Sejarah Bangreng dari Sumedang, Perpaduan Seni dan Jejak Islamisasi Sunan Gunung Jati

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Selasa 29 Jul 2025, 13:38 WIB
Pentas kesenian Bangreng di Sumedang. (Sumber: YouTube JagabudayaJabar)

Pentas kesenian Bangreng di Sumedang. (Sumber: YouTube JagabudayaJabar)

AYOBANDUNG.ID - Sumedang bukan hanya dikenal karena tahu dan udaranya yang sejuk. Di balik sejarah panjang kabupaten ini, hidup pula seni tradisional yang berkembang melalui jalan dakwah dan hiburan: Bangreng. Kesenian ini bukan sekadar tontonan. Ia adalah warisan, perpaduan antara suara rebana besar yang disebut terebang dan gerak luwes para penari ronggeng—simbol persilangan antara nilai religius dan hiburan rakyat.

Jejak awal kesenian Bangreng dapat dilacak ke Kecamatan Tanjungkerta, sebelum meluas ke wilayah Cimalaka, Paseh, hingga Situraja. Namun, seperti seni tradisi lainnya, Bangreng tak lahir dalam sekali jadi. Ia hasil dari rentetan evolusi panjang kesenian di tanah Sunda. Dimulai dari terebang, berlanjut ke gembyung, dan baru kemudian menjadi Bangreng seperti yang dikenal sekarang.

Dari Terebang ke Gembyung, Lalu Jadi Bangreng

Risalah Nilai Budaya dalam Balutan Kesenian Bangreng karya Ria Intani dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, akar seni Bangreng dapat ditarik jauh ke tahun 1550-an, era kemunculan kesenian Terebang. Pada masa itu, Terebang dipakai dalam kegiatan keagamaan dan upacara adat. Alat utamanya berupa rebana besar dari kayu, yang jumlahnya lima buah. Angka lima bukan kebetulan; ia menyimbolkan salat lima waktu dalam Islam.

Ria mencatat, pada mulanya Terebang dianggap kurang menghibur. Maka muncullah Gembyung pada sekitar 1956, yang menawarkan pertunjukan lebih dinamis dengan tambahan waditra seperti gendang, goong, kulanter, kecrek, hingga tarompet.

Perubahan itu disambut baik oleh masyarakat, namun nasib Gembyung pun tidak bertahan lama. Tahun 1968, datanglah babak baru: lahirnya Bangreng. Dalam transformasi ini, Gembyung dipoles dengan lagu-lagu tambahan, gaya pertunjukan yang lebih komunikatif, serta kehadiran penari wanita, ronggeng, yang menjadikan Bangreng lebih meriah dan atraktif.

Bangreng sendiri adalah akronim dari “Bang” (terebang) dan “Reng” (ronggeng). Kombinasi dua unsur ini membentuk formula khas Bangreng: bunyi yang kuat dari rebana besar, dan gerakan gemulai penari yang menghidupkan suasana.

Berdasarkan wawancara dengan Abah Maman—salah satu sesepuh seni Bangreng dari Tanjungkerta—Ria menyebut kata terebang bukan sekadar nama alat musik. Ia menyimpan makna simbolik yang dalam. Terdiri atas tujuh huruf, kata terebang diyakini merepresentasikan tujuh hari dalam sepekan—Senin hingga Minggu—dan menjadi pengingat untuk melaksanakan salat lima waktu setiap hari. Tak hanya itu, tiap hurufnya pun mengandung filosofi.

Baca Juga: Hikayat Dinasti Sunarya, Keluarga Dalang Wayang Golek Legendaris dari Jelekong

Huruf T dimaknai sebagai simbol Gusti Allah yang Maha Esa, fondasi utama dari ajaran Islam yang menjadi roh dalam kesenian ini. Huruf E melambangkan etika dalam berkesenian, bahwa dalam setiap gerak dan bunyi harus ada kesadaran akan adab. Huruf R merujuk pada rebana yang digunakan untuk mengiringi pembacaan shalawat Nabi Muhammad, menandakan kedekatan seni ini dengan aktivitas religius.

Sementara itu, huruf B merujuk pada bangkitan pusaka leluhur, bahwa Bangreng bukan seni yang tiba-tiba hadir, tapi hasil warisan turun-temurun. Huruf A melambangkan agama, inti dari seluruh makna pertunjukan. Huruf N diartikan sebagai nadhom, yaitu puji-pujian kepada Tuhan dan Nabi. Terakhir, huruf G adalah gending, atau alat tetabuh yang menjadi denyut nadi dari pertunjukan Bangreng itu sendiri.

Irisan Dakwah Sunan Gunung Jati hingga ke Panggung Hiburan

Lahir dan tumbuh di tengah masyarakat Islam, Bangreng sejak awal tak hanya jadi hiburan semata. Ia juga jadi sarana dakwah. Dalam risalah lain, Ria Intani menyebutkan bahwa Terebang dipakai oleh Sunan Gunung Jati dan para utusannya dalam menyebarkan Islam di Sumedang. Salah satunya adalah Eyang Wangsakusmah, yang menggunakan sisa kayu pembangunan masjid untuk membuat alat musik terbang.

Pada abad ke-15, pertunjukan seni terbang belum melibatkan kendang. Empat buah rebana besar digunakan, disesuaikan dengan jumlah utusan Sunan Gunung Jati. Masuk ke abad 17, pertunjukan terebang mulai dipentaskan dalam acara keagamaan seperti mauludan, rajaban, dan hari raya Islam, sebelum kemudian menyebar ke upacara sosial seperti sunatan dan kenduri.

Perubahan menuju Gembyung menandai pergeseran dari ranah religius ke ranah hiburan. Penambahan alat musik dan lagu bebas dari ketuk tilu memperkaya suasana pertunjukan. Perubahan ini turut berdampak pada gaya ronggeng yang tampil lebih ekspresif.

Bangreng hadir sebagai bentuk kompromi: hiburan yang tetap bernuansa religius. Pertunjukan biasanya dibuka dengan shalawatan, dilanjut dengan pertunjukan tari dan musik, lalu ditutup lagi dengan shalawatan. Bahkan ketika dipentaskan untuk khitanan atau pernikahan, nuansa ritual tetap dijaga.

Sebagian kelompok kesenian masih mempertahankan tradisi pra-pertunjukan berupa ritual dan sesajen. “Sesajen untuk hiburan lebih kurang ‘hanya’ dua puluh macam,” kata Abah Maman. Isinya antara lain bubur beureum bodas, surabi, klepon, kupat, kembang, bakakak hayam, hingga gula merah.

Baca Juga: Tapak Sejarah Reak, Seni Kesurupan yang Selalu Bikin Riweuh di Bandung Timur

Belakangan, seni ini mulai kalah saing dengan beragam format pertunjukan modern. Meski begitu, Bangreng tidak punah. Ia tetap dipanggil di acara pernikahan, sunatan, dan peringatan kemerdekaan. Sebagai sarana hiburan, ritual, dan pertunjukan, seni Bangreng telah membuktikan ketahanannya.

Pada tahun 2020, Bangreng ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat. Gelar itu menegaskan peran Bangreng sebagai ikon budaya Sumedang.

Tapi seperti semua warisan, hidup-matinya bergantung pada generasi muda. Jika tak diwariskan, Bangreng bisa jadi hanya nama dalam dokumen, bukan lagi suara yang hidup di hajatan, bukan gerakan ronggeng yang menari di tanah lapang, bukan shalawat yang menggema di malam panjang.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 02 Nov 2025, 15:14 WIB

Peran Orang Tua di Tengah Tantangan Pendidikan Modern

Perkembangan teknologi dan perubahan gaya belajar membuat pendidikan modern tidak lagi sama seperti dulu.
Orang tua dan anaknya. (Sumber: Pexels/Lgh_9)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 14:01 WIB

Ketika Kampus Tak Lagi Aman: Belajar dari Kasus Timothy Anugerah di Universitas Udayana

Kasus meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana, membuka mata kita tentang bahaya perundungan di lingkungan kampus.
Korban perundungan, Timothy Anugerah. (Tiktok/apaajaboleh2012)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 12:29 WIB

Bermain dengan Sabar, Reza Gebuk 2 Ganda Malaysia, BL Negeri Jiran Marah!

Ini adalah kemenangan ketiga Sabar/Reza dari pasangan Malaysia itu dalam empat pertemuan.
Sabar Karyaman Gutama dan Mohammad Reza Pahlevi Isfahani. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Jelajah 02 Nov 2025, 11:00 WIB

Hikayat Kasus Penganiayaan Brutal IPDN Jatinangor, Tumbangnya Raga Praja di Tangan Senior Jahanam

Tradisi koreksi berubah jadi ritual kekerasan mematikan. Kasus Cliff Muntu membongkar budaya militeristik yang mengakar di IPDN.
Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, mengikuti Upacara Penutupan Praktik Lapangan I di Lapang Upakarti Soreang, Selasa (13/8/2019). (Sumber: Humas Pemkab Bandung)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 10:05 WIB

Tempat Nongkrong Favorit Mahasiswa Bandung dengan Konsep Otomotif Unik

Ice Cream Service Autoshop & Dine menghadirkan pengalaman kuliner unik di Bandung dengan konsep otomotif yang menarik perhatian.
Ice Cream Service Autoshop & Dine (Foto: Ramzy Ahmad)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 07:30 WIB

Tips Aman Berselancar Internet: Hindari Jebakan Phishing dan Penipuan Online

Waspadai jebakan di dunia maya! Temukan cara mengenali tautan palsu, pesan penipuan, dan trik phishing yang sering menjerat.
Waspada terhadap phishing dan penipuan online. (Sumber: Pexels/Markus Winkle)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 05:42 WIB

Menggenggam Asa Hafalan, Sang Penghidup Tradisi Tahfiz MTs Kifayatul Achyar

Kisah inspiratif Sholihin, pembina tahfiz yang berhasil menghidupkan kembali program hafalan para siswa di MTs Kifayatul Achyar.
Sosok Sholihin yang giat membina tahfiz siswa/i MTs Kifayatul Achyar (Foto: Nabella Putri Sanrissa)
Ayo Biz 01 Nov 2025, 15:18 WIB

Transformasi Pusat Perbelanjaan Bandung, Menjawab Tantangan Ritel dengan Inovasi dan Koneksi Sosial

Perubahan perilaku konsumen, menuntut mal yang dulunya menjadi destinasi utama kini harus bersaing dengan kenyamanan belanja daring dan tuntutan pengalaman lebih personal.
Perubahan perilaku konsumen, menuntut mal yang dulunya menjadi destinasi utama kini harus bersaing dengan kenyamanan belanja daring dan tuntutan pengalaman lebih personal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 01 Nov 2025, 14:22 WIB

Membentuk Karakter Gen Z di Era Digital: Antara Teknologi, Kreativitas, dan Tantangan Edukasi

Lahir dalam era konektivitas tinggi, Gen Z tumbuh bersama internet, media sosial, dan perangkat pintar yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian.
Lahir dalam era konektivitas tinggi, Gen Z tumbuh bersama internet, media sosial, dan perangkat pintar yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 01 Nov 2025, 12:51 WIB

Menanam Masa Depan, Mustika Arsri dan Revolusi Teknologi di Ladang Petani Muda

Habibi Garden lahir dari visi besar untuk membangkitkan semangat petani muda dan mendorong regenerasi tenaga kerja di sektor agrikultur.
Habibi Garden lahir dari visi besar untuk membangkitkan semangat petani muda dan mendorong regenerasi tenaga kerja di sektor agrikultur. (Sumber: dok Habibi Garden)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 21:42 WIB

Hikayat Skandal Kavling Gate, Korupsi Uang Kadeudeuh yang Guncang DPRD Jawa Barat

Saat uang kadeudeuh jadi bencana politik. Skandal Kavling Gate membuka borok korupsi berjamaah di DPRD Jawa Barat awal 2000-an.
Gedung DPRD Jawa Barat.
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 20:26 WIB

Berkunjung ke Perpustakaan Jusuf Kalla di Kota Depok

Perpustakaan Jusuf Kalla bisa menjadi alternatif bagi wargi Bandung yang sedang berkunjung ke luar kota.
Perpustakaan Jusuf Kalla di Kawasan Universitas Islam Internasional Indonesia Kota Depok (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Beranda 31 Okt 2025, 19:03 WIB

Energi Selamatkan Nyawa: Gas Alam Pertamina Terangi Rumah Sakit di Hiruk Pikuk Kota

PGN sebagai subholding gas Pertamina terus memperluas pemanfaatan gas bumi melalui berbagai inovasi, salah satunya skema beyond pipeline menggunakan CNG.
Instalasi Gizi RSUP Hasan Sadikin. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 18:22 WIB

Gunung Puntang, Surga Sejuk di Bandung Selatan yang Sarat Cerita

Gunung Puntang menjadi salah satu destinasi wisata alam yang paling populer di Bandung Selatan.
Suasana senja di kawasan Gunung Puntang, Bandung Selatan. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Naila Salsa Bila)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 17:00 WIB

Kehangatan dalam Secangkir Cerita di Kedai Kopi Athar

Kedai Yang suka dikunjungi mahasiswa UIN SGD 2, tempat refresing otak sehabis belajar.
Kedai Kopi Athar, tempat refresing otak Mahasiswa UIN SGD kampus 2. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Fikri Syahrul Mubarok)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:17 WIB

Berhenti Jadi People Pleaser, Yuk Belajar Sayang sama Diri Sendiri!

Jika Anda hidup untuk menyenangkan orang lain, semua orang akan mencintai Anda, kecuali diri Anda sendiri. (Paulo Coelho)
Buku "Sayangi Dirimu, Berhentilah Menyenangkan Semua Orang" (Foto: Penulis)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:01 WIB

Santri Jangan Cuma Dirayakan, tapi Dihidupkan

Hari Santri bukan sekadar seremoni. Ia seharusnya menjadi momentum bagi para santri untuk kembali menyalakan ruh perjuangan.
Santri di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Muhammad Azzam)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:50 WIB

Sarapan, 'Ritual' yang Sering Terlupakan oleh Mahasiswa Kos

Sarapan yang sering terlupakan bagi anak kos, padahal penting banget buat energi dan fokus kuliah.
Bubur ayam sering jadi menu sarapan umum di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Zaky Hadi)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:01 WIB

Balqis Rumaisha, Hafidzah Cilik yang Berprestasi

Sebuah feature yang menceritakan seorang siswi SMP QLP Rabbani yang berjuang untuk menghafal dan menjaga Al-Qur'an.
Balqis Rumaisha saat wawancara di SMP QLP Rabbani (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis | Foto: Salsabiil Firdaus)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 13:01 WIB

Antara Kebebasan Berpendapat dan Pengawasan Digital: Refleksi atas Kasus TikTok di Indonesia

Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital.
Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)