah berhenti mengembangkan ekosistem kopi yang lebih baik. Setiap tahunnya, ia mendampingi berbagai kelompok tani, mengedukasi mereka tentang metode terbaik dalam menanam dan mengolah biji kopi.
Dari Pangalengan, Kabupaten Bandung, hingga kaki Gunung Papandayan, Cikajang, Garut. Dari petani kopi di Sumedang, Lembang, Gunung Halu, Kertasari, hingga daerah lainnya, ia terus bergerak.
Natanael pun bangga saat kopi dari Cisanti berhasil dibawa ke outlet internasional mereka di Sydney. Ia menggambarkan rasa kopi Cisanti sebagai sesuatu yang sangat unik.
"Kopi Cisanti itu terasa seperti ubi Cilembu. Manis banget kayak madu, unik," tambahnya.
Setelah berhasil merintis Morning Glory Coffee Shop hingga tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri, Natanael pun berharap kolaborasinya dengan para petani kopi akan terus berlanjut.
Baginya, kopi bukan sekadar minuman, melainkan sebuah perjalanan rasa hingga berhasil dalam membangun usaha. Dengan secangkir kopi di tangan, ia terus menatap masa depan. Bukan hanya untuknya, tetapi juga untuk para petani kopi Indonesia yang semakin memiliki ruang dan kesempatan untuk berkembang di pasar global.