Setiap Pagi, Rakit Bambu jadi Harapan Siswa di Tepian Waduk Saguling

Restu Nugraha Sauqi
Ditulis oleh Restu Nugraha Sauqi diterbitkan Rabu 28 Mei 2025, 10:41 WIB
Sejumlah siswa SD pergi sekolah menaiki rakit bambu melintasi Waduk Saguling. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Sejumlah siswa SD pergi sekolah menaiki rakit bambu melintasi Waduk Saguling. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

AYOBANDUNG.ID - Pagi itu, kabut turun rendah di Waduk Saguling. Air tenang, tapi udara menusuk. Dari balik gumpalan embun, muncul siluet kecil: rakit bambu dengan tali tambang, meluncur pelan. Di atasnya berdiri bocah perempuan, rambut dikepang dua, seragam SD rapi, dan sepatu yang tampak sudah siap basah.

Dia bernama Kaila. Umurnya 9 tahun. Sudah kelas 2 SD di Panaruban. Hari itu bukan hari pertama ia menyeberang dengan rakit. Juga bukan yang terakhir. Ini rutinitas. Setiap hari. Jam 06.30 pagi. Tak pernah terlambat, bahkan ketika rakit dipakai tetangga duluan untuk mancing ikan.

“Udah biasa naik rakit, nggak takut,” katanya, 27 Mei 2025. Tenang saja. Seolah yang ditapaki itu bukan air, tapi jalan beton beraspal.

Rakit itu bukan milik sekolah. Bukan pula milik pemerintah. Itu rakit warga, yang dipakai bersama. Sekali waktu untuk anak-anak sekolah, lain waktu untuk orang tua bawa hasil panen atau cari ikan. Kadang kalau lagi apes, rakitnya tak ada. Entah siapa pinjam. Maka Kaila harus tunggu. Sabar. Tidak marah. Tidak minta diantar naik mobil dinas.

Sekolah Kaila tak jauh sebenarnya. Hanya terpisah air sejauh 120 meter. Tapi air itu—yang dulunya sawah dan ladang—adalah bekas proyek besar bernama Waduk Saguling. Dibangun tahun 1984, bendungan itu menenggelamkan banyak tanah. Dan memisahkan dusun satu dengan dusun lain di Desa Karanganyar, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat.

Puluhan tahun sudah air waduk itu menghalangi jalan warga. Terutama warga Dusun 1 dan Dusun 4. Kedua wilayah yang secara administratif satu desa, tapi secara geografis dipisahkan air. Kantor desa ada di seberang. Puskesmas juga. Sekolah juga. Maka rakit jadi solusi. Sementara, katanya.

Ironisnya, bukan warga yang tak ingin jembatan. Mereka sudah usul. Berkali-kali. Tapi mengurus izin jembatan bukan perkara sederhana. Dari pemerintah daerah tidak keluar. Dari pengelola waduk pun tak bergeming. Padahal yang dibutuhkan bukan jembatan beton raksasa. Cukup jembatan gantung. Yang bisa dilewati motor, atau minimal anak-anak sekolah tanpa harus basah.

"Sudah tiga kali kami ajukan ke Indonesia Power, tapi belum ada respon. Kalau ke Pemkab Bandung Barat sudah pernah, tapi baru sebatas minta saran," kata Asep Hermawan, Kepala Desa Karanganyar.

Kalau pun memaksa lewat jalan darat, jaraknya 16 hingga 20 kilometer. Waktu tempuh dua jam. Ongkos bisa Rp50 ribu bolak-balik. Itu untuk warga yang mau ke kantor desa saja. Belum yang mau sekolah, atau ke Puskesmas.

“Siswa sekarang yang naik rakit paling tinggal 7 orang. Biasanya jam 07.00 WIB mereka nyebrang. Tapi rakit itu juga dipakai warga buat keperluan lain. Jadi kadang anak-anak harus nunggu,” tambah Asep.

Guru Kaila, Pak Dodo Jalal, tahu betul cerita ini. Sudah bertahun-tahun ia mengajar di SDN Panaruban. “Dulu murid yang naik rakit ada 15 orang. Sekarang tinggal lima. Kelas 1 sampai kelas 3,” katanya.

Dulu sekolah pernah bikin rakit sendiri. Untuk murid-muridnya. Tapi rusak. Tak ada yang memperbaiki. Anggaran? Jelas tak ada. Maka anak-anak harus nebeng rakit warga.

“Saya harap pemerintah bisa membuat jembatan. Minimal motor bisa lewat,” kata Dodo.

 (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
(Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Permintaan yang sederhana. Tapi mungkin terlalu sederhana. Tak cukup bombastis untuk headline. Tidak canggih untuk proyek peresmian. Tidak megah untuk disebut legacy kepala daerah. Tapi dampaknya besar.

Satu jembatan, untuk lima atau tujuh anak sekolah, terdengar agak boros. Tapi bukankah anggaran negara juga banyak yang boros? Untuk acara seremonial. Untuk studi banding. Untuk rapat-rapat yang hasilnya tidak tahu ke mana.

