Di era gempuran transportasi umum, masyarakat Kota Bandung juga ingin merasakan hal yang sama. Sayangnya, transportasi umum di Kota Bandung masih belum layak untuk beroperasi. Sejak peluncuran inovasi baru Teman Bus pada tanggal 27 Desember 2021 hingga saat ini masih banyak halte bus yang jauh dari kata layak, tidak memenuhi standar yang seharusnya seperti pada halte Tegalega, Jl. Moch. Toha, Kec. Regol, Kota Bandung, Jawa Barat.
Keterbatasan fasilitas publik seperti halte yang tidak terawat menunjukkan bahwa Kota Bandung tidak memberikan perhatian yang cukup kepada pengguna transportasi umum. Hadirnya program Bandung Smart City dan dorongan kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi umum, dengan buruknya keadaan titik transit ini, membuat masyarakat enggan untuk menggunakan transportasi umum.
Masalah utama yang sangat terlihat oleh saya saat menggunakan Trans Metro Jabar adalah kondisi fisik halte yang sangat memprihatinkan. Halte tidak memiliki atap bahkan dinding sekalipun hanya ada kursi yang basah dan dipenuhi oleh dedaunan basah, sehingga fungsi halte sebagai tempat singgah dan berlindung pun hilang.
Data juga menunjukkan bahwa skala pada masalah ini cukup besar, dengan jumlah halte di Kota Bandung yang berlimpah yaitu dengan jumlah keseluruhan mencapai 228 unit halte dengan berbagai macam kondisi yang mayoritas halte dilaporkan buruk dan kurang terakses oleh masyarakat (Sumber: Data Dinas Perhubungan Kota Bandung).
Bahkan penanda bus stop pun kurang diperhatikan, seperti posisi nya di area ramai, atau penanda bus stop yang terhalang pohon. Dengan angka yang besar ini menunjukkan bahwa upaya revitalisasi harus dilakukan secara masif dan terstruktur.
Faktor keamanan menjadi masalah besar berikutnya, terutama keadaan halte pada malam hari. Banyak halte bus yang ditelantarkan begitu saja tanpa lampu. Keadaan seperti ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kejahatan, seperti perampokan hingga pelecehan yang membuat penumpang terutama wanita dan orang tua merasa was-was dan terancam.
Wali Kota Bandung, M. Farhan juga melupakan aksesibilitas. Hampir sebagian besar halte di Kota Bandung tidak memiliki fasilitas yang ramah penyandang disabilitas, seperti jalur khusus kursi roda atau ramp. Ini menunjukkan bahwa perencanaan fasilitas publik tidak dirancang dengan baik, seolah-olah layanan publik hanya untuk orang-orang yang bertubuh sempurna.

Halte-halte di Kota Bandung juga dianggap tidak memberikan informasi yang cukup. Jadwal kedatangan yang tidak ada membuat penumpang tidak bisa memprediksi kapan bus selanjutntya akan datang. Halte seharusnya mempunyai waktu akurat kapan bus tiba bukan membuat penumpang menunggu dengan ketidakpastian.
Dengan kondisi halte yang buruk secara tidak langsung menciptakan kesan negatif kepada masyarakat yang menjadikan minat masyarakat terhadap transportasi umum berkurang. Meskipun pemerintah kota sudah berupaya keras agar masyarakat mengurangi kendaraan pribadi dan mulai menggunakan transportasi umum agar tingkat kemacetan berkurang, masyarakat akan enggan menggunakan transportasi umum yang mereka anggap tidak aman dan kurang terawat.
Sebagai kepala Kota Bandung, M. Farhan seharusnya memandang revitalisasi halte sebagai investasi penting, bukan sekadar biaya operasional. Halte yang terawat dan nyaman adalah hak masyarakat dan halte yang nyaman juga merupakan indikator kemajuan serta keberpihakan sebuah kota terhadap layanan publik yang berkualitas.
Baca Juga: DAMRI Bukan Bus Sultan, tapi Padat Merayap seperti Cintaku Padamu
Langkah perbaikan harus dilakukan secara total dan komprehensif. Memperbaiki halte secara fisik, memberi pencahayaan yang seharusnya, dan menambahkan kamera CCTV untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan penumpang.
Selain itu, pria kelahiran 1970 ini perlu melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses evaluasi dan perawatan halte. Partisipasi masyarakat melalui sistem pelaporan cepat, forum warga, atau aplikasi pengaduan akan membantu Wali Kota Bandung mendapatkan informasi secara real time dan lebih akurat. Dengan kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat, revitalisasi halte tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menumbuhkan rasa memiliki di kalangan masyarakat. (*)
