Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 17 Okt 2025, 17:36 WIB
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)

Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Orang Bandung menyebutnya “Preanger” dengan nada akrab, seolah bangunan tua itu adalah kerabat jauh yang sudah lama tinggal di kota. Di balik temboknya yang tebal dan jendela kayu yang tua, tersimpan jejak zaman ketika kaum kolonial Belanda mencari kenyamanan di dataran tinggi Priangan. Dari herberg sederhana hingga hotel megah yang jadi ikon Asia-Afrika, perjalanan panjang Grand Hotel Preanger adalah kisah tentang bagaimana sebuah kota menua, tapi enggan mati.

Segalanya bermula di akhir abad ke-19, di tepi Grote Postweg, jalan besar yang dibangun Daendels dari Anyer ke Panarukan. Kala itu, Bandung belum sebesar sekarang. Ia hanyalah kota kecil yang menjadi tempat singgah para tuan kebun, pegawai kolonial, dan pedagang yang menempuh perjalanan jauh dari Batavia menuju Priangan. Di jalan inilah berdiri sebuah herberg, semacam pesanggrahan sederhana, berdampingan dengan toko milik C. P. E. Loheyde dan sebuah hotel kecil bernama Hotel Thiem.

Seturut conference paper berjudul Grand Hotel Preanger dari Waktu ke Waktu, Sebuah Montase Sejarah gubahan akademisi ITB, Loheyde, yang dikenal sebagai pedagang kebutuhan sehari-hari bagi orang-orang Belanda di Priangan, mungkin tak pernah membayangkan bahwa toko kecilnya akan menjadi cikal bakal hotel termegah di kota ini. Namun, nasib berkata lain. Pada 1897, ia bangkrut. Usahanya jatuh ke tangan W. H. C. van Deeterkom, seorang pengusaha yang melihat potensi besar pada lokasi strategis di pinggir Grote Postweg itu. Deeterkom kemudian membeli pesanggrahan di sebelahnya, menggabungkannya dengan toko dan hotel Loheyde, lalu menjadikannya hotel baru yang lebih besar dan megah.

Baca Juga: Hikayat Soldatenkaffee Bandung, Kafe NAZI yang Bikin Heboh Sekolong Jagat

Hotel itu diberi nama Hotel Preanger, serapan dari kata Priangan sebagai wilayah pegunungan yang menjadi jantung tanah Pasundan. Nama itu bukan sekadar sebutan geografis, tapi juga simbol keanggunan dan kesejukan Bandung kala itu. Para bangsawan Belanda dari perkebunan di sekitar Garut, Sukabumi, hingga Tasikmalaya, menjadikan hotel ini sebagai tempat peristirahatan favorit. Di ruang-ruang tamunya, wangi teh Priangan bercampur dengan aroma cerutu Havana, sementara denting piano di lobi menemani percakapan politik dan bisnis kolonial.

Tapi Bandung di awal abad ke-20 bukan sekadar kota peristirahatan. Ia mulai berubah. Seiring berkembangnya jalur kereta dan kebijakan politik etis, kota ini menjadi magnet baru bagi kaum elit Eropa. Hotel Preanger pun ikut bertransformasi: dari penginapan sederhana menjadi simbol kemewahan kolonial.

Dari Soekarno hingga Konferensi Asia Afrika

Pada 1920, Deeterkom memutuskan untuk memperbesar skala hotel. Ia ingin bangunan yang bukan hanya nyaman, tetapi juga mencerminkan prestise kaum kolonial di jantung Bandung. Maka ia memanggil arsitek ternama, C. P. Wolff Schoemaker, untuk merancang ulang bangunan tersebut. Schoemaker, yang kelak dikenal sebagai pelopor gaya Art Deco di Hindia Belanda, mengubah wajah Hotel Preanger menjadi lebih modern dan berkelas.

