Parpol Indonesia di Persimpangan, Pilih Dinasti atau Meritokrasi?

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Ditulis oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diterbitkan Jumat 29 Agu 2025, 18:08 WIB
Bahlil Lahadalia. (Sumber: Kementerian ESDM)

Bahlil Lahadalia. (Sumber: Kementerian ESDM)

Pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada awal Agustus lalu menjadi perbincangan publik.

Banyak yang menilai momen ini menegaskan posisi Bahlil sebagai figur penting di panggung politik nasional. Apalagi tidak lama berselang, ia dianugerahi Bintang Mahaputera Adipurna dari Presiden Joko Widodo, sebuah penghargaan yang menandai kontribusinya dalam pemerintahan dan politik.

Dua momentum ini menjadi simbol keberhasilan Bahlil dalam menahkodai Golkar yang selama ini dikenal sebagai partai tua dengan dinamika internal yang kompleks.

Yang menarik, kepemimpinan Bahlil menghadirkan pesan berbeda. Ia bukanlah pewaris keluarga politik, bukan pula bagian dari trah lama yang biasa menghiasi kursi elite. Latar belakangnya sederhana, perjalanan hidupnya ditempa oleh dunia usaha dan organisasi kepemudaan.

Justru dari situ, ia memperlihatkan bahwa kepemimpinan partai besar tidak harus lahir dari privilese darah biru, melainkan dari kemampuan nyata membangun jaringan, strategi, dan pencapaian konkret.

Setahun memimpin, ia berhasil mengantarkan Golkar meraih kemenangan di sejumlah pilkada strategis, mulai dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Timur, hingga Sulawesi Selatan. Tidak hanya mengandalkan tokoh senior, ia memberi ruang kepada kader muda untuk tampil.

Salah satu contohnya adalah Sashabila Mus Sasha yang berhasil maju sebagai calon kepala daerah di Taliabu, Maluku Utara. Kebijakan ini mencerminkan upaya serius menyiapkan regenerasi politik yang tidak bergantung pada nama besar keluarga, melainkan pada kapasitas personal.

Fenomena ini jelas berbeda dengan praktik di beberapa partai lain. Kaesang Pangarep diangkat menjadi Ketua Umum PSI dalam usia muda, terutama karena statusnya sebagai putra presiden. Agus Harimurti Yudhoyono menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrat melalui garis keturunan politik keluarga besar Cikeas.

Kedua contoh ini memperlihatkan bagaimana politik dinasti masih menjadi jalan pintas yang sah dalam sistem demokrasi kita. Tidak melanggar hukum, tetapi menimbulkan keraguan publik mengenai kualitas demokrasi yang sesungguhnya.

Politik dinasti, sebagaimana diteliti oleh sejumlah akademisi, melemahkan prinsip meritokrasi. Akses kepemimpinan menjadi terbatas, kompetisi politik berkurang, dan kader partai yang telah berproses lama sering kali tersisih. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengikis kepercayaan publik pada partai politik.

Sebaliknya, jika meritokrasi dijadikan prinsip, kaderisasi akan berjalan lebih sehat dan masyarakat dapat melihat bahwa siapa pun, dengan kemampuan dan dedikasi, berhak memimpin.

Bahlil Lahadalia. (Sumber: Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral)
Bahlil Lahadalia. (Sumber: Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral)

Golkar dengan Bahlil mencoba memberi contoh bahwa jalan meritokrasi masih mungkin ditempuh. Strategi ini sekaligus menjadi pembeda di tengah citra partai-partai lain yang cenderung menguatkan politik keluarga. Model kepemimpinan seperti ini memberi harapan bahwa partai tidak hanya milik elite, tetapi juga milik kader yang berangkat dari bawah.

Jika melihat praktik internasional, kita menemukan banyak figur besar yang lahir dari jalur meritokrasi. Angela Merkel di Jerman muncul sebagai ilmuwan yang meniti karier politik dari nol, bukan dari dinasti. Lula da Silva di Brasil lahir dari keluarga miskin dan bekerja keras hingga menjadi presiden dua periode.

Mahathir Mohamad di Malaysia juga tidak berasal dari keluarga politik, tetapi berhasil membangun reputasi lewat kapasitas pribadi. Mereka adalah contoh bahwa demokrasi yang sehat selalu membuka ruang selebar-lebarnya bagi siapa pun.

Pelajaran dari luar negeri ini sejalan dengan apa yang sedang dirintis Golkar di bawah Bahlil. Kemenangan dalam sejumlah pilkada menjadi bukti bahwa rakyat merespons positif figur baru yang lahir bukan dari keturunan elite, melainkan dari kerja keras nyata. Ke depan, keberanian partai untuk menempuh jalur meritokrasi akan menentukan kualitas demokrasi Indonesia.

Namun tantangan tentu masih besar. Tradisi politik keluarga sudah mengakar, terutama di daerah. Banyak kepala daerah yang menyiapkan anak atau kerabat untuk meneruskan kekuasaan. Fenomena ini sering dianggap wajar oleh masyarakat, padahal pada akhirnya mempersempit ruang kompetisi.

