Kisah Tangan Dingin Kawan Difabel di Balik Semarak Warna Kampung Rajut Binong Jati

Gilang Fathu Romadhan
Ditulis oleh Gilang Fathu Romadhan diterbitkan Minggu 15 Jun 2025, 12:59 WIB
Elis sedang mewarnai mural dengan kuas di tangan kirinya. (Sumber: Ayobandung | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Elis sedang mewarnai mural dengan kuas di tangan kirinya. (Sumber: Ayobandung | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

AYOBANDUNG.ID —Keterbatasan fisik bukan alasan untuk berhenti berkarya. Di tangan para penyandang disabilitas, tembok kusam bisa berubah menjadi karya seni. Mereka ingin menunjukkan bahwa tubuh yang tak sempurna tak menghalangi mimpi, juga daya cipta.

Di Gang Masjid, Kampung Binong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, tembok di sepanjang jalan gang sekitar 130 meter yang tadinya kelabu kini mulai berpendar warna. Mural-mural bermunculan di permukaan tembok rumah warga, hasil kerja bersama antara komunitas Masihan Indonesia, para relawan, warga, dan penyandang disabilitas.

Proyek mural ini sudah berlangsung sejak dua pekan lalu. Dimulai dengan membuat sketsa, para peserta kemudian menerapkannya langsung di tembok. Hari ini, Sabtu, 14 Juni 2025, proses kreatif itu memasuki tahap akhir yaitu pengecatan. Sekitar 15 penyandang disabilitas dari beragam latar belakang ikut ambil bagian.

Mereka datang dengan semangat, meski terik matahari menggigit kulit. Tapi itu tak jadi soal. Kuas tetap digerakkan mengikuti pola yang telah tergambar. Tembok yang dulu kusam perlahan menjelma menjadi hamparan visual yang hidup.

Salah satu yang terlibat adalah Elis. Ia datang dari Ujungberung, sekitar 10 kilometer dari lokasi kegiatan. Kaki kirinya telah diamputasi. Tangan kanannya juga sudah tak ada, hanya tersisa lengan kiri yang ia gunakan untuk menggenggam kuas.

Namun semangatnya jauh lebih utuh daripada tubuhnya. Dengan posisi duduk di kursi roda, Elis perlahan menggerakkan tangan kirinya, ke atas, ke bawah, lalu menyamping—menyusuri dinding yang jadi kanvas bersama. Di sampingnya, relawan siap siaga membantu.

Ia tak banyak bicara, tetapi sorot matanya cukup mewakili. Fokus. Penuh keinginan untuk menuntaskan bagiannya. Dan meskipun hanya menyelesaikan sebagian kecil mural, wajahnya memancarkan kebanggaan.

"Mural akan diterapkan juga di lingkungan saya," katanya saat ditemui di sela kegiatan.

Baginya, kegiatan ini bukan sekadar melukis. Tapi juga terapi. Aktivitas fisik yang ia jalani hari itu mampu mengikis kejenuhan karena keterbatasan gerak sehari-hari. Wanita berkerudung krem itu enggan kalah oleh keadaan.

Penyandang disabilitas lainnya, Linda (63), juga ikut dalam pembuatan mural. Sejak lahir, salah satu kakinya tak tumbuh sempurna. Kelainan itu, kata dokter, tak bisa diperbaiki.

Dan bagi Linda kecil, tubuh yang berbeda berarti jalan hidup yang juga berbeda. Ia tumbuh dalam bayang-bayang ketakutan dan keasingan, merasa seperti hidup di dunia yang tidak menyediakan ruang untuknya.

“Dulu saya pikir saya satu-satunya orang yang seperti ini,” katanya lirih.

Tapi kemudian, sebuah iklan kecil di koran menjadi awal titik balik hidupnya. Bukan tawaran pekerjaan atau janji pengobatan, melainkan ajakan bergabung dengan komunitas penyandang disabilitas bernama Bakti Nurani. Ia pun memberanikan diri datang.

“Ya awalnya kita datang ke situ, ternyata banyak yang lebih dari saya itu, kedisabilitasan itu lebih dari saya itu banyak gitu."

"Jadi bukan saya aja gitu. Yang tadinya saya merasa, ah cuma saya kan yang kayak gini gitu kan. Jadi putus asa itu pasti ada," ujar Linda.