Yang membuat sejarah hotel ini semakin menarik adalah kehadiran seorang asisten muda dalam proses perancangannya: seorang mahasiswa teknik sipil dari Technische Hoogeschool te Bandoeng bernama Sukarno. Ya, calon presiden pertama Republik Indonesia itu pernah menjadi juru gambar bagi proyek renovasi Grand Hotel Preanger pada 1929. Di bawah bimbingan Schoemaker, Sukarno belajar bukan hanya tentang garis dan sudut, tetapi juga tentang estetika, modernitas, dan simbolisme kekuasaan.

Bayangkan: di ruang kerja kecil yang dipenuhi kertas kalkir dan tinta hitam, Sukarno muda menggambar ulang wajah hotel yang berdiri di bawah kekuasaan kolonial yang kelak akan menjadi saksi bagi perjuangan bangsanya.

Baca Juga: Dari Hotel Pos Road ke Savoy Homann, Jejak Kemewahan dan Saksi Sejarah Pembangunan Kota Bandung

Hotel Preanger di Bandung saat ini. (Sumber: Wikimedia)
Hotel Preanger di Bandung saat ini. (Sumber: Wikimedia)

Ketika renovasi selesai, Grand Hotel Preanger menjelma menjadi bangunan yang megah. Para tamu dari Batavia, Surabaya, hingga Singapura datang untuk menikmati kemewahan dan kesejukan Bandung. Dari balkon hotel, mereka memandang ke arah selatan, ke jalan yang kelak bernama Asia Afrika, yang saat itu masih sepi dan dihiasi pepohonan trembesi.

Tapi, sejarah memiliki cara sendiri untuk membalikkan keadaan. Setelah masa pendudukan Jepang dan revolusi kemerdekaan, Grand Hotel Preanger berganti peran. Ia tak lagi sekadar tempat para kolonial berlibur, tapi menjadi ruang singgah para diplomat dan pemimpin bangsa yang baru lahir. Pada pertengahan 1950-an, hotel ini menjadi salah satu lokasi penting menjelang perhelatan besar: Konferensi Asia Afrika 1955.

Bandung kala itu penuh semangat dan kegelisahan. Kota kecil di dataran tinggi Jawa Barat tiba-tiba menjadi pusat perhatian dunia. Para pemimpin dari 29 negara Asia dan Afrika datang ke kota ini untuk merumuskan solidaritas dunia ketiga. Di antara mereka ada Sukarno, Zhou Enlai, Jawaharlal Nehru, Gamal Abdel Nasser, hingga U Nu. Banyak dari mereka menginap di Grand Hotel Preanger. Hotel yang dulu pernah digambar Sukarno muda, kini menjadi tempat ia menyambut tamu-tamu besar dunia.

Dari jendela kamar-kamar hotel, lampu-lampu Asia Afrika berkelap-kelip di malam hari. Barangkali di sanalah, di antara secangkir teh dan laporan konferensi, sejarah dunia ketiga dirancang dengan semangat Bandung.

Hotel Preanger di Bandung Kiwari

Setelah era kolonial dan revolusi berlalu, Hotel Preanger tetap berdiri tegak di tengah perubahan zaman. Ia mengalami banyak renovasi, tetapi selalu dengan satu prinsip: mempertahankan identitas sejarahnya. Tahun 1988, misalnya, hotel ini menambah menara setinggi sepuluh lantai untuk menampung lebih banyak tamu. Tapi, desainnya tetap menghormati gaya lama: Art Deco yang elegan, simbol kemewahan masa lalu yang kini berpadu dengan modernitas.

Kendati begitu, bukan hanya bentuk fisik yang menjadikannya istimewa. Grand Hotel Preanger adalah semacam kapsul waktu Bandung. Ia menyimpan cerita-cerita kecil yang tak tertulis di buku sejarah tentang pertemuan rahasia para pejabat kolonial, pesta dansa di masa Belanda, atau perbincangan diplomatik di tahun 1955. Setiap ruangnya punya gema masa lalu: dari restoran dengan lampu gantung besar hingga tangga spiral yang masih kokoh sejak masa Schoemaker.

