Cibaduyut sudah lama dikenal luas sebagai ikon pariwisata lokal kebanggaan Kota Bandung, wisatawan luar Kota Bandung sering berbondong-bondong datang membeli sepatu kulit berkualitas tinggi. Namun, kejayaan ini mendadak pudar ketika hujan deras mengguyur dan menciptakan banjir.
Setiap musim hujan, banjir sering melanda Jalan Raya Cibaduyut, genangan air dapat mencapai 40 cm, mengganggu lalu lintas dan aktivitas masyarakat. Selain musibah alam, insiden ini adalah akibat dari kegagalan Wali Kota Bandung M. Farhan secara sistemik dalam manajemen drainase, yang tidak mampu mengatasi tingkat air yang tinggi.
Data yang ditunjukkan pada lapangan bahwa curah hujan dengan intesitas sedang saja sudah dapat mengubah jalan raya Cibaduyut menjadi sungai dadakan. Kondisi ini diperparah oleh kontur jalan yang cekung di bawah jembatan tol yang menjadi kolam penampungan air raksasa tanpa saluran pembuangan yang memadai.
Sistem drainase di Cibaduyut tidak cukup menampung air hujan yang sangat banyak. Selain itu, penumpukan sampah membuat saluran air tersumbat. Sampah yang menumpuk menyebabkan gorong-gorong kecil meluap, sementara peningkatan penduduk semakin memperburuk kondisi karena lahan resapan diubah menjadi area permukiman.
Genangan banjir melumpuhkan lalu lintas di Cibaduyut yang menyebabkan macet berkepanjangan, serta menyebabkan kerugian para pedagang sepatu dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sepanjang jalan. Masyarakat kehilangan mobilitas harian dan hadapi risiko kesehatan dari air kotor, kawasan ini sebagai pusat industri sepatu legendaris Bandung, semakin terpuruk karena banjir berulang merusak barang dagangan dan infrastruktur jalan.
Kerugian ekonomi yang dialami oleh para pengrajin dan pemilik toko di sepanjang jalan ini tentu tidaklah sedikit akibat akses yang tertutup total. Wali Kota Bandung perlu menyadari bahwa membiarkan Cibaduyut terus-menerus kebanjiran sama saja dengan membiarkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung hanyut terbawa air.

Wisatawan luar kota kini mulai berpikir dua kali untuk datang berbelanja sepatu di Cibaduyut saat musim hujan tiba. Toko-toko yang dulu selalu ramai pengunjung kini sering terlihat sepi dan merana karena akses jalan yang tidak bisa dilalui kendaraan.
Tampaknya Wali Kota Bandung terlalu sibuk memperbaiki tampilan pusat kota sehingga melupakan aspek penting di daerah penyangga ekonomi ini. Ketimpangan pembangunan infrastruktur ini menciptakan rasa ketidakadilan bagi warga Cibaduyut.
Pompa air yang selama ini diandalkan oleh pemerintah kota seringkali tidak berfungsi dengan baik saat dibutuhkan dalam kondisi darurat. Penanganan reaktif seperti penyedotan air sementara telah terbukti tidak efektif menyelesaikan akar masalah dari banjir menahun ini.
Wali Kota Bandung diharapkan segera menurunkan tim ahli untuk meninjau kembali tata kelola air dan drainase di kawasan Cibaduyut. Agar anggaran untuk perbaikan tidak terbuang sia-sia tanpa hasil, perencanaan tata kota yang matang harus didasarkan pada data lapangan yang akurat.
Masyarakat Cibaduyut tidak membutuhkan wacana politik atau janji manis, melainkan langkah nyata yang bisa dirasakan langsung manfaatnya. Pengerukan sedimentasi sungai dan pelebaran drainase utama harus dieksekusi secepat mungkin tanpa menunggu korban materi lebih banyak lagi.
Menyelamatkan Cibaduyut dari ancaman banjir berarti menyelamatkan salah satu identitas ekonomi dan sejarah penting yang dimiliki Kota Bandung. Jangan biarkan sentra sepatu legendaris ini tenggelam hanya karena ketidakpedulian pemerintah kota terhadap infrastruktur dasarnya. (*)
