Hikayat Dinasti Sunarya, Keluarga Dalang Wayang Golek Legendaris dari Jelekong

Hengky Sulaksono Redaksi
Ditulis oleh Hengky Sulaksono , Redaksi diterbitkan Minggu 27 Jul 2025, 17:15 WIB
Pertunjukan wayang golek Dadan Sunandar Sunarya. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Pertunjukan wayang golek Dadan Sunandar Sunarya. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Tak banyak keluarga di Indonesia yang mampu bertahan lima generasi hanya dengan mengandalkan seni tradisi. Tapi keluarga Sunarya di Jelekong, Bandung, membuktikan bahwa wayang golek bukan sekadar warisan budaya—ia adalah garis hidup yang diwariskan dari satu dalang ke dalang berikutnya, dari satu cerita ke cerita yang terus tumbuh bersama zaman.

Dinasti Sunarya dimulai dari seorang lelaki yang tak banyak disebut dalam buku sejarah, tapi namanya hidup di benak para dalang: Abah Juhari. Ia adalah dalang dari Manggahang. Seperti banyak tokoh utama dalam dunia pedalangan, ia bukan hanya pendongeng, namun juga pengasuh zaman. Ia mendalang di masa sunyi, sebelum seni itu akrab dengan lampu sorot. Salah satu murid sekaligus anaknya adalah Sunarya, lelaki yang kelak dikenal sebagai Abah Sunarya.

“Dari bapaknya. Abah Juhari, dalang juga di Manggahang,” kata antropolog Prancis Sarah Anaïs Andrieu saat dihubungi Ayobandung, saat menceritakan dari mana kepiawaian Abah Sunarya berasal.

Sosok Abah Sunarya adalah figur sentral di balik berkembangnya wayang golek di abad ke-20. Ia dikenal luas pada 1940-an, di masa ketika pertunjukan wayang masih jadi tontonan rakyat sekaligus ruang kontemplasi masyarakat Sunda. Nama Abah Sunarya melejit bukan hanya karena kepiawaiannya memainkan wayang, tapi karena ia juga mewariskan tradisi itu secara konsisten kepada anak-anaknya.

Dari sembilan anak yang dilahirkannya bersama sang istri, lima di antaranya menjadi dalang: Ade Kosasih Sunarya, Nanih Kurniasih Sunarya, Iden Subasrana Sunarya, Suganjar Sunarya, dan tentu saja Asep Sunandar Sunarya yang merupakan anak ke-13 dari istrinya yang bernama Cucun Jubaedah.

Dari banyak keturunan Abah, muncullah satu yang paling cemerlang: Asep Sunandar Sunarya. Asep-lah yang membuat nama Dinasti Sunarya melesat, bukan hanya di Jawa Barat, tapi sampai ke panggung internasional.

Baca Juga: Hikayat Java Preanger, Warisan Kopi Harum dari Lereng Priangan

Ia adalah modernis dalam dunia pedalangan, seniman yang tak cuma piawai memainkan tradisi, tetapi juga gemar mendobrak pakem. Ia membuat wayang golek menjadi tontonan yang lebih hidup, lebih teatrikal, dan lebih dekat dengan zaman.

Lahir pada 3 September 1955, Asep mengawali kariernya sejak usia muda. Namanya dikenal sejak 1970-an, dan melambung pada 1980-an lewat pertunjukan di televisi, terutama program ASEP Show yang tayang tiap Ramadan di TPI. Ia bukan dalang biasa. Dalam pertunjukannya, wayang bisa salto, naik helikopter, atau muntah spaghetti.

Dalang Asep juga bereksperimen dengan musik. Ia mencipta gaya gamelan multi-laras, yang bisa berpindah-pindah mode musik tergantung suasana cerita. Tak semua seniman berani melakukannya, apalagi dalam tradisi seketat pedalangan Sunda. Tapi Asep tahu, seni bukan untuk dikurung dalam kitab tua.

“Sebagai praktisi itu harus selalu beradaptasi, apresiasi, jangan memandang sebelah mata, harus gaul dengan siapapun, yang penting bisa mengangkat budaya dan tradisi lokal,” begitu pesan Asep yang masih dikenang anak-anaknya hingga hari ini.

