Geger Bandung 1934, Pembunuhan Berdarah di Rumah Asep Berlian

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Jumat 06 Jun 2025, 13:58 WIB
Mintarsih, Komariah, dan Maliah merupakan tiga dari lima korban dalam tragedi pembunuhan brutal di kediaman Asep Berlian. (Sumber: Sin Po, 9 Februari 1935)

Mintarsih, Komariah, dan Maliah merupakan tiga dari lima korban dalam tragedi pembunuhan brutal di kediaman Asep Berlian. (Sumber: Sin Po, 9 Februari 1935)

AYOBANDUNG.ID - Kalau di Batavia ada tragedi Rumah Pondok Gede atau peristiwa pembantaian Jalan Kramat, maka di Bandung ada “Geger Bandung”, begitu Her Suganda menjulukinya. Sedangkan Haryoto Kunto menyebutnya “Guyur Bandung”. Nama boleh beda, tapi peristiwanya satu: pembunuhan sadis di rumah janda Asep Berlian, Kebonkalapaweg (kini Kebon Kalapa), pada suatu malam di bulan Juli 1934.

Tiga orang tewas dengan kepala remuk oleh hantaman linggis. Dua lainnya luka berat. Perkaranya ribut warisan dan gosip asmara. Pelakunya diduga cuma satu: seorang remaja berumur 18 tahun bernama Tarmidi. Tapi, seperti banyak perkara berdarah di masa kolonial, pertanyaan tentang siapa sesungguhnya otak pembantaian ini masih menyisakan kabut.

Harian Sipatahoenan menerbitkan reportase berseri mengenai pembunuhan tersebut. Surat kabar berbahasa Sunda yang pertama kali mengangkat berita ini secara detail menulis bahwa kondisi korban menunjukkan pola serangan brutal dan sistematis. “Siga geus dipigawe ku nu biasa maehan,” tulis wartawan Sipatahoenan edisi 24 Juli 1934.

Yang bikin geger: rumah itu milik keluarga Kiagoes Asep Abdoellah, lebih dikenal dengan nama Asep Berlian, seorang tuan tanah dan saudagar besar yang masih keturunan bangsawan Palembang. Ia dikenal punya banyak rumah, tanah, dan empat orang istri. Rumah-rumah ini milik para istri dan kerabat Asep yang hidup berdekatan.

Dalam laporan bertajuk "Drama Anoe Pohara Kedjemna" di Harian Sipatahoenan edisi Sabtu, 21 Juli 1934, disebutkan lima orang yang jadi korban sedang berada dalam kompleks rumah saat kejadian, sementara Kiagoes Tamim, adik Asep, sedang pergi ke Garut untuk ikut lomba pacuan kuda dan ngabedahkeun (panen ikan).

Tiga dari lima korban meninggal. Yang pertama adalah Nji Ajoe Maliah (istri dari Kiagoes Tamim), yang ditemukan meninggal di tempat dengan luka parah di kepala. Korban kedua adalah Ma Entjah, seorang pembantu rumah tangga, yang juga tewas seketika di lokasi kejadian. Korban ketiga, Komariah, istri ketiga Asep Berlian, sempat dilarikan ke rumah sakit namun akhirnya meninggal akibat luka berat yang dideritanya.

Sementara itu, dua korban lainnya mengalami luka parah namun berhasil selamat, yakni Mintarsih, istri pertama Asep Berlian, yang mengalami luka serius di bagian kepala, dan Raden Sapri, adik laki-laki Mintarsih yang masih berusia anak-anak, yang juga mengalami luka berat. Kelima korban diserang dengan senjata linggis dalam kondisi tertidur atau saat baru terbangun menjelang subuh.

Peristiwa jahanam tersebut mulanya diketahui tetangga mereka, seorang bernama Raden Soemantri. Sekitar pukul 03.30 dini hari, dia mendengar jeritan dan suara gaduh dari rumah tersebut. Ia mencoba mengetuk pintu, tapi tak ada yang menjawab.

Karena merasa ada sesuatu yang tidak beres, ia kembali ke rumah mengambil tombak, lalu kembali lagi bersama pembantunya. Tak berani masuk sendiri, ia mencari bantuan. Kebetulan ada seorang polisi sedang patroli, dan akhirnya datanglah bala bantuan dari Mantri Politie Kring I di Gang Asmi.

Dengan masuk dari jendela yang tidak terkunci, petugas dan warga menemukan pemandangan mengerikan. Maliah ditemukan tak bernyawa di kamar, kepalanya retak dan tangan kirinya luka parah. Komariah, yang masih bernapas, segera dilarikan ke rumah sakit, namun meninggal kemudian karena luka berat di kepala dan lengan. Ma Entjah juga ditemukan tewas. Mintarsih dan anaknya, Apit, masih hidup dengan luka-luka berat di kepala dan wajah.

Linggis sepanjang satu meter ditemukan di halaman belakang, berlumuran darah. Barang-barang dari kamar seperti bantal, kasur, baju tidur, semuanya basah oleh darah. Petugas forensik Belanda kala itu menyimpulkan luka para korban berasal dari benda tumpul yang berat.

Tarmidi, remaja pembantu di rumah itu, langsung menjadi buruan. Ia tak terlihat sejak dua hari sebelumnya. Petugas mencurigai keterlibatannya karena ia mengenal betul tata letak rumah dan bahkan bisa mengurung anjing penjaga keluarga itu yang biasanya galak. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku adalah orang dalam rumah.

Tarmidi akhirnya ditangkap oleh dua polisi, Oemen dan Radjimin, di Regentsweg (kini Jalan Wastukencana). Ia tak melakukan perlawanan. Dalam pemeriksaan awal, ia mengaku sebagai pelaku tunggal. Polisi sempat meragukan pengakuan ini.

Tarmidi disebut sebagai tersangka utama dalam kasus ini, sementara rumah korban di Kebonkalapaweg menjadi pusat perhatian dan ramai didatangi warga. (Sumber: (Sipatahoenan, 25 Juli 1934)
Tarmidi disebut sebagai tersangka utama dalam kasus ini, sementara rumah korban di Kebonkalapaweg menjadi pusat perhatian dan ramai didatangi warga. (Sumber: (Sipatahoenan, 25 Juli 1934)

Seorang pemuda bertubuh kurus tampak mustahil bisa memukuli lima orang dengan linggis berat secara berurutan. Namun, pengakuan itu akhirnya diterima, walaupun hingga kini tak ditemukan berita lanjutan soal hasil pengadilannya.

Cinta Segitiga atau Perkara Warisan?

Soal motif, ada beberapa versi yang beredar. Versi paling banyak dikutip berasal dari pengakuan Tarmidi sendiri. Ia disebut jatuh cinta kepada Komariah. Malam sebelum kejadian, ia mendengar pembicaraan antara Mintarsih dan Komariah soal rencana lamaran dari seorang pria bernama Oetja.

Komariah kemungkinan sudah berstatus janda dari Asep Berlian saat pembunuhan terjadi. Menurut Her Suganda, Asep wafat pada 1936, namun Sipatahoenan menyebutkan bahwa ia meninggal beberapa bulan sebelum tragedi, kemungkinan besar masih di 1934 atau paling lambat 1933.

Tarmidi yang diduga cemburu, keluar rumah dan duduk di Oranjepark (sekarang sekitar Jalan Cikakak) untuk menenangkan diri. Namun saat kembali, pembicaraan soal lamaran itu masih berlangsung. Dalam amarah dan kecemburuan, ia lalu mengambil linggis dan menyerang satu per satu penghuni rumah.

Tapi, Sipatahoenan juga mengutip dugaan lain. Peristiwa ini terjadi tak lama setelah wafatnya Asep Berlian. Harta kekayaan Asep yang luar biasa sedang diperebutkan oleh keluarga dan janda-jandanya.

Sengketa warisan ini bahkan sampai ke pengadilan, dan dua tahun setelah tragedi berdarah itu, belum juga selesai. Ada yang meyakini pembantaian tersebut berkaitan dengan konflik internal keluarga terkait harta warisan, meski hal ini tidak pernah terbukti secara hukum.

”Ti pihak familie noe boga kapentingan tina ieu perkara katjida hesena rek meunang katerangan teh, rereana henteu daek mere katerangan keur soerat kabar. Ti pihak politie nja kitoe deui, djiga pisan sagala oge dirasiahkeun pisan dina sagala laratan teh henteu meunang kanjahoan koe publiek,” tulis Sipatahoenan, 25 Juli 1934.

Setelah tragedi itu, rumah besar milik keluarga Asep di Kebon Kalapa mulai dihindari orang. Konon, bahkan pada siang hari pun warga enggan melintasi depannya. Mereka percaya rumah itu angker, dihuni roh-roh penasaran dari para korban yang dibantai dengan keji.

Isu-isu semacam ini lazim beredar di masa lalu, ketika pengetahuan forensik dan psikologi kriminal belum dikenal luas. Namun, seiring waktu, rumah itu akhirnya dibongkar dan kawasan itu berkembang menjadi kawasan pertokoan dan pemukiman seperti sekarang.

Kini, tak banyak yang tahu bahwa jalan kecil yang melengkung dari Jalan Ahmad Yani menuju Yudhawastu Pramuka I itu pernah menjadi lokasi salah satu tragedi pembunuhan paling berdarah di Bandung era kolonial. Jalan itu dinamai sesuai nama pemilik rumah: Jalan Asep Berlian.

News Update

Ayo Netizen 06 Jun 2025, 18:44 WIB

Merawat Tradisi, Memuliakan Manusia Saat Idul Adha

Setiap tradisi, kepercayaan, dan agama mengajarkan pentingnya pengorbanan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diterima.
Warga saat akan memotong hewan kurban jenis sapi dan domba di Halaman Masjid Lautze 2, Jalan Tamblong, Kota Bandung, Senin 17 Juni 2024. (Sumber: Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi) | Foto: Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi))
Ayo Jelajah 06 Jun 2025, 13:58 WIB

Geger Bandung 1934, Pembunuhan Berdarah di Rumah Asep Berlian

Pembunuhan keji terhadap lima orang di rumah Asep Berlian gegerkan Bandung pada 1934. Motifnya: cinta, cemburu, atau harta?
Mintarsih, Komariah, dan Maliah merupakan tiga dari lima korban dalam tragedi pembunuhan brutal di kediaman Asep Berlian. (Sumber: Sin Po, 9 Februari 1935)
Ayo Netizen 06 Jun 2025, 11:32 WIB

Hidup dalam Gelembung Digital

Filter Bubble membuat kita melihat dunia hanya dari sudut yang kita sukai saja.
Filter Bubble membuat kita melihat dunia hanya dari sudut yang kita sukai saja. (Sumber: cottonbro studio)
Ayo Netizen 06 Jun 2025, 05:38 WIB

Hari Raya Idul Adha Bertepatan Hari Jumat, Tetap Wajibkah Shalat Jumat?

Perkara ini adalah masalah fikhiyah.
Bagaimana bila Idul Adha jatuh tepat pada hari Jum’at? (Sumber: Pexels/Pir Sümeyra)
Ayo Biz 05 Jun 2025, 16:03 WIB

Ember Sampah yang Mengubah Nasib: Kisah Ema Suranta dan Bank Sampah Bukit Berlian

Bukit Berlian mungkin terdengar mewah, tapi aktivitas komunitas ini jauh dari kesan glamor. Anggotanya, yang mayoritas kaum ibu, berurusan dengan sesuatu yang sering dianggap menjijikkan.
Ema Suranta, pendiri komunitas Bukit Berlian (Sumber: PT Permodalan Nasional Madani (PNM))
Ayo Biz 05 Jun 2025, 16:02 WIB

Nyi Empol, Manisan Terung Ungu Warisan Ibu Pilihan Oleh-oleh Garut

Lewat Nyi Empol, Lina Marliana pertahankan manisan terong khas Garut dengan inovasi agar tak kalah saing di pasar oleh-oleh.
Manisan terung ungu Nyi Empol. (Sumber: Instagram @warung_bulienz)
Ayo Netizen 05 Jun 2025, 12:39 WIB

6 Tulisan Orisinal Terbaik Mei 2025, Total Hadiah Rp1,5 Juta untuk Netizen Aktif Berkontribusi

Pengumuman 6 tulisan orisinal terbaik dari netizen yang aktif berkontribusi pada periode Mei 2025.
Dalam tujuan mengapreasiasi kamu yang gemar menulis dengan etika orisinalitas, Ayobandung.id pun memberi total hadiah Rp1,5 juta setiap bulannya. (Sumber: Pexels/Lisa)
Beranda 05 Jun 2025, 10:39 WIB

Polemik Tablet Rp850 Juta untuk DPRD Bandung Barat di Tengah Seruan Efisiensi

DPRD Bandung Barat anggarkan Rp850 juta untuk tablet anggota dewan, ironi di tengah seruan efisiensi dari Presiden.
Ilustrasi tablet. (Sumber: Pexels | Foto: Matheus Bertelli)
Ayo Netizen 05 Jun 2025, 08:42 WIB

Negeri atau Swasta? Potret Ketimpangan Akses dan Kualitas Pendidikan

Benarkah semua sekolah negeri seperti tidak lebih baik dari swasta?
Ilustrasi murid sekolah negeri. (Sumber: Pexels/Yazid N)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 20:22 WIB