Jembatan itu akan menyatukan dusun yang telah terpisah selama puluhan tahun. Akan mempertemukan anak-anak dengan sekolahnya, tanpa harus basah atau terlambat karena rakit dicuri ikan.

Tapi entahlah. Sejauh ini, jembatan itu masih mimpi.

Kaila tidak tahu tentang izin jembatan. Tidak kenal siapa pengelola waduk. Tidak tahu siapa pejabat-pejabat teras yang berwenang. Ia hanya tahu setiap pagi harus naik rakit. Pegang tambang erat-erat. Menyeberang tanpa jatuh. Jalan kaki 700 meter. Lalu duduk manis di bangku kelas, belajar matematika, IPA, dan menggambar.

"Kalau naik motor jauh, ongkosnya mahal. Kalau lewat rakit bayarnya seikhlasnya,” katanya polos.

Pagi itu, seperti biasa, rakit datang tepat waktu. Kaila naik. Pegang tali. Lalu melaju pelan. Matahari naik. Kabut perlahan pergi. Tapi masalah itu masih tinggal di sana: jembatan yang tak kunjung datang.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 13:31 WIB

Kebijakan Kenaikan Pajak: Kebutuhan Negara Vs Beban Masyarakat

Mengulas kebijakan kenaikan pajak di Indonesia dari sudut pandang pemerintah dan sudut pandang masyarakat Indonesianya sendiri.
Ilustrasi kebutuhan negara vs beban rakyat (Sumber: gemini.ai)
Beranda 18 Des 2025, 12:57 WIB

Upaya Kreator Lokal Menjaga Alam Lewat Garis Animasi

Ketiga film animasi tersebut membangun kesadaran kolektif penonton terhadap isu eksploitasi alam serta gambaran budaya, yang dikemas melalui pendekatan visual dan narasi yang berbeda dari kebiasaan.
Screening Film Animasi dan Diskusi Bersama di ITB Press (17/12/2025). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:53 WIB

Dari Ciwidey Menembus India; Menaman dan Menjaga Kualitas Kopi Robusta

Seorang petani kopi asal Ciwidey berhasil menghasilkan kopi robusta berkualitas yang mampu menembus pasar India.
Mang Yaya, petani kopi tangguh dari Desa Lebak Muncang, Ciwidey—penjaga kualitas dan tradisi kopi terbaik yang menembus hingga mancanegara. (Sumber: Cantika Putri S.)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:12 WIB

Merawat Kampung Toleransi tanpa Basa-basi

Kehadiran Kampung Toleransi bukan sekadar retorika, basa-basi, melainkan wujud aksi nyata dan berkelanjutan untuk merawat (merayakan) keberagaman.
Seorang warga saat akan menjalankan ibadah salat di Masjid Al Amanah, Gang Ruhana, Jalan Lengkong Kecil, Bandung. (Sumber: AyoBandung.com | Foto: Ramdhani)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 11:04 WIB

Manusia dan Tebing Citatah Bandung

Mari kita bicarakan tentang Citatah.
Salah satu tebing di wilayah Citatah. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 10:06 WIB

Satu Tangan Terakhir: Kisah Abah Alek, Pembuat Sikat Tradisional

Kampung Gudang Sikat tidak selalu identik dengan kerajinan sikat. Dahulu, kampung ini hanyalah hamparan kebun.
Abah Alek memotong papan kayu menggunakan gergaji tangan, proses awal pembuatan sikat. (Foto: Lamya Fatimatuzzahro)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 09:52 WIB

Wargi Bandung Sudah Tahu? Nomor Resmi Layanan Aduan 112

Nomor resmi aduan warga Bandung adalah 112. Layanan ini solusi cepat dan tepat hadapi situasi darurat.
Gambaran warga yang menunjukkan rasa frustasi mereka saat menunggu jawaban dari Call Center Pemkot Bandung yang tak kunjung direspons (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 07:15 WIB

Akhir Tahun di Bandung: Saat Emas bagi Industri Resort dan Pariwisata Kreatif

Menjelang Natal dan Tahun Baru 2026, lonjakan kunjungan ke Kota Bandung serta tren wisata tematik di resort membuat akhir tahun menjadi momentum emas bagi pertumbuhan industri resort dan pariwisata.
Salah satu faktor yang memperkuat posisi Bandung sebagai destinasi akhir tahun adalah kemunculan resort-resort dengan konsep menarik (Sumber: Instagram @chanaya.bandung)
Beranda 18 Des 2025, 07:09 WIB

Rumah Seni Ropiah: Bukan Hanya Tempat Memamerkan Karya Seni, tapi Ruang Hidup Nilai, Budaya, dan Sejarah Keluarga

Galeri seni lukis yang berlokasi di Jalan Braga, Kota Bandung ini menampilkan karya-karya seni yang seluruhnya merupakan hasil ciptaan keluarga besar Rumah Seni Ropih sendiri.
Puluhan lukisan yang dipamerkan dan untuk dijual di Rumah Seni Ropih di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)