Bersama Bakti Nurani, Linda tak hanya mendapat teman baru, tapi juga perspektif baru bahwa disabilitas bukanlah akhir. Bahwa keterbatasan bisa menjadi celah untuk menemukan makna yang lebih dalam dari sekadar sembuh. Dan bahwa ia masih bisa berguna untuk dirinya, dan orang lain.

Rajutan menjadi salah satu caranya menyembuhkan diri. Gerakan demi gerakan yang repetitif menjadi terapi yang menenangkan pikirannya. Namun benang bukan satu-satunya yang ia pelajari. Dunia olahraga pun menjadi medan lain tempat ia membuktikan diri.

Panahan, voli duduk, angkat berat, kursi roda balap, hingga menembak, semuanya pernah ia coba. Beberapa di antaranya bahkan mengantarnya ke podium juara.

Linda pernah menggenggam medali emas dari ajang voli duduk. Ia pernah terbang ke Kalimantan, ke Bali, bertanding di tempat-tempat yang dulu terasa mustahil.

"Ya, sebenarnya saya itu sudah mencoba beberapa cabor ya, dari angkat berat, dari kursi roda balap, terus dari voli duduk, terus sekarang kan nembak gitu. Jadi itu saya (kompetisi) masih seperti (di) Kalimantan. Bali, udah ke situ juga," tuturnya.

Kini, di usia yang sudah tak muda, Linda tak lagi mengejar prestasi. Ia lebih ingin berbagi. Berbagi kisah, harapan, dan benang yang bisa dirajut bersama. Ia tahu betul bahwa putus asa adalah rasa yang nyata. Tapi ia juga tahu, di balik rasa itu, masih ada ruang untuk bangkit.

“Jangan pernah putus asa. Masih ada kesempatan baik yang menanti di depan," katanya.

Mural untuk Dongkrak Wisata Kampung Binong

Sementara itu, Chief Executive Officer Masihan Indonesia, Andika Fibio mengatakan, kegiatan ini bertajuk Mural Bersama Difabel Merajut Asa (Merakit). Sebuah program yang diberikan di wilayah binaan Masihan Indonesia, salah satunya kampung Cibinong. Ini untuk mendongkrak daya wisata.

Kampung Cibinong memang terkenal dengan kawasan pengrajut. Berbagai jenis dan hasil rajutan lahir di sana. Namun sayangnya kawasan ini jarang sekali dilirik oleh para wisatawan, baik dari dalam atau luar Kota Bandung.

"Jadi kita memperkenalkan nya tuh lewat ekonomis kreatif lewat adanya mural painting. Jadi kita disini akan mural biar temen temen juga aware tertarik juga dengan desa wisata," ucapnya.

Penyandang Disabilitas, warga, dan relawan mewarnai mural yang digambar di salah satu dinding rumah warga. (Sumber: Ayobandung | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Penyandang Disabilitas, warga, dan relawan mewarnai mural yang digambar di salah satu dinding rumah warga. (Sumber: Ayobandung | Foto: Gilang Fathu Romadha

Dalam kegiatan ini, pihaknya melibatkan penyandang disabilitas. Salah satu upaya untuk memperlihatkan bahwa mereka juga bisa berkembang meski memiliki keterbatasan fisik. Kawan disabilitas yang hadir berasal dari berbagai daerah di Kota Bandung. Mereka yang datang telah mendapatkan pembinaan.

Mural sendiri, kata dia, diibaratkan sebagai umpan untuk para wisatawan. Mural yang indah dipercayanya bisa menggaet pengunjung. Sehingga merekanyang datang dapat membeli berbagai suvenir di sana. Ekonomi pun kemudian meningkat.

"Harapannya sih kita bisa memboosting lagi si ekonomi kreatif ini biar lebih aware dan lebih besar lagi dampaknya karena saya rasa juga memang di Binong ini perlu kita kembangkan lagi karena salah satu program di bandung adalah mural sebagai wajah wajah baru yang perlu kita kembangkan," ujarnya.

Andika bilang, pembinaan akan dilakukan secara berkelanjutan agar perkembangan wilayah binaan dalam hal ekonomi bisa meningkat. Ke depan, ia mengaku bukan hanya mural saja yang menjadi pendobrak geliat ekonomi.

"Nanti juga ngga cuman mural, mural ini cuman permukaan doang karena selanjutnya kita akan kembangin lagi bagian bagian temen temen difabel dan berkolaborasi lagi bersama kita biar lebih inklusif lagi di dalam ekonomi kreatif," sebutnya.

Mural dan Rajutan di Kampung Binong

Kampung Binong sendiri menyimpan kisah yang pelan-pelan tumbuh: tentang warna, benang, dan semangat yang tak putus dirajut.