Ia juga membawa seni wayang golek ke luar negeri. Tahun 1989, ia tampil di Amerika Serikat. Tahun 1993, ia menjadi dosen tamu di Institut International de la Marionnette, Charleville-Mézières, Prancis. Dalam banyak pertunjukannya, Asep tak hanya mendongeng. Ia menyelipkan kritik sosial yang tajam melalui tokoh Cepot, boneka punakawan cerdik, tengil, sekaligus mewakili suara rakyat kecil.

Di masa itu, jarang ada seniman daerah yang mendapat pengakuan internasional. Asep adalah pengecualian. Ia berhasil membuat dunia melihat bahwa seni tradisi bisa setara dengan teater modern, selama punya nyawa dan keberanian untuk berubah.

Dia juga mendirikan kelompok seni Padepokan Giriharja 3 di kampung halamannya, Jelekong, untuk sebagai sarana edukasi sekaligus pewarisan tradisi dalang wayang golek DInasiti Sunarya.

Sayangnya, pada 31 Maret 2014, Asep Sunandar Sunarya wafat karena serangan jantung di Rumah Sakit Al Ihsan, Baleendah. Ia meninggalkan duka besar, bukan hanya bagi keluarga, tapi juga bagi dunia kesenian Sunda. Namun warisan itu tak putus. Anak Asep, Dadan Sunandar Sunarya, meneruskan jalur yang telah dirintis sang ayah.

“Setelah Abah (Asep), saya dipercaya untuk menjadi Pupuhu Padepokan Giriharja 3,” kata Dadan. Ia mengakui langkah itu tak mudah. Bayang-bayang sang maestro begitu besar. Tapi perlahan, ia berusaha tegak. Tahun 2017, Dadan mendapat undangan tampil di Prancis dalam festival wayang serupa yang pernah disambangi Asep di dekade sebelumnya.

Pertunjukan wayang golek Dadan Sunandar Sunarya. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Pertunjukan wayang golek Dadan Sunandar Sunarya. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Baca Juga: Hikayat Sunda Empire, Kekaisaran Pewaris Tahta Julius Caesar dari Kota Kembang

Dalang Wayang Sebelum Dinasti Sunarya

Tapi jangan dikira Dinasti Sunarya berdiri dalam ruang kosong. Jauh sebelum Abah Sunarya naik ke panggung, seni wayang golek di Bandung sudah semarak. Dalam tulisan R. Moech. A. Affandie yang dimuat di koran Sipatahoenan tahun 1930-an, disebutkan ada setidaknya 22 dalang terkenal di wilayah Bandung Raya. Mereka datang dari berbagai kampung: Cibiru, Padalarang, Leuwigajah, Rancaekek, hingga Kiaracondong.

Dua tokoh penting di masa itu adalah Persoet dan Sawat. Persoet dikenal sebagai “Dalang Dalem” karena kerap tampil di pendopo dan disukai Kanjeng Dalem. Ia punya tiga anak: Kontja (Wanayasa), Pidjer (Purwakarta), dan Rintjig (Purwakarta). Sementara Sawat lebih sering tampil di luar lingkungan elite. Namun pengaruhnya tak kalah besar, karena ia punya murid seperti Bapa Anting, yang kemudian melahirkan nama-nama penting seperti Soewandaatmadja (alias H. Makboel) dan R. Djaja Ateng dari Cisondari.

Sarah Anaïs Andrieu juga mencatat bahwa kelahiran wayang golek sebagai bentuk seni baru di Jawa Barat bermula dari gagasan Dalem Karang Anyar Wiranatakusumah III, Bupati Bandung pada 1845. Ia memanggil tiga dalang dari Tegal dan Pekalongan untuk menciptakan bentuk baru pertunjukan wayang purwa yang cocok dimainkan siang hari. Tiga dalang itu adalah Ki Darman (pembuat wayang kayu), Ki Surasungging (penyusun repertoar musik), dan Ki Dipa Guna (dalang pertama).

Proyek itu disempurnakan oleh Wiranatakusumah IV. Ia mendatangkan Ki Anting untuk mendalang dalam bahasa Sunda agar lebih mudah dipahami rakyat. Murid Ki Anting, Brajanata, menyempurnakan gerak dan ekspresi wayang golek, menciptakan bentuk pertunjukan yang lebih hidup dan komunikatif.

Dari sanalah, rantai-rantai seni pedalangan tumbuh. Ada yang lahir dari garis darah, seperti Sunarya. Ada pula yang tumbuh dari garis murid dan sahabat, seperti keturunan Sawat. Semua membentuk ekosistem yang menjadikan Bandung Raya sebagai pusat penting wayang golek hingga hari ini.

Wayang golek bukan cuma seni pertunjukan. Ia adalah ruang tafsir atas zaman, tempat di mana kritik bisa disisipkan lewat guyonan, dan moral bisa dituturkan lewat kisah para punakawan. Dan selama masih ada nama Sunarya di Jelekong, maka cerita itu belum benar-benar berakhir.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:30 WIB

Jejak Rempah di Sepiring Ayam Geprek Favorit Anak Kos

Ayam geprek rempah dengan bumbu yang meresap hingga ke dalam daging, disajikan dengan kailan krispi dan sambal pedas yang nagih.
Ayam Geprek Rempah dilengkapi dengan kailan crispy dan sambal pedas yang nagih. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Firqotu Naajiyah)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:07 WIB

Wali Kota Farhan, Mengapa Respons Call Center Aduan Warga Bandung Lambat Sekali?

Warga Bandung mengeluh, Call Center Pemkot lambat merespons.
Gambaran warga yang menunjukkan rasa frustasi mereka saat menunggu jawaban dari Call Center Pemkot Bandung yang tak kunjung direspons. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 17:46 WIB

Nasib Naas Warga Sekitar Podomoro Park, Banjir Kiriman Jadi Rutinitas Musim Hujan

Pembangunan Podomoro Park yang selalu memberikan dampak negatif dan tidak memprihatinkan kenyamanan lingkungan penduduk sekitar.
Genangan air, imbas dari tidak adanya irigasi yang lancar (14/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Shafwan Harits A.)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 17:30 WIB

Seharusnya Ada Peran Wali Kota Bandung: Warga Harus Nyaman, Konvoi Bobotoh Tetap Berjalan

Kemenangan persib bandung selalu memicu euforia besar di kalamgan masyarakat Jawa Barat terjadi setiap persib meraih juara.
Ribuan bobotoh memenuhi ruas jalan Bandung saat merayakan kemenangan Persib Bandung pada Minggu sore, 25 Mei 2025. (foto: Della Titya)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 16:32 WIB

Pungutan Liar Menjadi Cerminan Buruknya Tata Kelola Ruang Publik Bandung

Pungutan liar yang masih terjadi di berbagai ruang publik Bandung tidak hanya menimbulkan keresahan.
Parkir liar yang tidak dibatasi menimbulkan kemacetan di Jln. Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Minggu (5/12/2025) (Foto: Zivaluna Wicaksono)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 16:12 WIB

Nasi Kulit di Cibiru, Harga dan Rasa yang bikin Semringah

Kuliner baru di daerah Cipadung yang cocok untuk mahasiswa, menyajikan makan berat yang enak namun dengan harga yang murah dan ramah di dompet
foto nasi kulit Jatinangor (Sumber: Camera HP | Foto: Alfi Syah)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 15:44 WIB

Sensasi Makan Lesehan di Al Jazeerah Signature Bandung

Al Jazeerah Signature Bandung menawarkan sensasi makan lesehan dengan sajian Kabsah Lamb khas Timur Tengah.
Dua porsi Kabsah Lamb di Al Jazeerah Signature Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Seli Siti Amaliah Putri)
Beranda 16 Des 2025, 15:18 WIB

Antara Urusan Rumah dan Lapak, Beban Ganda Perempuan di Pasar Kosambi

Beban ganda justru menuntut perempuan untuk terus bekerja di luar rumah, sekaligus memikul hampir seluruh pekerjaan domestik.
Punya beban ganda, perempuan pekerja menjadi pahlawan ekonomi sekaligus pengelola rumah tangga. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 15:11 WIB

Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Riwayat Panjang di Balik Ramainya Cibiru

