Aksi demo yang dilaksanakan pada Kamis, 28 Agustus 2025 di gedung DPR dilakukan dalam rangka menuntut pembubaran DPR. Masyarakat menilai DPR kurang empati karena membuat kebijakan yang mensejahterakan golongannya di tengah situasi sulitnya ekonomi masyarakat.
Berdasarkan hasil liputan tempo.co, menjelang magrib polisi mendesak para demonstran untuk membubarkan aksi massa ke arah Jalan Gerbang Pemuda Penjernihan I.
Namun pada pukul 19.25, barracuda yang dikemudikan kepolisian mendadak melaju kencang tanpa memperhatikan keadaan demonstran yang masih tersebar di jalanan.
Alhasil terjadilah "insiden" melindas yang menewaskan satu driver ojol bernama Affan Kurniawan dan menyebabkan rekannya Umar Amarudin mendapatkan perawatan.
Bagi saya, tak habis pikir dengan keputusan pengemudi mobil rantis itu yang terus melajukan kendaraannya saat dia menyadari sudah melindas seorang manusia. Di manakah rasa empati dan simpati yang katanya memiliki mandat "melindungi masyarakat".
Mereka tak hanya melindas nyawa seorang manusia tapi juga hak-hak dan keadilan masyarakat selama ini.
Berita tentang Affan terdengar hingga media luar negeri. Beberapa media seperti 7 News Australia, The Straits Times (Media Singapura), Al Jazeera (Media Arab), Associated Press (Media Amerika) tak luput memberitakan juga mengkritik sejumlah aksi para aparat.
Di tengah kisruhnya demo yang belum selesai, mendadak seorang influencer bernama Jerome Poline mendapat sebuah pesan yang memintanya menjadi seorang buzzer dengan bayaran 150 juta untuk menjadi bagian "Aksi Damai Indonesia" pada 01 September serempak.
Jerome membagikan screenshoot pesan tersebut melalui sebuah postingan di instagram miliknya dengan menambahkan caption "Uang rakyat dipake buat narasi-narasi untuk pencitraan seolah semua baik-baik saja. Jangan sampai lengah, jangan terpecah belah, kawal terus".
Mau dibawa kemana negeri ini? jika keadilan dan fakta bisa dibungkam oleh uang 150 juta saja. Jangan juga jadikan kata "maaf" sebagai tanda belasungkawa jika itu hanya untuk memoles citra diri saja.
Jangan selalu jadi pahlawan kesiangan, yang hanya datang ditengah kebijakan yang hampir dilegalkan. Sementara di saat masyarakat mencari keadilan, kalian bersembunyi dibalik aksi buzzer bayaran. (*)