Eka, penggerak Pokdarwis Kampung Wisata Binong, menyambut tamu dengan senyum lebar dan semangat yang menguar dari suaranya.

Di sekelilingnya, beberapa orang sedang memilih busana hasil rajutan. Di mulut gang, sekolompok orang sedang mencoretkan warna di dinding. Bukan sekadar mural biasa, ini adalah kanvas kebersamaan.

"Kegiatan ini emang bukan kegiatan bulanan, tapi rutin. Biasanya ada lomba merajut, sekarang kita bikin mural bareng-bareng," ujar Eka.

Di balik acara yang tampak sederhana itu, tersimpan niat besar, membuat kampung yang “biasa aja”—kata Eka—menjadi penuh ciri khas. Foto-foto dari mural itu diharapkan bisa menyebar dan menarik wisatawan. Namun yang tak kalah penting, kegiatan ini adalah panggung untuk mereka yang sering terpinggirkan: teman-teman difabel.

"Biasanya teman-teman di Fable itu ngerajut, bikin kue, bahkan ada yang atlet. Sekarang mereka juga pengen ngecat rumah warga," kata Eka.

Tak semua bisa ikut penuh waktu. Keterbatasan mobilitas dan aksesibilitas jadi tantangan tersendiri. Tapi semangat mereka untuk berkarya tetap membara.

"Mereka jago ngegambar, cuma kadang susah. Ada yang tuli, ada yang daksa. Tapi mereka tetap pengen ikut," katanya.

Teh Elis dan kawan-kawan jadi jembatan yang menjahit koordinasi. Dan bukan hanya mural, peran para difabel meresap dalam denyut wisata kampung ini. Mereka adalah pengrajin suvenir, dari gantungan kunci hingga hasil rajutan khas yang dijual dalam paket wisata.

"Biasanya, tamu dibagi jadi kelompok 10–15 orang, terus satu mentornya teman difabel. Mereka ngajarin rajut," jelas Eka.

Rajutan itu bukan sekadar aktivitas tangan, tapi juga harapan yang dijalin dari potensi lokal: teh telang, kuliner rumahan, pencak silat, dan bank sampah.

Bank sampah ini jadi proyek baru bersama teman-teman difabel. Sampah plastik yang jadi momok kota, mereka olah jadi benang rajut.

"Benangnya makin sini makin mahal. Jadi kita coba recycle sampah botol minuman, plastik bekas produksi. Nanti yang ngerajutnya teman difabel," ularnya.

Dari situ, produk-produk buatan tangan mereka punya nilai. Bukan hanya nilai estetika, tapi juga ekonomi. "Dulu itu cuma sampah. Sekarang jadi penghasilan. Teman di Fable dapet manfaat, bahkan produk mereka sampai ke mancanegara," katanya.

Dari tangan mereka, lahir tidak hanya karya seni, tetapi juga semangat. Sebuah pesan yang tak diucapkan secara keras, tapi bisa dirasakan siapa pun yang melihatnya bahwa hidup, sesulit apa pun, selalu bisa dirajut kembali.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Redaksi
Redaksi
Editor
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 13:31 WIB

Kebijakan Kenaikan Pajak: Kebutuhan Negara Vs Beban Masyarakat

Mengulas kebijakan kenaikan pajak di Indonesia dari sudut pandang pemerintah dan sudut pandang masyarakat Indonesianya sendiri.
Ilustrasi kebutuhan negara vs beban rakyat (Sumber: gemini.ai)
Beranda 18 Des 2025, 12:57 WIB

Upaya Kreator Lokal Menjaga Alam Lewat Garis Animasi

Ketiga film animasi tersebut membangun kesadaran kolektif penonton terhadap isu eksploitasi alam serta gambaran budaya, yang dikemas melalui pendekatan visual dan narasi yang berbeda dari kebiasaan.
Screening Film Animasi dan Diskusi Bersama di ITB Press (17/12/2025). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:53 WIB

Dari Ciwidey Menembus India; Menaman dan Menjaga Kualitas Kopi Robusta

Seorang petani kopi asal Ciwidey berhasil menghasilkan kopi robusta berkualitas yang mampu menembus pasar India.
Mang Yaya, petani kopi tangguh dari Desa Lebak Muncang, Ciwidey—penjaga kualitas dan tradisi kopi terbaik yang menembus hingga mancanegara. (Sumber: Cantika Putri S.)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:12 WIB