UIN Sunan Gunung Djati Bandung lahir dari keterbatasan lalu berkembang menjadi kampus Islam negeri terbesar di Jawa Barat.
UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (Sumber: uinsgd.ac.id)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 15:05 WIB

Wayang Windu Panenjoan, Tamasya Panas Bumi Zaman Hindia Belanda

Jauh sebelum viral Wayang Windu Panenjoan dikenal sebagai destinasi kolonial yang memadukan bahaya keindahan dan rasa penasaran.
Wayang Windu Panenjoan. (Sumber: Tiktok @wayangwindupanenjoan)
Beranda 16 Des 2025, 14:57 WIB

Seni Lukis Jalanan di Braga Hidupkan Sejarah dan Ruang Publik Kota Bandung

Beragam tema dihadirkan, mulai dari potret tokoh terkenal hingga karya abstraksi penuh warna, yang terpampang di dinding-dinding bangunan sepanjang jalan
Ian seorang pelukis lokal dan karya lukisannya yang dipajang di trotoar Jalan Braga. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 12:57 WIB

Kang Ripaldi, Sosok di Balik Gratisnya Komunitas 'Teman Bicara'

Ripaldi, founder teman bicara yang didirikannya secara gratis untuk mewadahi anak muda yang ingin berlatih public speaking, mc wedding, mc event, mc birthday, hingga voice over secara gratis.
Ripaldi Endikat founder Teman Bicara (Sumber: Instagram Ripaldi Endikat | Foto: Tim Endikat Teman Bicara)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 12:04 WIB

Dari Hobi Menggambar Jadi Brand Fasion Lokal di Bandung

Bringace adalah merek fesyen lokal yang didirikan di Bandung pada tahun 2023.
 T-Shirt "The Unforgotten" dari Bringace. (Istimewa)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 10:07 WIB

Sejarah Universitas Padjadjaran, Lahirnya Kawah Cendikia di Tanah Sunda

Sejarah Universitas Padjadjaran bermula dari tekad Jawa Barat memiliki universitas negeri sendiri di tengah keterbatasan awal kemerdekaan.
Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:36 WIB

Dari Panggung Gigs ke Aksi Sosial di Flower City Festival 2025

Flower City Festival (FCF) 2025 sukses mengumpulkan dana senilai Rp56.746.500 untuk korban bencana di Sumatera.
Suasana Flower City Festival 2025 di Kopiluvium, Kiara Artha Park, Bandung (11/12/2025) (Sumber: Dokumentasi panitia FCF 2025 | Foto: ujjacomebackbdg)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:10 WIB

Berjualan di Trotoar, PKL Caringin Menginginkan Ruang Publik dari Wali Kota Bandung

PKL di Caringin yang berjualan di trotoar berharap ada penataan agar mereka bisa berjualan lebih tertib.
Sejumlah pedagang kaki lima yang tetap berjualan meski hujan di malam hari di kawasan Caringin 30-11-2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Raifan Firdaus Al Farghani)
Beranda 16 Des 2025, 07:38 WIB

Suara Perempuan di Garis Depan Perlawanan yang Disisihkan Narasi Kebijakan

Dari cerita personal hingga analisis struktural, diskusi ini membuka kembali pertanyaan mendasar: pembangunan untuk siapa dan dengan harga apa.
Suasan diskusi buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” Minggu (14/12) di perpustaakan Bunga di Tembok, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Beranda 15 Des 2025, 21:18 WIB

Tanda Kerusakan Alam di Kabupaten Bandung Semakin Kritis, Bencana Alam Meluas

Seperti halnya banjir bandang di Sumatera, kondisi alam di wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius.
Warga di lokasi bencana sedang membantu mencari korban tertimbun longsor di Arjasari, Kabupaten Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 20:05 WIB

Tahun 2000-an, Palasari Destinasi 'Kencan Intelektual' Mahasiswa Bandung

Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung.
 Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Farisi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 19:25 WIB

Benang Kusut Kota Bandung: Penataan Kabel Tak Bisa Lagi Ditunda

Kabel semrawut di berbagai sudut Kota Bandung merusak estetika kota dan membahayakan warga.
Kabel-kabel yang menggantung tak beraturan di Jl. Katapang, Lengkong, Kota Bandung, pada Rabu (03/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Masayu K.)