Kita Mulai Lupa Kosakata Arkais, Tak Lagi Suka Berpuitis

Aris Abdulsalam
Ditulis oleh Aris Abdulsalam diterbitkan Selasa 22 Jul 2025, 18:02 WIB
Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)

Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)

Zaman serba cepat. Khazanah bahasa lawas pelan terlupa. Kosakata arkais sudah jadi permata dalam lautan leksikon.

Gemuruh era digital menggerus batas-batas tradisi. Para pencinta tulisan berhadapan dengan tantangan.

Bagaimana menciptakan karya yang tak hanya bermakna, namun memiliki keunikan, membedakannya dari narasi artifisial yang menjamur?

Opsinya luas, jika penulis cukup terampil. Tapi usahanya juga menuntut lebih banyak energi.

Salah satu jawaban atas dilema ini tersimpan dalam lema. Pada kosakata arkais.

Mengeksplorasi kosakata arkais bukanlah sekadar menghimpun kata-kata usang dalam gudang kenangan.

Ia adalah proses memperkaya jiwa penulis dengan nuansa makna yang tak terjangkau oleh diksi masa kini.

Ketika seseorang menguasai kata "gelanggang" alih-alih "arena", atau "cahya" menggantikan "cahaya", ia tak hanya memperluas inventaris kata. Ia buka pintu untuk dimensi rasa lebih dalam.

Setiap kata arkais membawa serta aroma sejarah. Debu masa silam yang bikin bersin, pun menggetar tulisan dengan ekspresi otentik.

Kata "angkasa" terasa lebih agung ketimbang "langit". "Purnama" lebih romantis dari "bulan purnama". "Senandung" lebih melankolis dibanding "nyanyian".

Sederet ini contoh kecil pusaka yang tak ternilai. Kemampuan menyentuh ruang rasa dengan cara tak terduga.

Mantra dalam Rangkaian Kata

Kita harus sering berdiskusi tentang bahasa untuk menjaga budaya. (Sumber: Pexels/Gradikaa Aggi)
Kita harus sering berdiskusi tentang bahasa untuk menjaga budaya. (Sumber: Pexels/Gradikaa Aggi)

Kekuatan kosakata arkais terletak pada kemampuannya menciptakan nuansa dalam tutur kata.

Ketika pujangga menyebut "sang surya" alih-alih "matahari", atau "rembulan" menggantikan "bulan", pembaca seolah digiring ke alternatif lebih puitis.

Mungkin ibarat mantra yang mampu mengubah prosa biasa jadi syair memesona.

Dalam dunia yang kian dikuasai kecerdasan buatan, penggunaan kosakata arkais menjadi fondasi kreativitas harian.

Mesin mungkin mampu merangkai kata-kata dengan sempurna. Namun mereka tak akan pernah memahami nuansa "galau" yang berbeda dari "sedih". Atau kedalaman "rindu" yang tak sama dengan "kangen".

Sejauh ini keistimewaan yang hanya dimiliki tukang baca. Hanya dipunya mereka yang telah menyelami gudang bahasa.

Era kecerdasan buatan telah menghadirkan tulisan-tulisan yang terstruktur rapi. Namun sering kali hambar hilang ruh.

Narasi AI cenderung menggunakan diksi yang aman, terprediksi, dan mengikuti pola.

Sememangnya di celah itu kosakata arkais berperan sebagai pembeda yang mencolok.

Ketika AI menulis "dia merasa senang", penulis yang menguasai kosakata arkais dapat menyatakan "jiwanya bersorak-sorai".

Ketika AI menyebut "waktu berlalu", penulis dapat menggunakan "masa bergulir" atau "zaman beralih".

Perbedaan ini bukan sekadar soal gaya. Melainkan manifestasi dari kepekaan linguistik yang hanya dimiliki manusia.

Jejak Budaya dalam Lema

Menulis kosakata arkais pada kertas buku. (Sumber: Pexels/Vika Glitter)
Menulis kosakata arkais pada kertas buku. (Sumber: Pexels/Vika Glitter)

Mengeksplorasi kosakata arkais juga berarti menyelami sejarah peradaban bangsa.

Setiap kata kuno menyimpan cerita tentang bagaimana nenek moyang kita memandang dunia.

Kata "adinda" mengandung kelembutan yang tak tergantikan. "Kakanda" memancarkan kehormatan. "Hamba" menunjukkan kerendahan hati yang tulus.

Dalam konteks produk modern, penggunaan kosakata arkais yang tepat mampu menciptakan jembatan antara masa lalu dan masa kini.

