Hikayat Kusni Kasdut, Pejuang Revolusi yang jadi Perampok Legendaris

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Kamis 04 Des 2025, 12:30 WIB
Kusni Kasdut

Kusni Kasdut

AYOBANDUNG.ID - Pada suatu pagi di akhir Mei 1961, kota Jakarta masih sibuk dengan rutinitas: trem meringkik dari Stasiun Jakarta Kota, pegawai negeri mengusap keringat sebelum menghadap kantor, dan udara sudah terasa gerah sejak matahari belum naik sepenuhnya. Tak ada yang menduga bahwa di balik keriuhan itu, seorang lelaki berwajah datar dengan seragam polisi gadungan sedang mematangkan langkah paling nekat dalam sejarah kriminal Indonesia. Lelaki itu bernama Kusni Kasdut, dan Museum Nasional di Jalan Merdeka Barat akan menjadi panggung yang mengubah namanya menjadi legenda.

Perampokan museum biasanya hanya ditemukan dalam novel atau film Hollywood, melibatkan pencuri dengan sarung tangan kulit, pengaman laser, dan jargon canggih. Jakarta tahun 1961 belum mengenal semua itu. Keamanan museum lebih mengandalkan alat-alat sederhana dan rasa percaya penuh pada petugas berseragam. Dan justru kepercayaan itulah yang direnggut Kusni dengan penuh kecermatan.

Ia datang bersama tiga rekan, menumpang jeep curian dengan plat nomor palsu, juga seragam polisi yang tampak meyakinkan bila dilihat sepintas. Rencana disusun di sebuah rumah di Slipi, dan di sanalah empat lelaki itu meyakinkan diri bahwa semuanya akan berjalan mulus.

Baca Juga: Hikayat Kasus Dukun AS, Pembunuh Berantai Legendaris Indonesia

Ketika jeep mereka berhenti di halaman Museum Gajah, siapa pun yang melihat pasti menganggap kedatangan para penegak hukum itu bagian dari inspeksi rutin. Dua rekannya sibuk mengobrol dengan petugas jaga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sok serius yang entah relevan atau tidak. Sementara Kusni melenggang masuk ke lantai atas museum, lalu berhenti di depan lemari kaca berisi permata kuno Nusantara. Obeng besar diselipkan dalam pakaian, seperti kawan lama yang siap bekerja.

Dalam hitungan menit, sebelas permata berharga disambar dan dimasukkan ke dalam tas. Nilainya diestimasi mencapai miliaran rupiah bila dikonversi hari ini, cukup untuk membuat para kolektor permata menahan napas.

Semuanya berlangsung begitu cepat. Tak ada bunyi tembakan, tak ada teriakan dramatis, tak ada pertarungan ala film koboi. Kusni turun lagi, mengangguk tenang pada petugas museum yang tak curiga sedikit pun, lalu kembali naik ke jeep yang langsung melesat ke jalanan Jakarta.

Hari itu, Museum Nasional menjadi tuan rumah dari perampokan paling fenomenal sepanjang sejarah Indonesia. Dan pada hari yang sama, nama Kusni Kasdut terbang tinggi ke seantero negeri, lebih cepat dari koran yang mencetak berita esok paginya.

Kusni Kasdut berhasil membawa kabur 11 permata koleksi museum yang nilainya mencapai Rp2,5 miliar. Aksi nekat di pusat kota Jakarta ini tidak hanya menggemparkan masyarakat, tetapi juga mempermalukan aparat keamanan yang dianggap kecolongan. Museum Nasional yang menyimpan ribuan koleksi berharga dari berbagai penjuru Nusantara tiba-tiba menjadi bukti kerentanan keamanan di era awal kemerdekaan.

Perampokan permata di Museum Nasional menjadi titik balik perjalanan hidup seorang mantan pejuang kemerdekaan yang sudah lama kecewa pada negara yang ia bela. Namun, kisah Kusni jauh lebih panjang dan lebih berliku dari serangan cepat di museum itu. Ia berawal dari seorang bocah yang tumbuh dalam kemiskinan, lalu pejuang yang tak dianggap, hingga akhirnya menjadi kriminal yang begitu lihai sampai aparat pun berkali-kali keok menghadapi kecerdikannya.

