Angin sepoy yang dulu membawa aroma segar dari pepohonan di sebuah taman sebuah komplek, kini hanya menyisakan hembusan lembap dari sebuah kolam retensi.
Kolam retensi yang berlokasi di Jl. Jupiter Raya, Komplek Margahayu Raya, Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung, pada awalnya dibangun oleh pemerintah daerah Kota Bandung pada tahun 2023 untuk memberikan solusi mengenai banjir yang kerap terjadi di wilayah tersebut.
Area kolam retensi ini sebelumnya merupakan sebuah taman hijau terbuka. Pembangunan dilakukan dengan mengubah fungsi taman hijau menjadi kolam retensi.
Taman hijau yang dulu berdiri di lokasi tersebut dibangun pada tahun 2000-an sebagai ruang publik warga. Area itu menjadi tempat anak-anak bermain dan lokasi resapan hujan bagi lingkungan. Pada 2023, taman itu kemudian dialih fungsikan sebagai kolam retensi. Namun sejak kolam mulai beroperasi, keluhan mengenai banjir dan genangan justru meningkat.
Kolam retensi yang seharusnya menjadi solusi masalah banjir, justru makin memperparah banjir, kenyataanya masih banyak penduduk yang merasakan bahwa solusi kolam retensi ini tidak berjalan sesuai harapan, karena yang sebenarnya terjadi adalah kolam retensi ini hanya menyebabkan banjir semakin parah.
Kolam retensi ini memunculkan beberapa dampak negatif, pembangunan kolam retensi turut menghilangkan deretan pepohonan yang selama ini menjadi peneduh alami, akibatnya, suhu di kawasan tersebut kini terasa lebih panas, lembab dan tidak lagi memberikan udara segar dan sejuk seperti ketika masih berupa taman hijau. Kondisi ini tentunya turut menurunkan kualitas lingkungan tempat tinggal warga.
Herli adalah salah satu warga yang sudah tinggal lama di sekitar lokasi, ia tinggal saat kolam retensi masih menjadi taman hijau, ia adalah salah satu warga yang terkena banyak dampak negatif dari kolam retensi ini. Tentunya ia sangat tau paham bagaimana perbedaan antara taman hijau dan kolam retensi setelah dibangun.
“Menurut saya, taman hijau lebih efektif untuk masalah mengurangi banjir ini dibandingkan Kolam retensi, karena yang sebelumnya titik banjir hanya di sekitaran taman saja, sekarang setelah menjadi kolam retensi, titik banjirnya semakin banyak dan meluas,” katanya.
Kolam retensi ini juga menyisakan genangan air yang memicu berkembang biaknya jentik nyamuk, yang tentunya ini mempengaruhi kesehatan lingkungan dan masyarakat, tentunya masalah ini dapat menyebabkan udara menjadi tidak sehat dan meningkatkan penyakit DBD. Genangan air juga menimbulkan aroma yang tidak sedap ketika cuaca panas, sehingga menyebabkan masyarakat sekitar merasa terganggu dan tidak nyaman.
“Karena banyaknya genangan yang dibiarkan, udara nya menjadi tidak segar dan beraroma bau yang tidak sedap, dan juga jadi banyak nyamuk yang bertelur yang menyebabkan banyak jentik-jentik nyamuk yang sangat mengganggu warga yang tinggal dekat di sekitar kolam retensi ini, beberapa bulan terakhir ini, tetangga-tetangga saya terkena penyakit DBD, memang karena ini jadi suka sering terjadi nya kasus masyarakat sekitar terkena penyakit DBD,” ujarnya.
Namun dengan banyaknya dampak negatif dari kolam retensi ini. Tentunya ada juga dampak positif nya.
“Kolam retensi ini tentunya mempunyai dampak positif juga, adanya kolam retensi ini membuat kita warga sekitar mempunyai tempat untuk olahraga pagi dan tempat bermain anak-anak,” ucapnya sambil tersenyum.
Meskipun begitu, masyarakat dan warga yang tinggal di sekitar kolam retensi ini memiliki harapan yang besar agar pemerintah sekitar, dan Walikota Bandung M. Farhan untuk segera menangani dan memberikan solusi mengenai masalah-masalah ini. (*)