Membaca sambil Menikmati Makanan Khas Toko Buku Pelagia

Toko Buku Pelagia merupakan toko yang mengusung konsep kafe dan perpustakaan secara langsung.
Menu makanan Toko Pelagia, Kamis, 29 Mei 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 04 Jun 2025, 17:39 WIB

Dari Hobi ke Kesuksesan: Ria Nirwana dan Perjalanan Kreatifnya

Ria Nirwana memulai langkahnya tanpa pernah menyangka bahwa hobi kecilnya akan membawanya ke industri kreatif yang berkembang hingga ke luar negeri.
Ria Nirwana memulai langkahnya tanpa pernah menyangka bahwa hobi kecilnya akan membawanya ke industri kreatif yang berkembang hingga ke luar negeri. (Sumber: Instagram @rnirwana)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 17:20 WIB

Laki-Laki, Pancingan, dan Stigma Pengangguran

Jika kamu berada di skena pemancing, mungkin kamu merasakan betapa menyebalkan stigma pengangguran melekat terhadap diri mereka.
Ilustrasi memancing. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 04 Jun 2025, 16:03 WIB

Dari Piyama Rumahan ke Panggung Gaya: Kisah Sukses Ckl Looks dan Revolusi Fesyen Santai

Ckl Looks merek lokal yang membawa piyama dari kamar tidur ke panggung gaya, lahir di tengah pasar yang melihat piyama sebagai pakaian semata untuk bersantai di rumah.
Ckl Looks merek lokal yang membawa piyama dari kamar tidur ke panggung gaya. (Sumber: Ckl Looks)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 14:12 WIB

Tips Meningkatkan Kepercayaan Diri Saat Public Speaking

Artikel ini membahas 6 tips praktis mengatasi rasa gugup sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri saat public speaking.
ada lelucon yang menyebut public speaking menduduki tingkat pertama hal yang paling ditakuti oleh orang-orang bahkan melebihi ketakutan akan kematian. (Sumber: Pexels/Rica Naypa)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 11:12 WIB

Ibadah Haji, Momentum Tunduk dan Berserah Diri

Sejatinya Ibadah haji merupakan momentum yang sangat tepat untuk belajar.
Ilustrasi ibadah haji. (Sumber: Pexels/Mido Makasardi)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 09:07 WIB

Ibadah Kurban, antara Kesungguhan dan Batas Kemampuan

Menyambut Idul Adha dengan cinta dan pengorbanan. Sebuah ibadah kurban.
Sapi dan kambing yang akan dikurbankan (Sumber: ayobandung.id)
Ayo Netizen 03 Jun 2025, 19:20 WIB

Mirip Bentuk Tanda Baca Apostrof dan Petik Tunggal, Gunanya Ternyata Beda

Bicara tentang apostrof dan petik tunggal kali ini. Tanda baca yang mirip bentuknya, tapi beda fungsinya.
Meski bentuknya serupa, apostrof dan petik tunggal beda fungsinya. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 03 Jun 2025, 17:00 WIB

Delchi Patisserie: Ketika Sebuah Keresahan Berbuah Manis di Kota Kembang

Delchi Patisserie lebih dari sekadar patisserie, tempat ini adalah jawaban atas keresahan seorang perempuan bernama Pramesti Istiandari atau Ichi.
Mille Crepe sebagai primadona dari toko kue Delchi Patisserie. (Sumber: Instagram @delchi.id)
Ayo Netizen 03 Jun 2025, 15:33 WIB

Pembangunan untuk Siapa? Antara Kota Maju dan Desa yang Tertinggal

Pembangunan di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang berat sebelah dengan lebih banyak menyasar wilayah perkotaan dan melupakan desa.
Di balik gemerlap pembangunan kota, ada permasalahan serius yang tidak boleh diabaikan. (Sumber: Pexels/Tom Fisk)
Ayo Biz 03 Jun 2025, 12:23 WIB

Perjuangan Rara Mengangkat Kecantikan Lokal, Filosofi di Balik Amora Beauty Cosmetic

Di balik kemilau industri kecantikan, ada kisah perempuan yang berani melangkah, mendobrak batasan, dan menghadirkan sesuatu yang lebih dari sekadar kosmetik.
Produk Lipcream Jawa Series dari brand lokal Amora Beauty Cosmetic. (Sumber: Instagram @amora.beautycosmetic)