Baca Juga: Hikayat Sumanto, Kanibal Tobat yang Tertidur Lelap dalam Siaran Televisi

Museum Nasional. (Sumber: Wikimedia)
Museum Nasional. (Sumber: Wikimedia)

Hikayat Kasdut Si Bandit Cum Pejuang Revolusi

Kusni Kasdut bernama asli Ignatius Waluyo. Ia lahir pada Desember 1929 di Blitar dari pasangan petani miskin, Wonomejo dan Mbok Cilik. Ayahnya meninggal ketika ia masih berusia lima tahun, meninggalkan keluarga kecil itu dalam kondisi yang nyaris tak punya apa-apa.

Waluyo kecil berpindah ke Malang bersama ibunya, yang tinggal di gang sempit bernama Gang Jangkrik. Nama gang itu saja sudah cukup menunjukkan betapa getir kehidupan di sana: riuh, sempit, dan tak menjanjikan apa pun.

Di terminal Malang, bocah itu belajar mengenal dunia. Ia menjajakan rokok dan permen kepada penumpang bus, melihat orang-orang datang dan pergi dengan wajah penuh harapan atau malas membayar. Jalanan adalah sekolah pertamanya, dan di sana ia belajar bahwa keberanian kadang dibangun dari perut yang lapar.

Ketika Jepang masuk ke Indonesia, bocah yang mulai tumbuh remaja itu melihat peluang. Ia bergabung dengan heiho, pasukan pembantu bentukan Jepang, dan ditempatkan di Batalion Matsamura. Pendidikan militernya tidak berlangsung lama, tetapi cukup untuk memberinya pelajaran dasar tentang disiplin, strategi, dan cara memegang senjata. Kelak semua itu menjadi modal penting dalam kehidupan keduanya sebagai kriminal paling dicari.

Waluyo kemudian kembali ke Malang setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Ketika proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, ia termasuk para pemuda yang merasakan getaran heroik itu. Tanpa banyak pertimbangan, ia bergabung dengan laskar di bawah Tentara Keamanan Rakyat di Rampal. Bersama pasukan Tentara Pelajar, ia bergerak menuju Surabaya dalam pertempuran penting yang kini diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan.

Sejak masa perjuangan itulah nama kecilnya berubah menjadi Kasdut. Julukan itu datang dari kebiasaannya menjalankan operasi lapangan untuk mencari dana perjuangan. Bukan sekadar menjual karcis atau meminta sumbangan, melainkan merampok tuan tanah kaya yang dianggap dekat dengan Belanda.

Baca Juga: Hikayat Johny Indo, Robin Hood Garut Pemburu Harta Orang Kaya

Ironisnya, tindakan kriminal itu justru dipandang heroik pada masa revolusi, karena hasilnya digunakan untuk kebutuhan pejuang. Kasdut dianggap cerdik, lincah, dan nekat. Seorang kawan bahkan menyebutnya Si Kancil karena selalu berhasil lolos dari kejaran musuh.

Tubuhnya penuh luka, termasuk satu tembakan yang membuatnya pincang kecil. Tetapi luka itu dianggap medali kehormatan dalam perang. Ia pernah ditangkap Belanda dan disiksa, tetapi tetap bungkam. Pada masa itu, hidupnya terasa masuk akal: negeri bertempur, ia bertugas, dan keberaniannya berguna. Namun semua berubah setelah Indonesia merdeka.

Tersingkirnya Kasdut Ketika Pahlawan Tak Lagi Dibutuhkan

Program rasionalisasi militer yang dicanangkan Mohammad Hatta membuat ribuan pejuang dipulangkan. Negara ingin membangun angkatan bersenjata yang terstruktur, dengan syarat dan pencatatan jelas. Para pejuang laskar yang tidak terdaftar resmi dianggap tidak memenuhi kualifikasi. Di sinilah hidup Kusni mulai terantuk.

Ia mencoba masuk TNI, bahkan berkali-kali. Namun selalu ditolak. Catatan militernya tidak lengkap, ia bukan bagian dari unit resmi, dan ia memiliki bekas luka tembak yang dianggap menyulitkan tugas fisik. Kusni berkali-kali datang ke lembaga penyalur mantan pejuang, tetapi pulang dengan tangan hampa.

Soalnya, penolakan tidak bisa dimakan. Anak-istrinya menunggu, dapur harus mengepul, beras harus dibeli. Indonesia saat itu sedang kacau ekonomi, ibarat rumah baru berdiri tapi belum punya atap, belum punya pintu, dan hujan turun setiap hari. Dalam situasi seperti itu, jalan pintas kadang terlihat seperti satu-satunya jalan.

Aksi pertamanya bukan murni kriminal. Ia bertemu Subagyo dan beberapa rekan lama, lalu melakukan pemerasan terhadap saudagar kaya. Hasilnya Rp600 ribu, jumlah yang pada masa itu cukup untuk membeli rumah, tanah, dan sawah. Yang mengejutkan, uang itu dibagi rata kepada sesama pejuang, seolah ia masih bekerja dalam semangat revolusi.

Sejak aksi itu, ia resmi mengadopsi nama baru: Kasdut. Dari Waluyo, berubah menjadi Kusni Kasdut, nama yang kelak membuat polisi pusing dan wartawan berbaris mencari cerita.

Baca Juga: Pemberontakan APRA Westerling di Bandung, Kudeta yang Percepat Keruntuhan RIS

Reputasinya mencapai titik tak bisa balik ketika ia ikut komplotan Bir Ali merampok rumah saudagar keturunan Arab, Ali Badjened, di Kebon Sirih, Jakarta, pada tahun 1960. Tembakan di malam hari yang merenggut nyawa sang saudagar membuat kasus itu meledak seperti petasan di tengah kampung. Pada masa itu, perampokan disertai pembunuhan masih jarang terjadi. Nama Kusni mulai bergeser dari cerita bisik-bisik menjadi headline koran.

Tapi jika kisah hidup seseorang diibaratkan sebuah novel, bagian paling dramatis biasanya belum muncul di bab tengah. Dalam hidup Kusni, bagian itu adalah Museum Gajah.

Setelah rampokan museum, aparat keamanan dibuat kelabakan. Mereka dikecam karena dianggap lalai. Namun Kusni terus menghilang seperti asap. Ia berpindah dari satu kota ke kota lain, mencoba menjual permata-permata itu secara bertahap di Surabaya dengan hati-hati. Tetapi kehati-hatiannya tak selalu sempurna. Perantara yang biasa membantunya ternyata sudah diawasi oleh polisi. Dari titik inilah jejak Kusni mulai terbuka.

Kabur Berulang Kali, Lalu Dieksekusi

Kusni Kasdut ditangkap tidak lama kemudian. Ia kemudian divonis hukuman mati oleh pengadilan pada 1964. Tertangkap dan vonis mati bukanlah akhir kisah Kusni. Dalam penjara, ia menunjukkan bakat lain: melarikan diri. Dalam hal ini, ia tampaknya tak kenal kata gagal. Ia kabur bukan sekali, tetapi delapan kali sepanjang hidupnya, termasuk ketika ia masih menjadi pejuang. Aksi kaburnya dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menggergaji jeruji dengan obeng buatan hingga membuat tali dari sambungan kain. Polisi sampai memberi julukan tak resmi: belut licin.

Pelariannya yang kesembilan dan terakhir terjadi pada September 1979 dari LP Lowokwaru, Malang. Padahal ia sedang menunggu keputusan grasi dari Presiden Soeharto. Satu bulan ia menghilang, hingga akhirnya ditangkap di Surabaya. Di tempat persembunyiannya ditemukan senjata laras panjang dan puluhan peluru, bukti bahwa ia tak pernah benar-benar meninggalkan dunia kejahatan.

Setelah penangkapannya, grasi ditolak. Kusni dipindah ke Lapas Kalisosok, Surabaya. Di sana ia bertemu seorang pemuka agama Katolik dan akhirnya memutuskan untuk dibaptis. Ia memilih nama Ignatius Waluyo, kembali ke nama kecilnya yang ia tinggalkan puluhan tahun lalu. Pada masa-masa terakhir, ia membuat sebuah lukisan Gereja Katedral Jakarta menggunakan gedebog pisang, karya yang kini terpajang di Museum Katedral.

Jelang eksekusi, ia diberi kesempatan makan malam bersama keluarganya. Menu sederhana seperti capcay dan ayam goreng menemani pertemuan terakhir itu. Ia dieksekusi keesokan paginya di lapangan tembak dekat Gresik. Tahun 1980 menjadi akhir kisahnya, tetapi nama Kusni Kasdut justru hidup lebih lama dari tubuhnya.

Ia masuk komik biografi, ditulis ulang dalam buku sejarah kriminal, bahkan disebut dalam lagu God Bless berjudul Selamat Pagi Indonesia. Semua itu bukan karena orang mengagumi kejahatannya, tetapi karena kisahnya terlalu rumit untuk dipahami hanya sebagai kriminalitas. Ia adalah mantan pejuang yang kecewa, kriminal yang cerdas, pelarian yang tak kenal takut, dan manusia yang berubah di akhir hidupnya.

Kaca lemari yang dibobol Kusni di Museum Nasional sudah lama diganti. Tetapi sejarah tak pernah mengganti cerita. Perampokan permata itu tidak hanya mengubah hidup Kusni, tetapi juga mengubah cara Indonesia melihat sosok kriminal. Bahwa terkadang, garis antara pahlawan dan penjahat hanyalah sebuah garis tipis yang terbentuk dari hidup yang tak pernah benar-benar memberi kesempatan kedua.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:02 WIB

Bandung untuk Mobil Pribadi atau Bandung untuk Warga?

Kota yang terlalu banyak bergantung pada kendaraan adalah kota yang rentan.
Warga bersepeda di kawasan Alun-alun Bandung. (Sumber: Arsip pribadi | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 10 Des 2025, 20:02 WIB

Ketika Pekerja Kehilangan Rasa Aman: PHK Menguak Luka Sosial yang Jarang Terlihat

Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial.
Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 19:51 WIB

Karya Anak Muda Bandung yang Hadirkan Identitas dalam Brand Fashion Berjiwa Bebas

Brand lokal ini membawa semangat bebas dan berani, mewakili suara anak muda Bandung lewat desain streetwear yang penuh karakter.
Tim urbodycount menata koleksi kaos edisi terbaru di atas mobil sebagai bagian dari proses pemotretan produk di Buahbatu Square Jl.Apel 1 NO.18, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) (Sumber: Rahma Dewi | Foto: Rahma Dewi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 18:19 WIB

Soerat Imadjiner oentoek Maurenbrecher

Sebuah inspirasi unutk Wali Kota Bandung dan wakilnya, demi kemajuan Bandung.
Suasana Jalan Asia Afrika (Groote Postweg) Kota Bandung zaman kolonial Belanda. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 17:34 WIB

Sibuk Romantisasi Tak Kunjung Revitalisasi, Angkot Kota Bandung 'Setengah Buntung'

Kritik dan Saran terhadap Wali Kota Bandung terkait revitalisasi angkot Bandung.
Angkot Kota Bandung yang mulai sepi peminat di Dipatiukur, (7/12/2025). (Foto: Andrea Keira)
Ayo Jelajah 10 Des 2025, 17:03 WIB

Hikayat Terminal Cicaheum, Gerbang Perantau Bandung yang jadi Sarang Preman Pensiun

Sejarah Terminal Cicaheum sebagai pintu perantau Bandung. Terminal ini hidup abadi lewat budaya populer Preman Pensiun saat fungsi aslinya perlahan menyusut.
Suasana Terminal Cicaheum, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 16:26 WIB

Untuk Siapa Sebenarnya Sidewalk Diperuntukkan?

Keberadaan trotoar yang layak dan aman dapat mendorong masyarakat untuk lebih banyak berjalan kaki serta mengurangi kemacetan dan polusi.
Trotoar di Jalan Braga yang dipenuhi PKL. (Foto: Author)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:30 WIB

Sarana Bus Trans Metro Jabar Terus Meningkat, Halte Terbengkalai Tak Diperhatikan Wali Kota Bandung?