Untuk memutus rantai tersebut, partai politik harus berani mengambil sikap. Rekrutmen kader berbasis kapasitas dan rekam jejak harus dijalankan secara konsisten. Mekanisme demokratis internal partai perlu diperkuat, bukan sekadar formalitas.

Buku-buku politik modern menegaskan bahwa demokrasi hanya akan bertahan jika partai sebagai institusi utama benar-benar terbuka. Jika tidak, publik akan semakin apatis. Demokrasi kehilangan maknanya ketika pilihan rakyat hanyalah pilihan yang sudah ditentukan oleh lingkaran elite.

Karena itu, kisah Bahlil di Golkar seharusnya dibaca bukan hanya sebagai kisah personal, tetapi juga sebagai momentum perubahan paradigma. Apabila partai-partai lain menempuh jalan serupa, Indonesia bisa melahirkan lebih banyak pemimpin meritokratis yang muncul dari berbagai latar belakang. Demokrasi kita pun akan lebih sehat, lebih segar, dan lebih sesuai dengan cita-cita reformasi.

Akhirnya, pertanyaan penting bagi masa depan politik kita adalah apakah partai-partai lain berani meninggalkan jalan pintas dinasti dan memilih jalur meritokrasi. Jika jawabannya ya, maka publik akan kembali percaya bahwa partai politik benar-benar menjadi rumah bersama, bukan milik keluarga tertentu. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Peminat komunikasi publik & digital religion (Comm&Researcher di CDICS). Berkhidmat di Digital PR Telkom University serta MUI/IPHI/Pemuda ICMI Jawa Barat
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 16 Okt 2025, 10:02 WIB

Akaza di Demon Slayer: Sisi Manusia di Balik Iblis

Akaza di Demon Slayer: Infinity Castle (2025) bukan sekadar antagonis.
Pertarungan sengit antara Akaza dan Tanjiro di Demon Slayer: Infinity Castle (2025) menampilkan visual sinematik memukau dan emosi yang intens. (Sumber: Crunchyroll)
Ayo Netizen 16 Okt 2025, 08:09 WIB

Sejumlah Masalah Timbul dari Jam Operasional Truk yang Melanggar Aturan

Permasalahan jam operasional truk memang belum menjadi perhatian khusus tapi isu ini sangat penting dibahas.
Jam Operasional Kendaraan besar seperti truk seringkali menjadi salah satu penyebab kemacetan di daerah kopo, cibaduyut dan cangkuang (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Jelajah 15 Okt 2025, 21:15 WIB

Sejarah Pindad, Pindah ke Bandung Gegara Perang Dunia

Jejak sejarah PT Pindad dimulai dari bengkel senjata era Daendels di Surabaya hingga menjadi perusahaan pertahanan terbesar Indonesia yang bermarkas di Bandung.
Para buruh sedang bekerja di Artillerie Constructie Winkel (ACW), cikal bakal PT Pindad di Bandung. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 20:12 WIB

5 PR Literasi Religi Kita

Di sinilah letak masalah literasi religi, kita masih punya banyak PR yang belum selesai.
Di sinilah letak masalah literasi religi, kita masih punya banyak PR yang belum selesai. (Sumber: Pexels/Janko Ferlic)
Ayo Biz 15 Okt 2025, 19:25 WIB

Regenerasi Rasa Lokal yang Menghidupkan Bisnis Kuliner Bandung

Dari nasi kuning hingga urap segar, sajian warisan nenek moyang kini tampil sebagai menu utama di berbagai resto dan kafe, bukan sekadar pelengkap.
Dari nasi kuning hingga urap segar, sajian warisan nenek moyang kini tampil sebagai menu utama di berbagai resto dan kafe, bukan sekadar pelengkap. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 18:22 WIB

Disiplin, Penuntun Kesadaran

Disiplin bukan soal patuh pada aturan, tapi perjalanan panjang menuntun diri menuju kesadaran.
Ilustrasi siswa sekolah di Jawa Barat. (Sumber: Pemprov Jabar)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 17:11 WIB

Event Rakyat dan Tren Konten Horor: Memulangkan Martabat Abangan sebagai Agama Rakyat

Kita sendiri adalah anak kandung dari abangan yang perlahan dipatuhkan lewat pembinaan agama yang sangat masif.
Setelah ’65 abangan dituding ateis, antek komunis, dan dibasmi habis. Namun begitu agama rakyat ini tidak pernah benar-benar hilang. (Sumber: Pexels/afiful huda)
Ayo Biz 15 Okt 2025, 17:07 WIB

Keju Meleleh Masih Jadi Primadona: Tren Kuliner Kekinian yang Menggairahkan Bisnis Resto di Bandung

Mozzarella bukan sekadar bahan pelengkap, tapi telah menjelma menjadi ikon kuliner kekinian yang terus menggairahkan pasar makanan di Bandung.
Mozzarella bukan sekadar bahan pelengkap, tapi telah menjelma menjadi ikon kuliner kekinian yang terus menggairahkan pasar makanan di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 15:39 WIB

Pemotongan Dana Transfer Daerah dan Efisiensi Fiskal Jawa Barat

Krisis fiskal Jawa Barat menjadi momentum reformasi anggaran.
Krisis fiskal Jawa Barat menjadi momentum reformasi anggaran. (Sumber: Unsplash/ Mufid Majnun)
Ayo Biz 15 Okt 2025, 15:31 WIB

Membaca Gen Z di Bandung: Generasi Kreatif yang Rentan Terputus dari Realitas

Generasi Z tumbuh dalam era digital yang serba cepat, di mana teknologi bukan sekadar alat bantu, melainkan bagian dari identitas dan cara hidup.
Generasi Z tumbuh dalam era digital yang serba cepat, di mana teknologi bukan sekadar alat bantu, melainkan bagian dari identitas dan cara hidup. (Foto: Freepik)
Ayo Jelajah 15 Okt 2025, 12:35 WIB

Jejak Kerajaan Sumedang Larang, Pewaris Pajajaran yang Lahir di Kaki Gunung Tampomas

Bermula dari pelarian keturunan Galuh, Sumedang Larang bangkit di bawah cahaya Prabu Tajimalela dan menjadi penerus sah kerajaan Sunda terakhir.
Potret Gunung Tampomas di Sumedang tahun 1890-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 12:35 WIB

Critical Thinking sebagai Fondasi Epistemologis Pembelajaran Andragogi

Membangun kesadaran kritis dan transformasi diri melalui critical thinking dan transformative learning sebagai fondasi perubahan.
Membangun kesadaran kritis dan transformasi diri melalui critical thinking dan transformative learning sebagai fondasi perubahan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 09:51 WIB

Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat, antara Kekerasan Finansial atau Realitas Sosial

Konten 10 Ribu di tangan Istri yang tepat banyak menuai kontra dari sebagian besar pengguna media sosial.
Polemik Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 07:09 WIB

Pasar Seni ITB dan Gerak Ekonomi Bandung

Pasar Seni ITB menyimpan potensi ekonomi yang besar bagi ekosistem kreatif kota.
Konferensi Pers Pasar Seni ITB 2025 di International Relation Office (IRO) ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa 7 Oktober 2025. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 20:07 WIB

Tragedi Ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny, Cermin Tanggung Jawab Kita Semua

Duka mendalam atas tragedi ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny memberikan kita banyak pelajaran.
Data sementara menunjukkan, 67 orang tewas dalam ambruknya gedung Ponpes Ponpes Al Khoziny. (Sumber: BNPB | Foto: Danung Arifin)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 18:02 WIB

Budaya, Agama, dan Sepak Bola Arab Saudi

Terlepas pada beredar  pro kontranya, namun kalau melihat pada perkembangan sepak bola Arab Saudi begitu pesat. 
King Saud University Stadium di Riyadh, Arab Saudi. (Sumber: Wikimedia Commons/Alina.chiorean)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 17:30 WIB

Modernisme Linguistik

Elemen bahasa adalah zat sederhana yang berisi pengidentifikasian bahasa yang dibagi menjadi dua bagain yaitu elemen bentuk dan elemen makna.
Ilustrasi seorang pria membaca buku. (Sumber: Pexels/Daniel Lee)
Ayo Biz 14 Okt 2025, 17:20 WIB

Naik Gunung Demi Gengsi: FOMO Generasi Muda yang Menghidupkan Industri Outdoor

Gunung bukan lagi sekadar tempat pelarian dari rutinitas, bagi generasi milenial dan Gen Z, mendaki telah menjelma menjadi simbol gaya hidup, pencarian jati diri, dan eksistensi sosial.
Gunung bukan lagi sekadar tempat pelarian dari rutinitas. Bagi generasi milenial dan Gen Z, mendaki telah menjelma menjadi simbol gaya hidup, pencarian jati diri, dan eksistensi sosial. (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 17:02 WIB

Pesantren, Wajah Islam Damai

Inilah pesantren wajah damai Islam yang menjadi cita-cita bersama dalam membangun kehidupan bangsa dan negara yang adil, sejahtera dan beradab ini.
Lomba cerdas cermat, pidato, mewarnai, kaligrafi dan fashion show, dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2024 yang mengambil tema Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 16:11 WIB

Sebuah Refleksi Kritis tentang 'Penyebaran Agama' dan Kebebasan Beragama

Pertemuan agama dunia dan lokal selalu perlu dibicarakan ulang, antara hak untuk percaya dan hak untuk dibiarkan dengan keyakinannya.
Kebebasan beragama sejati berarti memiliki kedua hak itu sekaligus, hak untuk berubah, dan hak untuk tidak diubah. (Sumber: Pexels/Pixabay)