Pembaca tidak hanya menikmati alur cerita. Tetapi juga merasakan kedekatan dengan warisan budaya yang hampir punah.

Karya sastra sudah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Ia menjadi medium pelestarian budaya.

Namun, menggunakan kosakata arkais bukanlah perkara mudah.

Diperlukan kepekaan untuk mengetahui kapan dan bagaimana menyisipkannya tanpa terkesan berlebihan atau mengada-ada.

Seperti halnya rempah dalam masakan, kosakata arkais harus digunakan dengan takaran yang tepat.

Cukup untuk memberikan cita rasa. Namun tidak berlebihan hingga merusak nuansa.

Penulis yang bijak akan mempelajari konteks dan makna setiap kata arkais sebelum menggunakannya.

Ia tidak akan sembarangan mengganti "rumah" dengan "griya" atau "orang" dengan "insan" tanpa mempertimbangkan nuansa yang ingin disampaikan.

Setiap pilihan kata adalah keputusan yang akan memengaruhi karya keseluruhan. (*)

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Jelajah 22 Jul 2025, 18:49 WIB

Riwayat Sentra Bengkel Patah Tulang Citapen, Warisan Dua Sahabat yang Jadi Legenda

Citapen dikenal sebagai sentra bengkel patah tulang. Warisan dua sahabat ini kini jadi legenda pengobatan tradisional di Bandung Barat.
Plang bengkel patah tulang yang menjadi tanda masuk ke kawasan sentra bengkel patah tulang di Citapen. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 18:27 WIB

Kopi Tatakan, Tradisi Aceh yang Mengalir ke Braga dan Menghidupkan Bisnis Kafe Lokal

Di antara deretan bangunan bersejarah di Jalan Braga, Bandung, sebuah kafe mungil bernama Myloc menyuguhkan kejutan budaya dalam secangkir kopi.
Di antara deretan bangunan bersejarah di Jalan Braga, Bandung, sebuah kafe mungil bernama Myloc menyuguhkan kejutan budaya dalam secangkir kopi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 18:02 WIB

Kita Mulai Lupa Kosakata Arkais, Tak Lagi Suka Berpuitis

Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu.
Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 16:59 WIB

Bolen Krisnasari, Bukti Hasil yang Tak Menghianati Proses dan Perjuangan

Di sudut Kecamatan Bojongloa Kaler, tepatnya di Jalan Babakan Irigasi, terdapat sebuah toko kue Krisnasari.
Bolen Krisnasari Bandung (Foto: ist)
Beranda 22 Jul 2025, 16:23 WIB

Usai Didemo Pengusaha Jasa Wisata, Gubernur Dedi Mulyadi Tetap Kukuh Larang Studi Tur Sekolah

Ia menyebut keputusan tersebut diambil demi melindungi masyarakat, khususnya kalangan ekonomi kecil, dari beban biaya di luar kebutuhan pendidikan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 16:22 WIB

Dari Dapur Cinta Menjadi Jejak Rasa Nusantara, Kisah di Balik Sambal Nagih

Sambal Nagih, yang bukan sekadar pelengkap hidangan, tapi refleksi dari semangat pasangan muda yang menjadikan dapur rumah sebagai titik mula perubahan.
Sambal Nagih, yang bukan sekadar pelengkap hidangan, tapi refleksi dari semangat pasangan muda yang menjadikan dapur rumah sebagai titik mula perubahan. (Sumber: Sambal Nagih)
Ayo Jelajah 22 Jul 2025, 14:40 WIB

Sejarah Dago, Hutan Bandung yang Berubah jadi Kawasan Elit Belanda Era Kolonial

Kawasan Dago awalnya hutan rimba, kini dipenuhi kafe dan ruko. Sejarahnya berliku sejak era kolonial Belanda hingga sekarang.
Orang Eropa berjalan di Jalan Dago tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 14:11 WIB

Menggali Identitas Fashion Muslim Lokal, Kisah Tiga Brand yang Tumbuh Bersama Semangat UMKM

Di tengah maraknya industri fashion global, jenama-jenama lokal Indonesia terus menunjukkan daya saing yang tak kalah kuat.
Di tengah maraknya industri fashion global, brand-brand lokal Indonesia terus menunjukkan daya saing yang tak kalah kuat. (Sumber: Radwah)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 13:27 WIB

Mewujudkan Masa Depan Pembelajaran ASN dengan Integrasi SERVQUAL

Transformasi pembelajaran ASN tak bisa ditunda. Corpu LAN hadir sebagai ekosistem strategis dengan SERVQUAL.
Ilustrasi ASN. (Sumber: menpan.go.id)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 11:46 WIB

OCECO: Tugas Kuliah yang Menjelma Jadi Brand Tas Ramah Lingkungan

Apa jadinya jika tugas kuliah menjadi pintu gerbang menuju bisnis yang berdampak sosial? Itulah yang dialami oleh Laura Anastasia, founder sekaligus CEO Oceco, sebuah brand tas berbasis slow fashion d
Produk OCECO yang ramah lingkungan. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 10:37 WIB

Peneliti dan Mode Kejar Setoran

Sekarang muncul 'peluang bisnis' haram lewat jurnal predator yang ibarat calo di dunia ilmiah. Bayar, dan artikelmu pasti tayang.
Sekarang muncul 'peluang bisnis' haram lewat jurnal predator yang ibarat calo di dunia ilmiah. Bayar, dan artikelmu pasti tayang. (Sumber: Pexels/Polina Zimmerman)
Beranda 22 Jul 2025, 08:19 WIB

Pengusaha Jasa Wisata Jawa Barat Sebut Larangan Studi Tur Dedi Mulyadi Lebih Buruk dari Pandemi Covid-19

Bagi pelaku wisata, keputusan ini harusnya dibarengi mitigasi. Pemerintah punya banyak cara, termasuk pembatasan biaya, pengawasan penyelenggara, atau subsidi kegiatan edukatif.
Massa Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate.
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 19:12 WIB

Dilema Konflik Kepentingan dalam Kebijakan Pengadaan: Antara Keperluan Substansial atau Hanya Simbolisme Regulasi?

Regulasi baru dinilai hanya simbolis dan memiliki celah yang justru membuka ruang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Tulisan ini akan mengangkat isu konflik kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sebagai refleksi dan analisis terhadap integritas birokrasi Indonesia hari ini. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 17:38 WIB

Mimpi dalam Koper, Yisti Yisnika dan Perjalanan Membangun Oclo dari Nol

Banyak orang memulai bisnis dengan rencana, modal, dan tim tapi bagi Yisti Yisnika, semuanya berawal dari satu koper, kuota internet, dan mimpi besar.
Banyak orang memulai bisnis dengan rencana, modal, dan tim. Tapi bagi Yisti Yisnika, semuanya berawal dari satu koper, kuota internet, dan mimpi besar. (Sumber: Instagram @yistiyisnika)
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 16:01 WIB

Satu ASN Tiga Jabatan, Pelayan Publik atau Raja Birokrasi?

Fenomena miris rangkap jabatan yang masih terjadi di birokrasi pemerintahan Indonesia.
Ilustrasi calon ASN. (Sumber: menpan.go.id)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 15:06 WIB

Gerobak Wonton Kita, Makanan Viral yang Bikin Ketagihan

Gerobak Wonton Kita menjadi bukti nyata bahwa krisis bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Di balik brand kuliner yang kini mulai dikenal luas, ada sosok muda bernama Muhamad Rio Henri Prayoga yang me
Gerobak Wonton Kita (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 21 Jul 2025, 15:00 WIB

Sejarah Dayeuhkolot Jadi Ibu Kota Bandung, dari Karapyak ke Kota Tua yang Kebanjiran

Sejarah Dayeuhkolot sebagai ibu kota pertama Bandung, dari pusat peradaban hingga jadi langganan banjir akibat Citarum.
Potret Sungai Citarum di kawasan Dayeuhkolot sekitar tahun 1900-an. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 13:56 WIB

Menghidangkan Tradisi, Meracik Inovasi: Kisah Tjap Ajam dalam Setiap Suapan

Di balik aroma harum rempah dan hangatnya suasana rumah makan Tjap Ajam, tersimpan kisah tentang dedikasi melestarikan kekayaan kuliner Jawa.
Di balik aroma harum rempah dan hangatnya suasana rumah makan Tjap Ajam, tersimpan kisah tentang dedikasi melestarikan kekayaan kuliner Jawa. (Sumber: Tjap Ajam)
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 12:13 WIB

Ketika Proyek Pengadaan Jadi Proyek Keluarga

Proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah sejatinya dirancang untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Dalam praktiknya, proyek negara kerap menjelma menjadi proyek keluarga. (Sumber: Ilustrasi dibuat dengan AI ChatGPT)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 09:27 WIB

Wish Watch, Brand Jam Tangan Lokal yang Jadi Simbol Produk Premium Kekinian

Jika melihat sekilas, desain jam tangan ini tak kalah dari merek ternama. Namun, siapa sangka, Wish Watch adalah produk asli Indonesia yang memadukan gaya modern dan warisan budaya.
Jam Tangan Wish Watch (Foto: Ist)