Di balik itu Metro Jabar Trans banyak disukai warga, beberapa halte malah dibiarkan terbengkalai.
Prasarana halte di daerah Mohamad Toha yang terlihat banyak coretan dan kerusakan tak terurus menyebabkan ketidaknyamanan bagi penumpang, pada 30 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nufairi Shabrina)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:13 WIB

Penumpukan Sampah di Ujung Berung Sudah Tidak Terkendali, Warga Mulai Kewalahan

Artikel ini membahas tentang kondisi kebersihan yang ada di Kota Bandung terutama di Ujung Berung.
Penumpukan sampah terlihat berserakan di di Jalan Cilengkrang, Kawasan Ujung Berung, pada Senin, 1 Desember 2025 pukul 07.30 WIB. (Foto: Sumber Muhamad Paisal). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Muhamad Paisal)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:37 WIB

Masa Depan Bandung Antara Julukan Kota Kreatif dan Problematika Urban

Kota Bandung telah lama dikenal sebagai kota kreatif atau dengan julukan Prestisius (Unesco City of Design).
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk tapi juga ruang hidup yang terus berdenyut dengan  semangat pluralisme dan kreativitas. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Titania Zalsyabila Hidayatullah)
Beranda 10 Des 2025, 12:37 WIB

Belasan Jurnalis Dalami Fungsi AI untuk Mendukung Kerja Redaksi

Inisiatif ini ditujukan untuk memperkuat kemampuan jurnalis Indonesia, khususnya dalam verifikasi digital lanjutan, investigasi, serta pemanfaatan berbagai teknologi AI generatif.
Training of Trainers (ToT) "AI for Journalists".
di Hotel Mercure Cikini, Jakarta.
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:22 WIB

Cager, Bager, Bener: Filosofi Sopir Online Bandung di Jalanan Kota

Mengutamakan profesionalisme serta nilai-nilai saling menghormati agar perjalanan tetap nyaman dan aman setiap hari.
Seorang driver online tengah tersenyum ramah menunggu penumpangnya di tengah keramaian jalanan, menerapkan nilai cageur, bager, bener dalam layanan transportasi – Bandung, Sabtu (01/11/2025) (Foto: Bunga Kemuning A.D)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 10:29 WIB

Batagor dan Baso Cuankie Serayu, Kuliner Sederhana yang Selalu Ramai di Cihapit

Batagor dan Cuankie Serayu masih mempertahankan daya tariknya hingga kini.
Suasana Antre Batagor dan Baso Cuankie Serayu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Miya Siti Nurimah)
Beranda 10 Des 2025, 09:42 WIB

Jomlo Menggugat: Saat Urusan Personal Berubah Jadi Persoalan Sosial

Di berbagai fase hidupnya, perempuan tetap saja berhadapan dengan ekspektasi sosial yang meminta mereka mengikuti nilai-nilai yang sudah lama tertanam.
Ilustrasi (Sumber: Pixabay | Foto: congerdesign)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 08:44 WIB

Akhir Pekan di Bandung Bukan Wisata, tetapi Ujian Kesabaran di Tengah Arus Padat

Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan
Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan. (Dok. Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 07:41 WIB

Knalpot Bising: Dari Keluhan Masyarakat hingga Harapan Kota Tenang

Knalpot bising masih mengganggu warga Bandung. Razia yang tidak konsisten membuat pelanggar mudah lolos.
Suara bising nan kencang memantul di jalanan hingga membuat kita tak terasa tenang. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 20:00 WIB

Beban Hidup Mencekik dan Tingginya Pengangguran Bukti Kegagalan Wali Kota Bandung?

Kenaikan biaya hidup dan syarat kerja tidak masuk akal memperparah 100 ribu pengangguran di Bandung.
Tingginya angka pengangguran memaksa warga Bandung beralih menjadi pekerja serabutan. (Sabtu, 06 Desember 2025). (Sumber: Penulis | Foto: Vishia Afiath)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 19:53 WIB

Tanggapan Wisatawan tentang Kualitas Fasilitas Bandros di Bandung

Kritik serta saran mengenai fasilitas bandros yang ada di Kota Bandung.
Bandros di Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis)