Riwayat Sentra Bengkel Patah Tulang Citapen, Warisan Dua Sahabat yang Jadi Legenda

Restu Nugraha Sauqi
Ditulis oleh Restu Nugraha Sauqi diterbitkan Selasa 22 Jul 2025, 18:49 WIB
Plang bengkel patah tulang yang menjadi tanda masuk ke kawasan sentra bengkel patah tulang di Citapen. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Plang bengkel patah tulang yang menjadi tanda masuk ke kawasan sentra bengkel patah tulang di Citapen. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

AYOBANDUNG.ID - Di sebuah sudut Kabupaten Bandung Barat, tepatnya di Desa Citapen, terdapat fenomena unik yang tak semua orang tahu tapi banyak orang datangi: deretan bengkel patah tulang. Kalau kamu lewat Jalan Raya Cihampelas-Cililin dan melihat papan-papan kayu, mika, seng, atau bahkan tripleks yang bertuliskan “Ahli Patah Tulang”, selamat, kamu telah memasuki wilayah sakral yang oleh warga setempat disebut sebagai sentra pengobatan alternatif tulang.

Tak ada gapura besar atau gerbang semegah kawasan industri. Tak pula ada tanda-tanda yang mengatakan bahwa kamu telah sampai di kampung ortopedi rakyat. Tapi, aroma minyak urut, rempah hangat, dan cerita-cerita kesembuhan yang beredar dari mulut ke mulut membuat nama Citapen harum seharum minyak gandapura yang dihangatkan.

“Sudah terkenal ke mana-mana, banyak pasien datang ke sini dari luar kota. Kalau ditanya mereka tahu dari mulut ke mulut,” kata Kepala Desa Citapen, Iwan Kristiawan.

Garut, Sukabumi, Subang, Cianjur, Indramayu. Daftar ini belum termasuk pasien dari Jakarta yang terkena aspal saat naik motor gede dan kemudian direkomendasikan “urang Citapen” oleh rekannya di kantor. Tidak sedikit pula orang yang datang karena tak tahan menunggu antrean dokter ortopedi di rumah sakit besar. Kalau bisa diurut dan sembuh dalam tiga hari dengan biaya seikhlasnya, kenapa harus tunggu berbulan-bulan dengan biaya berjuta?

Tak Hanya Soal Plang dan Pijat

Salah satu ciri khas dari bengkel-bengkel ini adalah plang nama—mirip plang praktik dokter, tapi versi rakyat. Di sana tertera nama ahli tulangnya, biasanya diikuti sapaan khas seperti “Abah”, “Mama”, atau “Mang”. Contohnya, “Abah Oya Ahli Tulang”, “Mama Haji H. Karta”, atau “Urut Tradisional Mang Ujang”.

Tapi, seperti halnya usaha keluarga, tidak semua bengkel ini awet. Menurut data desa, jumlah terapis tulang semakin menyusut. “Memang ada juga buka bengkel patah tulang tapi gak pasang plang. Kalau dijumlah mungkin tak lebih dari 25 orang. Memang jumlahnya terus turun. Mungkin karena minat masyarakat juga turun,” tutur Iwan.

Baca Juga: Gunung Selacau, Jejak Dipati Ukur dan Letusan Zaman yang Kini Digilas Tambang

Di balik papan nama yang sederhana, banyak kisah turun-temurun. Seorang anak laki-laki yang dulunya cuma memijit kaki pasien karena disuruh ayahnya, kini jadi terapis utama. Seorang cucu perempuan yang awalnya hanya bantu merebus daun-daunan, sekarang mahir membetulkan engsel sendi yang terkilir.

"Contoh Abah A dulu buka bengkel patah tulang, sekarang sudah meninggal, diteruskan dengan nama yang sama oleh keluarganya," ujar Iwan. Nama jadi brand, warisan jadi keahlian.

Bagaimana metode pengobatannya? Campuran antara urut, lilit dengan bambu kecil, balur ramuan, dan tentu saja keyakinan. Semua dilakukan dengan tangan kosong. Tidak ada alat X-ray, tidak ada anestesi, tidak ada resep. Hanya intuisi, pengalaman, dan ilmu dari leluhur yang diwariskan lewat praktik.

"Rata-rata memang belajar dari orang tuanya, ada juga yang sambil baca-baca buku atau nanya-nanya. Tapi gak ada sekolahnya," kata salah satu terapis yang enggan disebutkan namanya.

Dua Legenda Bengkel Patah Tulang

Keberadaan Citapen sebagai sentra penyembuhan patah tulang tak lepas dari dua nama yang melegenda: Mama Hamidi dan Mama Haji Tarma. Tak ada patung peringatan untuk keduanya, tak pula prasasti. Tapi di kepala warga Citapen dan ribuan pasien, nama dua sahabat ini sudah seperti doktrin suci.

“Pada awalnya Mama Hamidi dan Mama Haji Tarma. Mereka ini sahabat yang punya keahlian mengobati luka luar dan dalam. Jadi kalau ada warga misalah atawa tijalikeun, nyak ka anjeuna,” tutur Abah Aso, tokoh masyarakat yang kini sudah berusia 76 tahun.

Dia berkata, dua orang ini tak pernah membebankan biaya. Mereka menerima pasien dari segala kalangan, dengan satu prinsip: “selama masih bisa ditolong, ditolong.” Bahkan ketika pasien datang tanpa membawa uang, mereka tetap diterima, malah dibantu ongkos pulang jika perlu.

“Puncaknya tahun 1950-an,” kenang Abah Aso. Masa itu, rumah Mama Hamidi dan Mama Haji Tarma seperti posko kesehatan alternatif. Pasien bisa datang pagi-pagi sekali atau menjelang malam, dan selalu ada ramuan hangat serta tangan-tangan yang siap mengurut.

 (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
(Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Hingga kini, nama keduanya terus dikenang sebagai pelopor. Dari mereka pula lahir generasi-generasi ahli tulang Citapen berikutnya. Tidak heran kalau sampai hari ini, anak-anak muda di Citapen masih menyebut dua nama itu dengan penuh hormat.

“Kalau bukan karena Mama Hamidi dan Mama Tarma, mungkin gak akan ada yang percaya Citapen bisa jadi tempat urut tulang,” kata seorang cucu dari pasien lama yang pernah sembuh dari keseleo parah karena jatuh dari pohon kelapa.

Warisan yang Diimpikan Bertahan

Walaupun sudah masuk era BPJS dan pengobatan modern, bengkel-bengkel patah tulang di Citapen masih berdenyut. Tapi denyut itu makin pelan. Generasi muda banyak yang memilih kerja di pabrik atau jadi kurir daring, bukan meneruskan usaha urut. Sementara, pemerintah belum banyak campur tangan dalam pelestarian praktik ini.

“Kita punya mimpi ini dilestarikan dan didukung oleh pemerintah jadi ciri khas daerah,” harap Kepala Desa Citapen.

Baca Juga: Batulayang Dua Kali Hilang, Direbus Raja Jawa dan Dihapus Kompeni Belanda

Harapan ini tidak muluk. Di tempat lain, pengobatan alternatif semacam ini justru dijadikan daya tarik wisata kesehatan. Di Thailand, misalnya, pijat tradisional bisa masuk kurikulum sekolah. Di China, akupuntur sudah resmi dijadikan pengobatan nasional. Lantas, mengapa Citapen tidak bisa?

Warisan dua sahabat, jejak tangan-tangan yang menyembuhkan, serta papan-papan plang sederhana di sepanjang jalan, adalah saksi bisu sejarah yang tidak tertulis di buku pelajaran. Tapi ia hidup. Dan semoga, terus bertahan.

Kalau kelak kamu keseleo atau terkilir karena naik gunung atau jatuh saat main bola, coba saja datang ke Citapen. Siapa tahu, tangan-tangan dari warisan dua sahabat itu masih bisa menyelamatkan sendi yang bengkok, tanpa perlu kamu membayar mahal atau menunggu antrean panjang.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 13:31 WIB

Kebijakan Kenaikan Pajak: Kebutuhan Negara Vs Beban Masyarakat

Mengulas kebijakan kenaikan pajak di Indonesia dari sudut pandang pemerintah dan sudut pandang masyarakat Indonesianya sendiri.
Ilustrasi kebutuhan negara vs beban rakyat (Sumber: gemini.ai)
Beranda 18 Des 2025, 12:57 WIB

Upaya Kreator Lokal Menjaga Alam Lewat Garis Animasi

Ketiga film animasi tersebut membangun kesadaran kolektif penonton terhadap isu eksploitasi alam serta gambaran budaya, yang dikemas melalui pendekatan visual dan narasi yang berbeda dari kebiasaan.
Screening Film Animasi dan Diskusi Bersama di ITB Press (17/12/2025). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:53 WIB

Dari Ciwidey Menembus India; Menaman dan Menjaga Kualitas Kopi Robusta

Seorang petani kopi asal Ciwidey berhasil menghasilkan kopi robusta berkualitas yang mampu menembus pasar India.
Mang Yaya, petani kopi tangguh dari Desa Lebak Muncang, Ciwidey—penjaga kualitas dan tradisi kopi terbaik yang menembus hingga mancanegara. (Sumber: Cantika Putri S.)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:12 WIB

Merawat Kampung Toleransi tanpa Basa-basi

Kehadiran Kampung Toleransi bukan sekadar retorika, basa-basi, melainkan wujud aksi nyata dan berkelanjutan untuk merawat (merayakan) keberagaman.
Seorang warga saat akan menjalankan ibadah salat di Masjid Al Amanah, Gang Ruhana, Jalan Lengkong Kecil, Bandung. (Sumber: AyoBandung.com | Foto: Ramdhani)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 11:04 WIB

Manusia dan Tebing Citatah Bandung

Mari kita bicarakan tentang Citatah.
Salah satu tebing di wilayah Citatah. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 10:06 WIB

Satu Tangan Terakhir: Kisah Abah Alek, Pembuat Sikat Tradisional

Kampung Gudang Sikat tidak selalu identik dengan kerajinan sikat. Dahulu, kampung ini hanyalah hamparan kebun.
Abah Alek memotong papan kayu menggunakan gergaji tangan, proses awal pembuatan sikat. (Foto: Lamya Fatimatuzzahro)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 09:52 WIB

Wargi Bandung Sudah Tahu? Nomor Resmi Layanan Aduan 112

Nomor resmi aduan warga Bandung adalah 112. Layanan ini solusi cepat dan tepat hadapi situasi darurat.
Gambaran warga yang menunjukkan rasa frustasi mereka saat menunggu jawaban dari Call Center Pemkot Bandung yang tak kunjung direspons (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 07:15 WIB

Akhir Tahun di Bandung: Saat Emas bagi Industri Resort dan Pariwisata Kreatif

Menjelang Natal dan Tahun Baru 2026, lonjakan kunjungan ke Kota Bandung serta tren wisata tematik di resort membuat akhir tahun menjadi momentum emas bagi pertumbuhan industri resort dan pariwisata.
Salah satu faktor yang memperkuat posisi Bandung sebagai destinasi akhir tahun adalah kemunculan resort-resort dengan konsep menarik (Sumber: Instagram @chanaya.bandung)
Beranda 18 Des 2025, 07:09 WIB

Rumah Seni Ropiah: Bukan Hanya Tempat Memamerkan Karya Seni, tapi Ruang Hidup Nilai, Budaya, dan Sejarah Keluarga

Galeri seni lukis yang berlokasi di Jalan Braga, Kota Bandung ini menampilkan karya-karya seni yang seluruhnya merupakan hasil ciptaan keluarga besar Rumah Seni Ropih sendiri.
Puluhan lukisan yang dipamerkan dan untuk dijual di Rumah Seni Ropih di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)