Merawat Kampung Toleransi tanpa Basa-basi

Kehadiran Kampung Toleransi bukan sekadar retorika, basa-basi, melainkan wujud aksi nyata dan berkelanjutan untuk merawat (merayakan) keberagaman.
Seorang warga saat akan menjalankan ibadah salat di Masjid Al Amanah, Gang Ruhana, Jalan Lengkong Kecil, Bandung. (Sumber: AyoBandung.com | Foto: Ramdhani)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 11:04 WIB

Manusia dan Tebing Citatah Bandung

Mari kita bicarakan tentang Citatah.
Salah satu tebing di wilayah Citatah. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 10:06 WIB

Satu Tangan Terakhir: Kisah Abah Alek, Pembuat Sikat Tradisional

Kampung Gudang Sikat tidak selalu identik dengan kerajinan sikat. Dahulu, kampung ini hanyalah hamparan kebun.
Abah Alek memotong papan kayu menggunakan gergaji tangan, proses awal pembuatan sikat. (Foto: Lamya Fatimatuzzahro)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 09:52 WIB

Wargi Bandung Sudah Tahu? Nomor Resmi Layanan Aduan 112

Nomor resmi aduan warga Bandung adalah 112. Layanan ini solusi cepat dan tepat hadapi situasi darurat.
Gambaran warga yang menunjukkan rasa frustasi mereka saat menunggu jawaban dari Call Center Pemkot Bandung yang tak kunjung direspons (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 07:15 WIB

Akhir Tahun di Bandung: Saat Emas bagi Industri Resort dan Pariwisata Kreatif

Menjelang Natal dan Tahun Baru 2026, lonjakan kunjungan ke Kota Bandung serta tren wisata tematik di resort membuat akhir tahun menjadi momentum emas bagi pertumbuhan industri resort dan pariwisata.
Salah satu faktor yang memperkuat posisi Bandung sebagai destinasi akhir tahun adalah kemunculan resort-resort dengan konsep menarik (Sumber: Instagram @chanaya.bandung)
Beranda 18 Des 2025, 07:09 WIB

Rumah Seni Ropiah: Bukan Hanya Tempat Memamerkan Karya Seni, tapi Ruang Hidup Nilai, Budaya, dan Sejarah Keluarga

Galeri seni lukis yang berlokasi di Jalan Braga, Kota Bandung ini menampilkan karya-karya seni yang seluruhnya merupakan hasil ciptaan keluarga besar Rumah Seni Ropih sendiri.
Puluhan lukisan yang dipamerkan dan untuk dijual di Rumah Seni Ropih di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 17 Des 2025, 21:48 WIB

Dari Bunderan Cibiru hingga Cileunyi Macet Parah, Solusi Selalu Menguap di Udara

Kemacetan di Bunderan Cibiru harus segera ditangani oleh Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan.
Pengendara Mengalami Kemacetan di Bunderan Cibiru, Kota Bandung, (1/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Sufia Putrani)
Beranda 17 Des 2025, 20:27 WIB

Pemkot Bandung Klarifikasi Isu Lambatnya Respons Call Center, Tegaskan Nomor Darurat Resmi 112 Aktif 24 Jam dan Gratis

Koordinator Bandung Command Center, Yusuf Cahyadi, menegaskan bahwa layanan kegawatdaruratan resmi Pemerintah Kota Bandung adalah Call Center 112.
Layanan kegawatdaruratan resmi Pemerintah Kota Bandung adalah Call Center 112
Ayo Netizen 17 Des 2025, 20:04 WIB

Jembatan Penyebrangan Usang Satu-satunya Harus Melayani Jalan Terpanjang di Kota Bandung

Jembatan penyeberangan tunggal di Jalan Soekarno-Hatta yang seharusnya menjadi penyelamat, kini rapuh dan berkarat.
Jembatan penyebrangan Soekarno-Hatta Bandung. Soekarno-Hatta Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buahbatu Kota Bandung (26/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Azzahra Nadhira)
Ayo Netizen 17 Des 2025, 18:55 WIB

Petugas Kesal Banyak Pembuang Sampah Sembarangan di Kawasan Pasar Kiaracondong

Maraknya sampah ilegal di Pasar Kiaracondong, meskipun pengelolaan sampah sudah rutin berjalan.
Tumpukan sampah yang berada di TPS. Pasar Kiaracondong, Bandung, Sabtu 29/11/2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nasywa Hanifah Alya' Al-Muchlisin)