Baca Juga: Sejarah Masjid Cipaganti Bandung, Dibelit Kisah Ganjil Kemal Wolff Schoemaker

Kini, di bawah manajemen modern dan nama baru, Prama Grand Preanger, hotel ini tetap menjadi salah satu landmark utama Bandung. Di dalamnya bahkan ada museum kecil yang memamerkan foto-foto lama, perabot kuno, dan dokumentasi sejarah hotel dari masa ke masa.

Bandung kini barang tentu sudah berubah. Gedung-gedung tinggi menjulang dan Jalan Asia Afrika penuh mobil dan turis. Tetapi Grand Hotel Preanger tetap menjadi pengingat bahwa di kota ini, sejarah tidak pernah benar-benar pergi.

Hotel ini bukan sekadar tempat menginap. Ia adalah saksi hidup dari perubahan sosial, politik, dan budaya selama lebih dari satu abad. Dari masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, revolusi kemerdekaan, hingga masa globalisasi kini, Grand Hotel Preanger selalu berada di sana, berdiri di jantung Bandung, menatap perubahan zaman dengan tenang.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:02 WIB

Bandung untuk Mobil Pribadi atau Bandung untuk Warga?

Kota yang terlalu banyak bergantung pada kendaraan adalah kota yang rentan.
Warga bersepeda di kawasan Alun-alun Bandung. (Sumber: Arsip pribadi | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 10 Des 2025, 20:02 WIB

Ketika Pekerja Kehilangan Rasa Aman: PHK Menguak Luka Sosial yang Jarang Terlihat

Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial.
Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 19:51 WIB

Karya Anak Muda Bandung yang Hadirkan Identitas dalam Brand Fashion Berjiwa Bebas

Brand lokal ini membawa semangat bebas dan berani, mewakili suara anak muda Bandung lewat desain streetwear yang penuh karakter.
Tim urbodycount menata koleksi kaos edisi terbaru di atas mobil sebagai bagian dari proses pemotretan produk di Buahbatu Square Jl.Apel 1 NO.18, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) (Sumber: Rahma Dewi | Foto: Rahma Dewi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 18:19 WIB

Soerat Imadjiner oentoek Maurenbrecher

Sebuah inspirasi unutk Wali Kota Bandung dan wakilnya, demi kemajuan Bandung.
Suasana Jalan Asia Afrika (Groote Postweg) Kota Bandung zaman kolonial Belanda. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 17:34 WIB

Sibuk Romantisasi Tak Kunjung Revitalisasi, Angkot Kota Bandung 'Setengah Buntung'

Kritik dan Saran terhadap Wali Kota Bandung terkait revitalisasi angkot Bandung.
Angkot Kota Bandung yang mulai sepi peminat di Dipatiukur, (7/12/2025). (Foto: Andrea Keira)
Ayo Jelajah 10 Des 2025, 17:03 WIB

Hikayat Terminal Cicaheum, Gerbang Perantau Bandung yang jadi Sarang Preman Pensiun

Sejarah Terminal Cicaheum sebagai pintu perantau Bandung. Terminal ini hidup abadi lewat budaya populer Preman Pensiun saat fungsi aslinya perlahan menyusut.
Suasana Terminal Cicaheum, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 16:26 WIB

Untuk Siapa Sebenarnya Sidewalk Diperuntukkan?

Keberadaan trotoar yang layak dan aman dapat mendorong masyarakat untuk lebih banyak berjalan kaki serta mengurangi kemacetan dan polusi.
Trotoar di Jalan Braga yang dipenuhi PKL. (Foto: Author)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:30 WIB

Sarana Bus Trans Metro Jabar Terus Meningkat, Halte Terbengkalai Tak Diperhatikan Wali Kota Bandung?

Di balik itu Metro Jabar Trans banyak disukai warga, beberapa halte malah dibiarkan terbengkalai.
Prasarana halte di daerah Mohamad Toha yang terlihat banyak coretan dan kerusakan tak terurus menyebabkan ketidaknyamanan bagi penumpang, pada 30 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nufairi Shabrina)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:13 WIB

Penumpukan Sampah di Ujung Berung Sudah Tidak Terkendali, Warga Mulai Kewalahan

Artikel ini membahas tentang kondisi kebersihan yang ada di Kota Bandung terutama di Ujung Berung.
Penumpukan sampah terlihat berserakan di di Jalan Cilengkrang, Kawasan Ujung Berung, pada Senin, 1 Desember 2025 pukul 07.30 WIB. (Foto: Sumber Muhamad Paisal). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Muhamad Paisal)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:37 WIB

Masa Depan Bandung Antara Julukan Kota Kreatif dan Problematika Urban

Kota Bandung telah lama dikenal sebagai kota kreatif atau dengan julukan Prestisius (Unesco City of Design).
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk tapi juga ruang hidup yang terus berdenyut dengan  semangat pluralisme dan kreativitas. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Titania Zalsyabila Hidayatullah)
Beranda 10 Des 2025, 12:37 WIB

Belasan Jurnalis Dalami Fungsi AI untuk Mendukung Kerja Redaksi

Inisiatif ini ditujukan untuk memperkuat kemampuan jurnalis Indonesia, khususnya dalam verifikasi digital lanjutan, investigasi, serta pemanfaatan berbagai teknologi AI generatif.
Training of Trainers (ToT) "AI for Journalists".
di Hotel Mercure Cikini, Jakarta.
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:22 WIB

Cager, Bager, Bener: Filosofi Sopir Online Bandung di Jalanan Kota

Mengutamakan profesionalisme serta nilai-nilai saling menghormati agar perjalanan tetap nyaman dan aman setiap hari.
Seorang driver online tengah tersenyum ramah menunggu penumpangnya di tengah keramaian jalanan, menerapkan nilai cageur, bager, bener dalam layanan transportasi – Bandung, Sabtu (01/11/2025) (Foto: Bunga Kemuning A.D)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 10:29 WIB

Batagor dan Baso Cuankie Serayu, Kuliner Sederhana yang Selalu Ramai di Cihapit

Batagor dan Cuankie Serayu masih mempertahankan daya tariknya hingga kini.
Suasana Antre Batagor dan Baso Cuankie Serayu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Miya Siti Nurimah)
Beranda 10 Des 2025, 09:42 WIB

Jomlo Menggugat: Saat Urusan Personal Berubah Jadi Persoalan Sosial

Di berbagai fase hidupnya, perempuan tetap saja berhadapan dengan ekspektasi sosial yang meminta mereka mengikuti nilai-nilai yang sudah lama tertanam.
Ilustrasi (Sumber: Pixabay | Foto: congerdesign)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 08:44 WIB

Akhir Pekan di Bandung Bukan Wisata, tetapi Ujian Kesabaran di Tengah Arus Padat

Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan
Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan. (Dok. Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 07:41 WIB

Knalpot Bising: Dari Keluhan Masyarakat hingga Harapan Kota Tenang

Knalpot bising masih mengganggu warga Bandung. Razia yang tidak konsisten membuat pelanggar mudah lolos.
Suara bising nan kencang memantul di jalanan hingga membuat kita tak terasa tenang. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 20:00 WIB

Beban Hidup Mencekik dan Tingginya Pengangguran Bukti Kegagalan Wali Kota Bandung?

Kenaikan biaya hidup dan syarat kerja tidak masuk akal memperparah 100 ribu pengangguran di Bandung.
Tingginya angka pengangguran memaksa warga Bandung beralih menjadi pekerja serabutan. (Sabtu, 06 Desember 2025). (Sumber: Penulis | Foto: Vishia Afiath)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 19:53 WIB

Tanggapan Wisatawan tentang Kualitas Fasilitas Bandros di Bandung

Kritik serta saran mengenai fasilitas bandros yang ada di Kota Bandung.
Bandros di Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis)